|TI GA P U L U H |

104 3 0
                                    

Cazia yang baru saja sampai di sekolah Bintang, merasa jantungnya berdegup kencang saat menerima telepon dari pembantunya. Suara panik bibi Minah di ujung telepon itu membuatnya merasa khawatir. “Nyonya, nona Alyssa pingsan! Saya sudah membawanya ke rumah sakit.”

“Pingsan? Kenapa bisa begitu?” tanya Cazia, mengabaikan rasa cemas yang mulai merayap dalam dirinya.

“Saya tidak tahu, tapi dia terlihat sangat lemah. Sekarang kami sudah ada di rumah sakit dan dokter sedang memeriksanya.”

Tanpa menunggu lebih lama, Cazia segera menancap gas menuju rumah sakit setelah menjemput Bintang sekolah. Dia berusaha menenangkan dirinya, tetapi perasaan cemas terus menghantui. Di dalam mobil, pikirannya melayang, terbayang wajah ceria Alyssa. Tak ada yang lebih menyedihkan bagi Cazia daripada melihat Alyssa dalam keadaan tidak berdaya. Sesampainya di rumah sakit, dia bergegas menuju ruang periksa.

Ketika tiba, dokter sudah menunggu. “Saya baru saja memeriksa pasien. Saya harus memberi tahu Anda bahwa dia hamil.”

Kata-kata itu membuat Cazia terdiam. Air mata mulai mengalir di pipinya. “Hamil?" Cazia bergetar, terharu bahagia dan sedih."Alhamdulillah," Dia ingat semua momen belakangan yang membuatnya sedih, namun mendengar bahwa madunya hamil rasa bahagia itu membuncah di hati Cazia. Impiannya untuk keluarga akhirnya terwujud. Ia menatap wanita paruh baya di sebelahnya dengan mata berkaca-kaca."Bi, Alyssa hamil."

Dokter menjelaskan, “Kami sudah melakukan beberapa tes. Meskipun dia dalam keadaan tidak stabil, kami akan memastikan pasien mendapatkan perawatan terbaik.”

Cazia mengangguk, berusaha menyerap informasi tersebut. Dalam kepanikan dan kegembiraannya yang bercampur aduk, dia tahu harus segera memberitahu Abe. Dengan cepat, Cazia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi suaminya yang sedang mengadakan meeting.

“Sayang, ini aku,” suaranya bergetar saat dia berbicara. “Alyssa pingsan dan dia hamil. Dia sekarang di rumah sakit," ujar Cazia terburu-buru karena  antusias.

“Cazia, tenangkan diri. Apa kamu yakin?” Abe menjawab, suaranya penuh perhatian. “Di mana kamu sekarang?”

“Aku di rumah sakit. Aku… aku sangat senang, tapi juga cemas. Kandungannya lemah, dia butuh kita, Mas.”

Abe terdiam sejenak, kemudian berkata tegas, “Saya akan segera pergi ke sana. Jangan khawatir, kita akan membantunya. Dia tidak sendirian.”

Cazia mengangguk meski Abe tidak bisa melihatnya, merasakan sedikit ketenangan dari suara suaminya. “Terima kasih, Sayang. Aku akan menunggu di sini.”

Setelah menutup telepon, Cazia merasakan hatinya bergetar. Dia berharap dan berdoa agar Alyssa dan janin dalam kandungannya selamat. Cazia tidak bisa membayangkan hidup tanpa kehadiran bayi yang telah ia impikan akan memberikan warna baru dalam hidupnya. Semua rasa cemas dan harapan berkumpul menjadi satu, menunggu jawaban dari takdir.

Sementara Bintang telah pulang bersama pembantunya, dan kini hanya Cazia yang setia menemani Alyssa, yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Cazia memandang wajah Alyssa yang pucat, merasakan campuran haru dan kekhawatiran yang mendalam. Setiap detik terasa lama dan harapan untuk melihat Alyssa sadar kembali membara di dalam hatinya.

Saat Abe tiba di rumah sakit, Cazia tidak bisa menahan diri. Dia berlari menghampiri suaminya dan langsung memeluknya erat. Air mata mengalir deras di pipinya saat dia berkata, “Mas, aku sangat bahagia! Alyssa hamil! Ini benar-benar terjadi!”

Abe memeluk Cazia lebih kuat, merasakan emosi yang menggelora dalam diri istrinya. “Saya tahu ini semua sangat mengejutkan. Kita harus memastikan dia mendapatkan semua yang dia butuhkan,” jawab Abe dengan penuh perhatian.

Cazia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Kita perlu memikirkan rencana selanjutnya. Kita harus membawanya ke New Zealand.”

“New Zealand?” Abe bertanya, sedikit bingung karena lupa dengan rencana istrinya yang sebenarnya sudah di susun matang oleh Cazia.

“Kita bisa menutupi kehamilan Alyssa dari keluarga kita. Kita bisa bilang pindah ke sana karena urusan pekerjaanmu, Mas. Ini bukan hanya untuk Alyssa, tetapi juga untuk kita,” ungkap Cazia, matanya berbinar dengan harapan.

Abe terdiam sejenak, merenungkan usulan itu. “Itu bisa jadi solusi yang baik. Kita bisa mengatakan bahwa kita ingin memberikan suasana baru untuk keluarga kita dan juga akan melindungi Alyssa dari perhatian yang tidak perlu.”

“Ya! Dan kita bisa membantunya di sana. Dia tidak sendirian dan kita bisa memastikan dia dan bayinya dalam keadaan baik,” tambah Cazia, merasa semangatnya pulih kembali.

Abe mengangguk, setuju dengan rencana itu. “Kita akan bicara pada Alyssa saat dia terbangun. Kita akan merencanakan semua ini dengan baik.”

Cazia menghapus air matanya, rasa bahagia mulai menggantikan kekhawatiran. “Terima kasih, Mas. Aku tahu ini tidak mudah, tapi aku  yakin kita bisa melalui semuanya bersama-sama.”

Abenard menatap dalam wajah istrinya yang penuh air mata. Hatinya terasa sedih dan haru. Ia sedih mengingat sudah melukai perasaan istrinya dan terharu bahwa ia kembali memiliki anak dan bukan dari istri yang ia cintai.

"Maaf kan, Mas, Sayang," bisik Abe mengelus pipi Cazia yang tersenyum kemudian Abe mengecup ringan bibir Cazia sebelum melumatnya dalam. Melepaskan rasa rindu, sesak, dan bersalah yang belakangan ini menjadi beban pikirannya.

"I love you. Mas mencintaimu. Jangan pernah meninggalkan, Mas, Dek."

Cazia menatap hangat suaminya dan meraih wajah Abe, mengelusnya lembut."Aku juga mencintai, Mas. Semoga kita selalu bersama," balas Cazia yang kemudian masuk ke dalam pelukan hangat Abe yang belakangan ini sudah jarang ia dapatkan.

Ketika mereka berdua berdiri di sisi ranjang Alyssa, Cazia merasakan harapan baru menyelimuti mereka. Bersama-sama, mereka akan melindungi Alyssa dan masa depannya, dan menciptakan kehidupan baru di New Zealand—untuk mereka bertiga.

=>Pak Suami<=

Yuhuuu. Udah nyampe aja di bab ini. Gak tau deh feel-nya dapat atau egk sama kalian. But, tolong komentar kritik sarannya ya, untuk membangunkan cerita yang lebih baik lagi, trus votenya juga. Biar lebih semangat lagi untuk update.

Love, 27 Oct 24
Au

Pak SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang