Histeris

300 29 0
                                    

Karena tidak mendapatkan maaf dari Ibu mertuanya, membuat Angger merasa semakin hancur. Namun Angger juga tidak bisa menyalahkan wanita itu, sebab semua itu terjadi atas kesalahannya sendiri.

"Saya hanya memiliki Bunga di dunia ini juragan muda. Tolong kembalikan putri saya kalau Anda sudah tidak menginginkannya lagi."

Kalimat itu yang dikatakan oleh Bi Zaenab yang merupakan Ibu mertuanya. Ketika Angger bersujud dan meminta maaf kepada wanita itu. Bi Zaenab bahkan mengatakan dengan bahasa formal. Selayaknya pelayan dan majikan. Bukan seperti Ibu mertua dan menantu. Mungkin karena kekecewaan wanita itu yang sudah teramat dalam.

Pernikahannya dengan Bunga memang sebuah keterpaksaan saja. Tapi kenapa hati Angger begitu sakit, saat Bi Zaenab mengatakan kalimat itu kepadanya. Membuat rasa ketakutan Angger tiba-tiba menyeruak.

Tiba-tiba saja Angger merasa ketakutan kehilangan Bunga. Apalagi setelah kehilangan bayi mereka. Entah mengapa Angger merasa tidak terima kalau dia harus mengembalikan Bunga kepada Ibunya.

Bagaimanapun juga Bunga adalah istrinya. Mana mungkin Angger mau mengembalikan Bunga kepada Ibunya. Angger merasa tidak rela. Meskipun tidak pernah sekalipun pria itu memperlakukan Bunga dengan baik selama pernikahan mereka.

"Tidak, aku tidak mau kehilangan Bunga setelah aku kehilangan bayiku. Kehilangan mereka berdua pasti akan membuatku akan semakin hancur."

Angger meremas dan menarik rambutnya sendiri dengan begitu kuat. Pria itu duduk dengan lemas di atas dinginnya lantai rumah sakit, sembari menyandarkan punggungnya pada tembok. Angger merasa kehidupan dan dunianya sudah hancur dan berantakan. Angger tidak pernah menduga hal seperti ini akan terjadi kepadanya.

Rasanya sakit sekali kehilangan bayi yang dulu tidak pernah ia harapkan kehadirannya. Dulu Angger merasa dengan adanya bayi itu akan semakin mempersulit hidupnya. Namun sekarang ia begitu kehilangan.

"Maafkan aku Bunga, hiks hiks. Tolong maafkan aku. Seandainya aku bisa bersikap lebih baik kepadamu dan juga calon anak kita. Kejadian seperti ini tidak mungkin aku rasakan. Kita juga tidak perlu kehilangan bayi kita. Semuanya memang salahku."

Angger masih menangis dengan posisi yang sama. Tidak peduli jika ada banyak pasang mata yang sedang melihatnya. Dengan tatapan heran dan juga prihatin.

***

Setelah tidak sadarkan diri selama tiga hari. Akhirnya Bunga membuka kedua matanya dengan perlahan. Dan itu diketahui oleh Bi Zaenab untuk pertama kalinya. Membuat Ibu dan kedua mertuanya merasa senang saat melihatnya.

"Bunga kau sudah sadar Nak?"

Bunga berhasil membuka matanya dengan lebar. Namun wanita itu terlihat masih linglung. Dengan perlahan tangan wanita itu bergerak menyentuh kepalanya sendiri yang sudah diperban. Bunga merasakan kepalanya sedikit nyeri. Sebelum kembali mengarahkan pandangan ke arah Ibu dan juga kedua mertuanya secara bergantian.

"Ibu," ucap Bunga dengan suara yang hampir tak terdengar.

"Iya Sayang ini Ibu, Nak."

Bi Zaenab semakin mendekat dan menggenggam tangan putrinya yang terbebas dari jarum infus.

"Bunga di mana Bu?" tanya Bunga merasa kebingungan saat melihat ruangan asing yang tidak dikenalnya.

"Kau sedang berada di rumah sakit Sayang," jawab Bi Zaenab.

"Rumah Sakit?" ulang Bunga.

"Iya Sayang."

"Apa yang terjadi Bu?" tanya Bunga lagi. Wanita itu masih belum menyadari jika perutnya sudah kempes.

"Beberapa hari yang lalu kau mengalami kecelakaan Nak," jelas Bi Zaenab.

Mendengar penjelasan Ibunya membuat Bunga mengerutkan kening. Berusaha untuk mengingat kembali apa yang sudah terjadi kepada dirinya, sebelum ia masuk ke dalam rumah sakit.

Tiba-tiba saja Bunga teringat tentang bayinya. Sehingga dengan perlahan Bunga melepaskan tangannya dari genggaman sang Ibu. Bunga berusaha untuk meraba perutnya sendiri.

"Bu di mana bayiku? Apa dia sudah lahir? Aku ingin melihatnya," ucap Bunga dengan begitu antusias.

Reaksi berbeda ditunjukkan oleh Bi Zaenab, Nirmala, dan juga Tuan Anggoro. Sebab mereka tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Bunga.

"Kenapa Ibu diam saja?" bingung Bunga karena tidak ada yang mau menjawab pertanyaannya.

Melihat Ibu dan kedua mertuanya tiba-tiba menangis, membuat Bunga merasakan adanya hal yang tidak beres.

"Cepat katakan di mana bayiku," desak Bunga yang mulai cemas.

Melihat itu Nirmala segera mendekat dan berusaha untuk menenangkan Bunga.

"Tenang Bunga. Sabar Sayang. Kau harus kuat menjalani ini semua," ucap Nirmala berusaha untuk menenangkan.

"Maksud Bunda apa?" tanya Bunga semakin merasa penasaran.

"Ba-bayimu, bayimu sudah tidak ada lagi di dunia ini."

Sebenarnya Nirmala tidak tega mengatakannya. Karena dia tidak mau membuat menantunya bersedih. Namun wanita itu harus tetap mengatakan hal yang sebenarnya kepada Bunga, agar Bunga kuat menjalani ujian hidupnya.

"Tidak, tidak mungkin. Bayiku tidak mungkin meninggal. Aku mau bayiku! Aku mau bayiku!"

Bunga berteriak histeris hingga membuat semua orang merasa kesulitan untuk bisa menenangkannya. Sehingga Tuan Anggoro berinisiatif untuk segera memanggil dokter. Dengan cara menekan tombol yang ada di atas ranjang.

Sementara itu di luar ruangan Angger merasa kebingungan, saat melihat seorang dokter dan beberapa orang perawat sedang berlarian menuju ke ruang rawat inap Bunga. Pria itu merasa panik takut terjadi sesuatu kepada Bunga. Sehingga dengan cepat Angger mencekal tangan salah satu perawat untuk dimintai keterangan.

"Apa yang kau lakukan? Cepat lepaskan aku. Aku sedang terburu-buru!"

Perawat yang merasa terkejut karena perlakuan Angger tersebut, berusaha untuk melepaskan tangannya dari cekalan Angger.

"Apa yang terjadi? Kenapa kalian terlihat begitu terburu-buru? Apa ada sesuatu yang terjadi kepada Bunga?" tanya Angger dengan memberikan tatapan tajam kepada perawat tersebut.

"Ada keadaan darurat. Cepat lepaskan aku."

Angger merasa shock mendengar apa yang dikatakan oleh perawat kepadanya. Hingga pria itu tidak sadar saat perawat tersebut berhasil melepaskan diri darinya. Dan pergi dengan begitu saja menuju kamar inap Bunga.

Angger benar-benar merasa takut sesuatu terjadi kepada Bunga. Karena hanya dirinya saja yang seperti orang bodoh dan tidak tahu apa-apa tentang keadaan Bunga saat ini. Angger hanya bisa mondar-mandir di depan pintu ruang perawatan Bunga. Tanpa bisa melakukan apa-apa.

Perhatian Angger teralihkan, saat pria itu mendengar suara pintu yang berada di belakangnya terbuka. Angger melihat kedua orang tua dan juga Ibu mertuanya keluar dari ruangan dengan menunjukkan wajah sedih.

Angger yang sudah tidak sabar ingin mengetahui bagaimana keadaan Bunga segera mendekat.

"Ayah, tolong katakan kepada Angger. Apa yang sedang terjadi kepada Bunga? Kenapa dokter dan perawat tadi berlarian seperti ada sesuatu yang telah terjadi kepada Bunga?"

Angger sangat berharap Ayahnya mau menjawab pertanyaannya tadi. Namun reaksi yang berbeda diberikan oleh Tuan Anggoro terhadap putranya.

"Kenapa kau masih di sini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk pergi. Karena keberadaanmu di sini tidak dibutuhkan!"

Tuan Anggoro begitu ketus mengusir putranya, agar tidak lagi mendekat kepada Bunga. Pria itu benar-benar merasa sangat kecewa akan perbuatan putranya selama ini.



Bunga di Dapur Mama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang