Hal. 10

131 8 2
                                    

Sore ini, ibu kota terasa benar-benar padat. Banyak pekerja yang berlomba-lomba untuk sampai ke rumah dan segera merebahkan diri di kasur nya masing-masing, tak terkecuali Nadhifa. Nadhifa juga ikut berdesakkan diantara pengendara motor yang lain, mencari celah kosong agar dia bisa pulang lebih awal.

Namun sekeras apapun Nadhifa mencoba, tetap saja ia kalah ditelan macetnya ibu kota. Jarak rumah ke kantor yang tak begitu jauh, harus ditempuh selama hampir dua jam lamanya.

"Tumben pulang cepet," kata sang ibu saat melihat putrinya memarkirkan motornya di teras rumah tepat pukul delapan malam. Biasanya Nadhifa pulang hampir tengah malam, bahkan tidak pulang sama sekali, makanya ibunya heran kenapa Nadhifa bisa sampai ke rumah padahal hari masih 'sore'

"Iya, Bu. Kebetulan kerjaan Nad selesai lebih awal."

"Syukur atuh. Udah sana bersih-bersih, terus makan. Ibu udah masak di dapur."

Nadhifa mengangguk lesu, dia masuk ke rumahnya dengan langkah yang lemah. Dilihatnya sang adik sedang bermain game diruang tamu. Ingin sekali Nadhifa menanyakan kabar Hanin pada Esa, namun Nadhifa menahan dirinya untuk tidak terlalu terlihat peduli pada keadaan wanita itu. Biar bagaimanapun, Nadhifa harus tahu diri. Dia tidak bisa merusak rumah tangga orang lain dengan keegoisannya sendiri.

"Kak Nad bawa makanan nggak?" tanya Esa ketika Nadhifa hendak masuk ke kamarnya.

Nadhifa menggeleng. "Nggak."

"Yahhh, kalau Bu Hanin kesini pasti bakal bawain aku makanan. Eh iya, Bu Hanin kenapa ya jarang main ke rumah?"

"Mungkin dia lagi sibuk, nggak tau juga deh Kakak," jawabnya tak acuh, lalu masuk ke kamarnya. Nadhifa menghidupkan AC kamarnya hingga menbuat suasana menjadi sejuk, dan tentu hal itu membuat Nadhifa mengantuk.

Akhirnya dia pun ketiduran selama dua jam lamanya, kemudian terbangun saat sang Ibu menyuruhnya untuk makan terlebih dahulu.

Merasa tubuhnya lengket, Nadhifa memilih untuk membersihkan dirinya sebelum makan. Dimeja makan hanya ada dirinya sendiri, karena semua orang rumah sudah di kamar masing-masing. Nadhifa memutuskan untuk makan sambil menonton video di youtube, ketika asik dengan tontonannya, tiba-tiba sebuah dering masuk ke ponselnya. Nama Hanin tertera dilayar, sontak saja Nadhifa langsung mencuci tangannya yang kotor agar bisa mengobrol dengan leluasa. Namun saat hendak menerima panggilan itu, benda itu lebih dulu. Batrainya habis.

Nadhifa menghela napas kesal, lalu mencari charger-nya namun benda itu tak ditemukan dimanapun?! Nadhifa baru ingat jika benda itu tertinggal di kantornya. Argh. Nadhifa ingin berteriak sekarang juga karena sudah kehilangan kesempatan untuk berkomunikasi dengan Hanin.

Dengan kesal dia melempar benda pipih itu ke sembarang arah, lalu memilih untuk terlelap begitu saja karena tubuhnya terasa benar-benar lelah.

***

Pagi-pagi Esa sudah dibuat heran dengan kakaknya yang bangun dan bersiap lebih awal hanya untuk mengantarnya berangkat ke sekolah, padahal sebelumnya Nadhifa paling malas mengantar Esa kecuali jika Bapak mereka yang menyuruhnya secara langsung.

Meski heran, tapi Esa tidak menaruh rasa curiga apapun. Dengan polosnya dia berterimakasih pada sang kakak yang sudah mengantarnya hingga ke depan gerbang sekolah dan langsung masuk ke dalam setelah berpamitan singkat. Apakah hanya sebatas itu saja? Tentu tidak. Nadhifa datang ke sini bukan hanya mengantar Esa, namun dia menunggu guru adiknya muncul.

Cukup lama Nadhifa menunggu, sampai matanya menangkap bayangan seorang wanita dengan tinggi sekitar 167CM yang mengenakan seragam coklat hendak berjalan masuk ke dalam gedung sekolah. Nadhifa buru-buru menahan wanita itu, yang ditahannya jelas terkejut. Dia reflek menepis tangan Nadhifa sebelum para muridnya memandang dirinya aneh lantaran terlihat terlalu dekat dengan seorang wanita.

Loving can Hurt (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang