“Kenapa orang baik selalu hilang? Karena orang baik di sayang Tuhan.”
---Bumi Kala---
__________✨__________
"GOLLLL!?"
Haikal dan Bumi saling berpelukan erat setelah kerjasamanya memasukkan bola ke gawang lawan. Sore ini, setelah Bumi mengajar anak-anak jalanan Haikal tiba-tiba menelponnya untuk bermain futsal. Bumi yang memang sudah free mau-mau saja.
"Istirahat dulu, capek gue!" Ucap Haikal lebih dulu duduk di pinggir lapangan
Bumi menyusul. Ia duduk di samping Haikal. Keduanya seperti berebut udara karena sama kelelahannya setelah bermain. Haikal menoleh pada Bumi, ia menyenggol lengan temannya itu.
"Udah izin ayah lo? Takut, lo besok berangkat sekolah babak belur."
Bumi terkekeh, "Udah biasa. Gue izin juga gak ada gunanya. Ayah gak akan buka chat dari gue. Biarin aja babak belur. Udah kebal, kok."
"Lo kebal. Gue sama yang lain yang gak tega. Jangan sering-sering pasrah. Sesekali harus di lawan!" Haikal berucap menggebu
"Gak boleh nanti kualat sama orang tua. Kan yang salah gue, yang pulang telat gue yang gak ngabarin gue. Wajar kan kalau ayah marah?"
"Apa? Wajar? Woy, bangun njing. Wajar dari mana sampai geserin tulang rahang lo? Perkara lo salah bawain pesanan Langit, ayah lo yang ngamuk sampai jahit tiga tuh kepala."
Bumi berdecak malas, "Udah kejadian dua bulan lalu masih aja dendam."
Haikal melotot emosi, "Ya iya lah anjing. Yang benar aja. Perkara baso lima belas ribu aja lo sampai di jahit tiga. Kocak!"
Bumi hanya tersenyum tipis. Ia tidak lagi kesal akan kejadian itu. Sudah lama, toh juga Bumi sering mengalaminya. Jadi, untuk apa di ingat lagi? Bumi juga sudah tidak peduli ada berapa banyak luka yang sudah ia alami selama ini. Terlalu sering merasakan sakit, membuat Bumi mati rasa.
"Bumi," panggil Haikal pelan. Matanya masih fokus pada hapenya, "Kita ke rumah Jefan sekarang!"
Bumi mengernyit, "Buat apa?"
"Cek grup!"
Bumi cepat-cepat membuka ponselnya. Lalu, matanya melebar. Ia bersitatap dengan Haikal. Pemuda berkulit tan itu mengangguk dengan mata panik. Keduanya bergegas merapikan tasnya dan pergi dari lapangan.
Singkatnya mereka sampai di rumah Jefan. Rumah bercat hijau itu ramai. Segera mereka berjalan ke sana. Ternyata teman-teman mereka sudah ada di sana. Jefan duduk di antara Ren dan Satria. Anak itu termenung dengan tatapan kosong.
"Jef," panggil Bumi pelan. Setelah menjatuhkan tasnya, ia berjongkok di depan Jefan, "Sorry gue telat. Jangan di pendam, kalau mau nangis. Nangis aja!"
Jefan dengan perlahan menatap Bumi. Ia tersenyum pedih. Kepalanya menggeleng pelan. Mengisyaratkan bahwa dia baik-baik saja dengan kehilangan ini.
"Jangan bilang gak pa-pa Jef. Nangis, aja. Cowok boleh nangis. Ayo, nangis!" Balas Bumi
Jefan kehilangan dunianya, cintanya, dan surganya. Baru saja, Ren mengabari bahwa ibunda Jefan telah berpulang. Beliau memang menderita sakit kurang lebih sebulan ini. Tidak menyangka akan secepat ini. Padahal dua hari lalu ketika Bumi berkunjung beliau sudah bisa di ajak berkomunikasi. Bahkan sudah bisa tertawa karena lelucon garing Bumi.
"Bunda ... Bumi, bunda udah gak ada!" Bumi bisa merasakan hancurnya Jefan hari ini
Bumi berdiri. Merangkul tubuh lemas Jefan. Terus menepuk punggung Jefan dengan ritme pelan. Matanya menatap teman-temannya satu persatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] DEAR, ABANG ✓
Fanfiction(COMPLETE) "Kita sama, tapi kenapa ayah cuma sayang sama lo, bang?" Bumi Kala Atmaja punya sejuta kebohongan yang ia sembunyikan. Luka-luka di sekujur tubuhnya berhasil ia sembuhkan tanpa bantuan orang-orang. Termasuk Langit Biru Atmaja--kakak kemba...