2. Lahirnya Asa

5K 20 0
                                    

Di ruang bersalin yang terasa sepi dan sunyi, Laila berbaring lemah dengan napas yang tersengal-sengal. Tubuhnya basah oleh keringat, dan matanya menatap lemah pada lampu di atasnya. Sudah hampir dua belas jam berlalu sejak kontraksi pertamanya, namun bayinya belum juga lahir. Meskipun tubuhnya terasa remuk, Laila tahu ia harus bertahan.

Di sampingnya, Andra menggenggam erat tangan Laila. Tatapan pria itu penuh kasih dan keteguhan, seakan seluruh penderitaan Laila adalah penderitaannya juga. Dengan setelan sederhana yang jauh dari kesan glamor—sesuatu yang mungkin tak akan disangka orang dari seorang pengusaha kaya—Andra mendampingi Laila sejak awal. Ketika kontraksi pertama datang, dialah yang mempersiapkan semua keperluan dan membawa Laila dengan hati-hati ke rumah sakit. Andra tak membiarkan satu momen pun berlalu tanpa berada di sisi istrinya.

"Sabar ya, Sayang... kamu luar biasa," ucap Andra sambil mengusap kening Laila yang basah.

Laila tersenyum kecil meskipun tubuhnya terasa berdenyut karena rasa sakit yang semakin tajam. "Aku sudah lelah, Mas... rasanya seperti tak ada lagi tenaga," gumamnya lirih.

Andra menggenggam tangannya lebih erat, memberikan kekuatan. "Kalau kamu merasa lelah, biarkan aku yang bawa semua rasa lelahmu itu. Kamu tinggal bertahan, Sayang, aku di sini menemanimu," ucapnya lembut, menatap penuh haru pada wanita yang sangat ia cintai.

Kata-kata itu adalah penghiburan yang luar biasa bagi Laila. Meskipun seluruh tubuhnya terasa nyeri, kehadiran Andra membuatnya merasa tidak sendiri. Di antara rasa sakit yang membakar, ia mengingat bayangan wajah kecil yang akan segera ia temui. Ini bukan hanya kelahiran anaknya, tetapi lahirnya harapan baru bagi mereka.

Bidan yang berada di ruangan itu menatap keduanya sambil tersenyum. Ia bisa melihat betapa besarnya cinta dan dukungan Andra untuk istrinya. "Baik, Laila. Kita coba mengejan sekali lagi, ya. Bayimu hampir keluar," ujarnya memberi semangat.

Laila menarik napas panjang, seluruh tenaganya ia kumpulkan dalam satu tarikan napas, lalu ia mengejan sekuat tenaga. "Enggghhh... Huhhh... Enggghhhh!" Tubuhnya kembali menegang, otot-ototnya terasa seperti akan pecah. Rasa sakit yang hebat kembali datang, namun tangan Andra yang menggenggamnya membuatnya tetap bertahan.

"Sakit sekali, Mas..." isak Laila dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Andra tersenyum lembut dan mengusap pipi Laila. "Kamu luar biasa kuat, Sayang. Sedikit lagi... Bayi kita akan segera lahir," bisiknya dengan suara penuh cinta.

Mendengar ucapan itu, Laila merasa ada kekuatan baru yang menyelimuti dirinya. Dengan tekad yang kuat, ia mengejan sekali lagi. "Enggghhh... Ahhh!" Rasa sakit seakan menyengat seluruh tubuhnya, namun ia terus berjuang.

"Ayo, Laila, sedikit lagi!" seru bidan, melihat kepala bayi mulai terlihat. "Kamu bisa, Sayang!"

Dengan satu dorongan terakhir, Laila menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa sakit yang menjalar. "Enggghhhh... Huhhh... Enggghhhh!" Suara teriakannya menggema di ruangan, memecah keheningan.

"Tangisan bayi!" suara bidan penuh sukacita. Laila merasakan kelegaan sekaligus kebahagiaan.

Dengan satu dorongan terakhir, terdengarlah tangisan kecil yang memecah keheningan. Laila tersenyum penuh haru saat bayi itu diletakkan di dadanya, dan Andra mengusap lembut bahunya, ikut menahan air mata bahagia yang membasahi matanya. Bayi itu adalah buah cinta mereka, harapan baru yang selama ini mereka nantikan.

Andra mencium kening Laila, memeluknya dengan penuh kasih sayang. "Kamu luar biasa, Sayang. Terima kasih sudah berjuang untuk keluarga kita," bisiknya dengan suara bergetar.

Di tengah rasa lelah yang luar biasa, Laila tersenyum sambil menatap bayi mungil dalam pelukannya. "Selamat datang, Asa," bisiknya, menatap wajah kecil yang kini menjadi pusat dunianya.

Andra kemudian menatap bayi mereka dengan penuh kelembutan. Dengan hati-hati, ia mengusap kepala bayi itu, seolah-olah sentuhan kecilnya bisa memberikannya kehangatan dan perlindungan. "Kita akan menjaga Asa sebaik-baiknya, dan kamu tidak akan pernah sendiri, Sayang. Aku akan selalu ada untukmu dan Asa," katanya dengan penuh keyakinan.

Laila merasa penuh rasa syukur. Di sampingnya ada seorang suami yang bukan hanya mencintainya, tetapi juga menjadi pelindung dan pendamping dalam suka dan duka. Malam itu, Laila tahu bahwa tidak hanya Asa yang lahir, tetapi juga harapan baru bagi keluarganya—keluarga yang akan mereka bangun bersama dengan cinta dan dukungan tak terhingga.

Love and BirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang