Lee Haechan melangkahkan kakinya untuk memasuki tempat yang merupakan sebuah pemakaman.
Ia berhenti tepat didepan batu nisan yang bertuliskan Teresa Houttsion disana. Haechan berjongkok lalu kemudian ia menaruh sebuket bunga diatasnya. Pria itu memandangnya dengan tatapan sendu."Hai, bagaimana kabarmu? Maaf aku tidak bisa sering datang untuk mengunjungi mu. Kau pasti sedang berbahagia disana dengan anakmu kan?" ucap haechan sembari menahan air matanya.
"Tesa, aku menemukannya. Tapi aku terlalu pengecut untuk melindunginya sama seperti yang kulakukan padamu dulu. Aku takut dia akan berakhir seperti mu. Bisakah kau membantuku untuk menjaganya? Aku sudah lama berkabung dalam keputusasaanku. Aku lemah dan pengecut, karena itu kau pergi dariku kan? Ini semua salahku, maaf. "
Haechan menangis tersedu-sedu sampai bahunya bergetar hebat. Pria itu menangis untuk meratapi nasibnya yang terasa amat menyedihkan. Mungkin jika dilihat dari luarnya saja, ia adalah pria arogan yang nampak menyebalkan. Namun siapa sangka, dibalik sikap kerasnya ia begitu banyak menyimpan sebuah duka. Kegagalan dan ketidakberdayaannya selalu menghantui haechan hingga menimbulkan perasaan takut didalam hatinya. Perasaan itu seolah selalu siap untuk mencekiknya setiap saat.
Dibuang dan ditinggalkan selalu menjadi momok yang paling menakutkan bagi lee Haechan. Seperti ketika ia mendengar jeritan saat nyawa ibunya sedang direnggut dulu, atau bahkan saat Tesa menangis untuk meminta tolong didepan matanya, sembari memegangi perutnya. Setiap hal yang terjadi pada saat itu selalu menyisakan sebuah lubang yang menganga lebar didalam dirinya. Lubang itu selalu diisi penuh dengan kedukaan yang baru disetiap harinya. Ingatan tentang bagaimana orang tersayangnya yang direngut secara paksa didepan matanya membuat lee haechan sakit dan menggila.
Bisakah dia melindungi cintanya? Atau bencana besar itu akan terjadi lagi didalam hidupnya? Lee haechan selalu takut jika hal buruk itu terulang kembali, seperti yang telah terjadi pada Tesa, sahabatnya.
.
.
.
Seseorang sedang berjalan untuk menuju kearah loker dikampusnya. Orang itu berhenti tepat didepan sebuah loker yang bertuliskan nama Huang Renjun. Ia membuka loker tersebut dan berniat untuk menaruh barangnya disana, untuk yang kesekian kalinya. Saat tangannya hendak meletakkan barang itu, sebuah suara dari arah belakangnya kini terdengar dan mengejutkannya.
"Hentikan tindakanmu"
Mark seketika menoleh dan mendapati temannya Jeno yang sedang berdiri tidak jauh dibelakangnya. Pria itu lalu menutup loker renjun dan memasukkan kembali foto-foto itu disakunya. Mark kini tengah memandang Jeno dengan tajam.
"Darimana kau tau kalau itu aku? " tanya mark.
"Aku tidak sengaja memergokimu beberapa kali saat kau bertingkah aneh ketika memperhatikan renjun" jawab jeno.
Mark hanya mendengus menanggapinya, ia hendak berlalu dari tempat itu sebelum tangan Jeno kini mencekal lengannya.
"Sekarang giliran ku yang bertanya, kenapa kau lakukan itu pada lee haechan? " tanya jeno dengan nada yang terdengar tidak suka.
"Kenapa? Teman bodohmu itu tidak akan pernah bisa melindunginya jen" ucap mark.
"Apa kau bercanda? Bukankah kau yang lebih pengecut daripada lee haechan?" Jeno mendecih remeh.
"Jaga bicaramu, lee jeno" balas mark.
"Bukankah itu kebenarannya? Kau bahkan hanya diam saja dan menyimpan perasaanmu itu tanpa mau memperjuangkannya. Setidaknya lee haechan pernah berada disisi orang yang kau cintai meskipun pada akhirnya dialah yang disalahkan. Temanmu itu menjadi korban dan kau menyalahkannya karena telah kehilangan cintamu? Sadarlah Mark, bukankah kau juga tau jika bukan lee haechan pelakunya? Kenapa kau melakukan ini pada temanmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nuestro Pasado; HYUCKREN
FanfictionKehidupan Huang Renjun yang membosankan menjadi berubah drastis semenjak ia mengikuti ibu angkatnya untuk pindah ke salah satu kota yang ada di Spanyol. Penderitaan Renjun dimulai ketika ia harus berurusan dengan salah satu mahasiswa populer anak se...