Chapter 02 : The Witness

10 4 0
                                    

Anjing milik Alina menoleh dengan sigap pada Yibo dan seketika menggonggong keras.
"Hei, apa masalahmu?" bentaknya gusar pada si anjing.

Sean dan Tuan Liu saling berpandangan dengan bingung. Yibo balas memandang mereka. Seketika dia menelan liur. Pagi yang kacau di musim dingin, batinnya sedikit dongkol. Sedikit menyesal bahwa ia harus terlibat dalam kejadian semacam ini. Bicara dengan seorang pak tua payah dan detektif polisi tampan dengan tubuh tinggi ramping yang mengingatkan Yibo pada tiang listrik.

Sean melambai pada Yibo dan menyuruhnya duduk.
"Kemarilah, katakan dengan jelas!"

Wang Yibo mencibir sekilas pada si anjing sebelum melompat ke teras dan berdiri di depan Sean.

"Jadi kamu tetangga Nona Alina?" Sean melihat ke flat di seberang jalan.

"Ya. Kau lihat, Tuan Detektif. Jendela flat lantai dua tepat sejajar dengan halaman rumah ini. Aku tinggal di sana. Jadi, apa pun yang terjadi di halaman dan teras rumah aku bisa melihat dengan jelas."

"Jadi kamu terbiasa mengintip, ya?" tanya Sean disusul kerlingan menggoda.

"Mengintip?" Yibo menyipitkan mata.

Dasar detektif genit, mengapa dia menatapku dengan cara seperti itu?

"Sayang sekali, aku tidak bisa melihat ke balik jendela kamar Nona Alina. Seandainya bisa, mungkin akan sangat menyenangkan," katanya ringan, lantas terkekeh sedikit.

"Huh! Sudahlah! Nah, sekarang katakan apa yang kamu lihat semalam dan mengapa kamu ngotot mengatakan bahwa Tuan Liu salah lihat orang?" tukas Sean.

"Dia memiliki masalah dengan penglihatan. Bagaimana dia bisa melihat jelas dari jarak sepuluh meter lebih di bawah cahaya remang-remang?"

Sean menggaruk dagu. "Benar juga, sih."

Lalu ia menoleh pada Tuan Liu. Dilihatnya pria tua itu menatap seperti orang linglung lantas tersenyum canggung. "Yaa, sebenarnya aku juga tidak yakin," gumamnya.

Sean menghela napas panjang dan Yibo terkekeh lagi.
"Apa kubilang? Sekarang katakan, apa kau akan percaya pada pak tua rabun atau anak muda sehat sepertiku?"

Sean menatap dua orang itu saling bergantian, lalu mengedipkan sebelah mata pada anak muda imut di depannya.

"Tentu saja aku memilihmu," katanya.

"Eh?"

"Maksudku," ralat Sean, berdehem sekilas, "memilih percaya padamu."

Meski sedikit waswas dengan sikap aneh detektif ini, Yibo akhirnya menyeringai puas.

"Nah, jadi semalam kamu melihat pelakunya?" tanya Sean.

"Aku akan mengatakannya. Tapi apa ada imbalan untukku?"

Baik Sean dan Pak Tua Liu sama-sama bengong. Sungguh saksi yang aneh.

"Jangan bertingkah, bocah. Kalau kamu mempersulit penyelidikan kamu bisa dihukum," Sean memperingatkan setelah beberapa saat.

Payah, batin Yibo.

"Baiklah. Pukul sebelas lebih empat puluh lima, aku melihat pelakunya keluar dari rumah Nona Alina. Dia seorang wanita," Yibo mengumumkan dengan takzim.

"Wanita?" Sean menggumam, lantas melirik Tuan Liu lagi.

"Kau yakin semalam melihat laki-laki?"

Ingatan Tuan Liu tiba-tiba jadi kacau dan dia menggeleng putus asa.

"Entahlah. Mungkin anak muda ini benar," katanya tanpa semangat.

Sekali lagi, Wang Yibo menyeringai, seakan mengejek Sean.
"Dia lumayan tinggi, tapi tidak setinggi dirimu. Berpakaian serba hitam dan berambut panjang hitam. Sayangnya, aku tidak melihat wajahnya dengan jelas. Bukan karena aku rabun, ya. Tapi karena aku masih mengantuk."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Miracle Snow (End PDF) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang