11. Masa lalu

201 89 261
                                    

Halo semua~
I'm back, haha

Ada yang nungguin cerita ini ?👀
Terimakasih bagi yang sudah sudi menunggu :D

Mari mulai, tapi jangan lupa vote dan komennya sayang~

"Persahabatan itu dimulai oleh dua insan yang merindukan kematian mereka"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Persahabatan itu dimulai oleh dua insan yang merindukan kematian mereka"

~Happy reading~

.

"Dasar, lemah!" Anak laki-laki yang meringkuk di dinding belakang sekolahnya itu terus tertunduk walaupun berbagai siksaan telah ditujukan pada tubuhnya.

Tubuhnya kecil, ia mungkin tak memiliki tenaga untuk melawan kakak kelasnya yang lebih besar darinya itu. Ia hanya bisa berteriak dalam hatinya, meminta tolong pada siapapun yang dapat mendengarkan jeritan hatinya.

"Lo harusnya mati aja, tau nggak ? Manusia lemah kayak lo nggak akan bertahan hidup di dunia ini!" Matanya memicing, jantungnya tersayat mendengar kata-kata itu. Namun sepertinya ada benarnya, lebih baik ia mati daripada harus mendapatkan siksaan ini dari hari ke hari, bukan ?

"Bunuh.. aku.." lirihnya kepada tiga kakak kelas di hadapannya, yang membuat mereka tertawa dengan senangnya.

"Hahaha bagus ! Lo makin hari makin nurut !" Belum sempat kayu balok yang dipegang salah satu oleh mereka menghantam kepalanya, balok tersebut jatuh ke tanah. Dirinya sendiri terhempaskan ke samping untuk menghindari perkelahian diantara 4 orang di depannya.

Hanya dengan beberapa tinju dan pukulan, 3 kakak kelas yang mengganggunya tadi telah tumbang dan lari menjauh dari mereka.

"Kamu gapapa ?" Suara yang lembut namun berkesan tegas itu terdengar manis di telinganya. Seperti ada sesuatu di balik orang yang memiliki suara yang meraihnya. Hangat, seperti sinaran mentari pagi yang menyapu kulit setiap manusia pagi ini.

Wajah pemilik suara itu tak dapat terlihat dengan jelas, karena sinar matahari yang menghalangi matanya untuk melihat kedepan.

"Bisa berdiri ?" Orang itu kemudian mengulurkan tangannya untuk membantu anak laki-laki di depannya. Anak itu berdiri dengan bantuannya. Senyum mengembang dari orang di depannya, dan lagi-lagi suara candunya terdengar di telinga remaja itu.

"Aku Minho, Lee Minho. Dari kelas IX-1, salam kenal."


***

Jeongin berjalan di kooridor sekolah. Pelajaran tentang kerajinan di kelasnya baru saja selesai saat itu. Jam istirahat sedang berlangsung sekarang, dan dia berniat untuk pergi ke kantin barangkali membeli sebungkus roti untuk dimakan dan juga sekaleng minuman segar untuk menyegarkan pikirannya yang kusut.

          

"Eh, aku baru nemu artikel ini, tau!" Jeongin melewati sekelompok remaja wanita yang berkumpul di meja kantin. Sepertinya salah satu dari mereka membawakan kabar yang akan membuat yang lainnya heboh.

"Kalian tau nggak sih Arcadia High School ? Gue namu desas-desus kalau sekolah itu baru ngeluarin salah satu siswanya atas kasus pembunuhan dua orang temennya, tau ! Nah, kabarnya si siswa ini tuh ketempelan gitu, dan itu yang buat dia bunuh temen-temennya. Ga ada artikel lengkap tentang ini, kalau gitu sekolah seakan nutupin tentang muridnya itu yakan ? Gila banget nggak, sih !?"

Klang

Sekaleng minuman yang di pegang Jeongin jatuh ke lantai. Wanita yang membawa kabar tadi menoleh pada Jeongin. Jeongin segera menunduk minta maaf dan pergi dari kantin setelah kejadian itu.

"Semuanya salahmu, Yang Jeongin."

"Ghh, diam !" Jeongin menutupi telinganya dikala suara-suara aneh mulai muncul dan berbisik di sana. Hanya satu tempat yang dapat terpikirkan olehnya, Rooftop sekolah. Kakinya melangkah ke sana dengan segera dan segenap rasa takut, menyesal serta bersalah yang menyelimutinya.

"Do Hyun harusnya ngga akan mati karna kamu!"

"Stop.." Jeongin berkata dengan frustasi sembari masih menutupi telinganya. Ingatan-ingatan tentang masa lalunya di SMA tempatnya dulu kembali terputar bak video rekaman yang utuh di otaknya.

"Kenapa kamu malah bunuh dia !?"

"Cukup.." ia terduduk lemas, menyesali segalanya, rasa sesak di dadanya terus bertambah dari detik ke detik lainnya.

"Kamu penghianat, Jeongin! PENGKHIANAT !"

"Pembunuh.. k-kamu bunuh semua.."

"Dasar, Iblis."

"CUKUPP!!" Jeongin berteriak frustasi, suara teriakannya yang kencang terbawa oleh angin dan menghilang begitu saja.

"Aku mohon.., cukup.." bulir air mata jatuh membasahi pipinya. Tangis keputusasaan mulai pecah disaat tak ada siapapun yang melihatnya. Nafasnya yang tak beraturan turut membuat dadanya terasa sakit.

"Maafin aku.. aku nggak bermaksud.." tiba-tiba saja, ia teringat akan sebuah gunting yang disimpannya di kantongnya setelah pelajaran kerajinan tadi. Jeongin mengeluarkannya dari kantongnya dan menatapnya dengan mata yang terhalang air mata.

Segenap keinginan akan kematiannya muncul kembali, ia tatap gunting itu dengan hasrat yang tinggi akan kematiannya.

"Ya, harusnya kau melakukannya dari dulu." Tangan Jeongin seolah tergerak sendiri untuk mengayunkan ujung gunting itu pada bagian ulu hatinya. Senyum getirnya ia tunjukkan, seakan-akan sudah benar bersiap untuk kematiannya.

"Kak Hyunjin, maaf.." lirihnya dan kemudian tanpa beban mengayunkan gunting itu.

"JEONGIN SADAR !" Gunting itu tercampak ke arah sampingnya, menyisakan keterkejutan di wajah Jeongin.

Plakk!

"LO MAU APA !?" Bentak Minho setelah sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Jeongin, siapa lagi pelakunya jika bukan Minho sendiri yang melakukannyak?

"MATI! GUE MAU MATI !" Bentak Jeongin kepada Minho yang memegangi tangannya.

"Mati ngga akan nyelesain masalah lo, sialan ! Lo harus tanggung jawab ! Bukan pergi tanpa dijemput gini, tolol!" Maki Minho yang sudah berada di puncak geramnya kepada Jeongin. Ia tak tau lagi apa yang harus dikatakannya pada Jeongin. Yang ia tau, Jeongin adalah manusia terbodoh yang ia kenal.

Destiny [✓]Where stories live. Discover now