Isaac membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa berat seolah baru saja terbangun dari mimpi yang panjang. Sakit yang menyengat menghantam kepalanya, memaksanya meringis. Dengan nafas berat, Isaac mencoba menenangkan pikirannya dan mulai mengedarkan pandangannya, mencari tahu di mana dirinya berada.
Sekelilingnya tampak asing. Hutan yang tadinya gelap dan suram kini dipenuhi cahaya yang aneh—lembut, hampir seperti cahaya matahari pagi yang menembus daun-daun pepohonan, tetapi ada sesuatu yang tidak alami tentangnya.
Langit di atasnya berwarna hijau kebiruan, sementara pepohonan di sekitar terlihat raksasa, jauh lebih tinggi dan padat daripada hutan biasa. Ranting-rantingnya menjulur seperti tangan-tangan raksasa, dan daun-daunnya mengeluarkan cahaya redup, seolah-olah menyimpan kehidupan sendiri.
Isaac mengedarkan pandangan lebih jauh, mencoba mencari Vanila. “Vanila!” panggilnya dengan suara serak, namun hanya gema suaranya yang menjawab.
Saat Isaac mencoba berdiri, ia merasa tanah di bawahnya aneh. Bukan rumput biasa, melainkan seolah-olah ia berdiri di atas permukaan halus yang berdenyut pelan, seperti jantung yang berdetak lemah di bawah kakinya. Tiba-tiba, bunyi gemerisik halus terdengar dari belakang. Isaac menoleh cepat, rasa khawatir merayap di benaknya. Sesuatu—atau seseorang—sedang mengawasinya.
Isaac menegakkan tubuhnya, mencoba mengabaikan sakit di kepalanya, dan bersiap menghadapi apapun yang ada di sana.
"Siapa di sana?!" katanya tegas, meskipun dalam hatinya ada keraguan dan ketakutan. Ia tidak tahu di mana dirinya berada atau apa yang baru saja terjadi. Tapi yang pasti, dia harus menemukan Vanila, apapun caranya.
Isaac menunggu dengan napas tertahan, namun hanya keheningan yang merespons panggilannya. Detak jantungnya semakin cepat, memadukan kecemasan dengan rasa penasaran yang kini mulai tumbuh. Hutan ini tidak hanya terlihat aneh, tapi juga terasa hidup. Dia melangkah hati-hati, berusaha meredam suara kakinya yang menjejak permukaan seperti membran yang berdenyut itu.
Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul sosok yang samar. Cahaya lembut yang terpancar dari daun-daun di atas membuat siluet itu terlihat, tapi tak jelas siapa atau apa itu. Isaac berhenti sejenak, menimbang apakah dia harus lari atau menghampiri sosok tersebut. Namun, sebelum dia bisa membuat keputusan, sosok itu bergerak maju.
Ketika cahaya dari daun-daun menyentuh wajah sosok itu, Isaac tersentak. Itu bukan manusia. Sosok itu tinggi, dengan kulit pucat yang bersinar lembut seperti permukaan bulan. Matanya besar dan cemerlang, tidak seperti mata manusia, dan rambutnya panjang, terurai seperti untaian kabut yang melayang di udara.
"Siapa kau?" tanya Isaac, kali ini dengan nada lebih hati-hati. Meski penampilannya menakutkan, makhluk itu tidak tampak mengancam.
Sosok itu memiringkan kepalanya sedikit, seolah-olah mempelajari Isaac dengan rasa ingin tahu. Lalu ia berbicara, suaranya halus dan bergema di udara seperti bisikan angin.
"Aku Sarakha. Ah.. Apakah kamu makhluk bumi?”
nada bicara Sarakha seolah mengejek Isaac, Isaac yang merasa diejek Sarakha, menggertakan giginya kesal."Di mana aku? Apa ini?!" Isaac mengangkat tangannya, mengisyaratkan sekeliling mereka yang aneh.
Sarakha tersenyum tipis, matanya bersinar lebih terang seiring ucapannya, "Kau berada di Batas Dunia. Tempat yang tidak bisa dijelaskan dengan logika manusia."
"Batas Dunia?" Isaac bergumam, mencoba mencerna penjelasan yang tidak masuk akal itu. "Apa maksudmu?" ucap isaac kepada Sarakha.
“Batas Dunia adalah garis pemisah antara realitas yang kau kenal dan dimensi yang lebih dalam,” Sarakha menjelaskan, suaranya berat dan misterius, mengingatkan Isaac pada suara hantu.
“Di sini, waktu dan ruang tidak lagi berjalan seperti yang kau pahami. Segala sesuatu yang tampak pasti, bisa berubah dalam sekejap.”
Isaac menelan ludah, merasa ada sesuatu yang tidak beres. "Jadi... hukum alam tidak berlaku di sini?"
Sarakha mengangguk perlahan, senyumnya bertambah lebar. "Benar. Di Batas Dunia, logika manusia tidak berfungsi. Hanya perasaan dan intuisi yang bisa menuntunmu. Tapi hati-hati, Isaac. Tempat ini bisa memutarbalikkan pikiranmu."Isaac merasakan udara di sekitarnya semakin berat, seperti ada sesuatu yang menekan dari segala arah.
"Memutarbalikkan pikiran?" tanyanya, nada suaranya mulai menunjukkan kecemasan.
Sarakha menatapnya dengan intens, seolah-olah mencoba membaca ketakutan yang mulai muncul di hati Isaac.
"Batas Dunia bukan sekadar tempat fisik, Isaac. Ia meresap ke dalam dirimu, memainkan keraguan, rasa takut, dan segala emosi yang kau coba sembunyikan. Jika kau tidak hati-hati, ia akan membuatmu mempertanyakan segalanya—bahkan dirimu sendiri."
Mata Isaac berkilat penuh tekad, meskipun kebingungannya terus membebani. Ia menatap tajam ke arah Sarakha, berharap menemukan jawaban dari makhluk aneh yang berdiri di hadapannya.
"Tch! Aku tidak peduli dunia apa ini!" serunya, suaranya semakin tegas.
"Aku harus menemukan temanku, Vanila. Apakah kau melihatnya?"
Sarakha diam sejenak ’apakah anak ini mencari gadis kecil itu?’ pikrnya. lalu ia menjawab, "Sepertinya ia berada di tangan Penjaga Hutan sekarang."
"Penjaga Hutan?" Isaac merasa semakin kebingungan. Segalanya mulai terasa semakin aneh, dan otaknya yang masih pening kesulitan menyatukan potongan-potongan informasi ini.
Sarakha melanjutkan, "Penjaga Hutan adalah makhluk yang mengawasi Batas Dunia ini. Jika kau ingin menemukan temanmu, pergilah menemui Penjaga Hutan."
Isaac mengepalkan tangannya, rasa takut berubah menjadi keberanian.
"Bagaimana aku bisa menemukan si Penjaga Hutan itu?"Sarakha lalu menggerakkan tangannya yang kurus dan panjang menunjuk ke arah langit.
"Ikuti aliran cahaya di sana," ujarnya.
"Ia akan membawamu menuju tempat di mana Penjaga Hutan tinggal”
Isaac mengangguk, meskipun keraguannya masih menggantung di benaknya. Dengan cepat, ia menatap ke langit, terpesona oleh fenomena aneh yang terjadi di atasnya. Cahaya hijau kebiruan berkelap-kelip, seakan membentuk jalur samar yang menyusuri celah di antara pepohonan. Saat itu juga, Sarakha menghilang dalam sekejap tanpa sepengetahuan Isaac.
Saat Isaac berbalik kearah Sarakha, ia terkejut mendapati makhluk itu telah menghilang begitu saja, lenyap ke dalam bayang-bayang pepohonan yang tinggi menjulang, menggelapkan cahaya sekitar. Hanya suara desiran angin yang tersisa, menambah kesunyian di sekitarnya.
Isaac menghela napas panjang, mau tak mau ia harus berjalan menemukan si Penjaga Hutan itu dengan petunjuk yang sudah di beri tahu Sarakha. Isaac pun mulai melangkah mengikuti cahaya di atasnya. Setiap langkah terasa penuh ketidakpastian, namun ia tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain. Jika Vanila memang berada di tangan Penjaga Hutan, maka ia harus menemukannya sebelum segalanya terlambat.
————————
Publikasi : 28 Oktober 2024
959 kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTRAKRYSS
FantasyKetakutan bukan hanya penyakit mental yang menyerang manusia, tetapi bisa juga menjadi bencana. Isaac dan vanila terjebak di dimensi misterius bernama Batas Dunia. Saat ingin menyelamatkan Vanila, Isaac mendapat perintah dari si Penjaga Hutan untuk...