Kali ini, kubuat semua orang menatapku dengan kagum. Tidak ada lagi sindiran karena aku membuktikannya melalui tindakan, bukan hanya ucapan
-Acacia Victoria-
***
"Memangnya kenapa, sih?"
Oladder tidak habis pikir, Acacia masih bersikeras mencari hewan buruan untuk dibawa ke akademi. Demi apapun, Oladder sudah mengatakan kalau Mr. Elbert – guru yang memberikan tugas tersebut telah setuju jika Acacia dinyatakan lolos dengan nilai sempurna sebagai ganti telah memusnahkan Sapi Iblis. Acacia tidak perlu mencari lagi hewan buruan demi tugas, Oladder sudah mengatakannya puluhan kali hari ini dan gadis itu tak mendengarkannya.
Sementara Acacia beberapa kali meringis. Luka di bahunya masih terasa dan belum benar-benar kering. Sejak keberangkatannya menuju Hutan Endelion, Oladder tak henti-hentinya memberikan ceramah serta melarangnya pergi sekadar istirahat di penginapan. Bahkan ide Oladder disetujui oleh Minno selaku pemilik penginapan.
"Aku hanya merasa aneh kalau tidak – "
"Kamu hanya memikirkan ucapan para murid yang akan menuduhmu mendapatkan nilai bagus sebab mengalahkan Sapi Iblis?" sela Oladder.
Acacia menoleh, enggan menatap Oladder karena dipastikan temannya itu tengah memelototinya.
"Astaga!" Oladder frustrasi. "Perlu bukti apalagi untuk menyakinkanmu kalau membunuh Sapi Iblis bahkan seribu tingkat lebih baik daripada mendapatkan hewan buruan?"
"Entah," cicit Acacia.
Mengenai Mr. Elbert, pria itu sudah kembali pagi harinya karena beberapa tugas harus diselesaikan sembari menunggu para muridnya mendapatkan hewan buruan dari beragai wilayah. Masalah Acacia termasuk darurat sampai Mr. Xanne memerintahkanya mendatangi wilayah Endelion demi memeriksa keadaan muridnya.
Oladder yang kesal akhirnya pergi. Ia memilih mencari hewan buruan sendiri daripada meluapkan emosinya pada Acacia.
"Terserah padamu!"
Acacia melihat kepergian Oladder pun merasa bersalah. Ia memang keras kepala, keinginannya harus diwujudkan apapun halangannya. Itu pasti membuat Oladder dengan kesabaran lebih dalam menghadapinya merasa lelah. Acacia ingin menyusul temannya itu, tetapi mengingat luka di bahunya belum sepenuhnya sembuh maka Acacia memilih berburu tak terlalu jauh ke dalam hutan.
Hutan Endelion, berapa kali Acacia harus menyebut keindahan tempat ini kalau saja tidak ada Sapi Iblis yang datang menyerang. Ia beruntung karena masih hidup. Minno bilanh, Sapi Iblis setelah diserang terakhir kali memang hampir sekarat dan Minno langsung membunuhnya. Itulah yang membuat Acacia merasa bukan dirinya sendiri yang membunuh Sapi Iblis, melainkan Minno.
Acacia ingin membawa hewan buruan sendiri, bukan hasil membunuh Sapi Iblis. Namun, sudah setengah jam berlalu tak ada hewan yang sesuai dengan keinginannya. Acacia bersandar di bawah pohon besar kemudian memejam.
Halo!
Seketika Acacia membuka mata. Kini, di hadapannya terdapat dua makhluk kembar asik menatapnya penuh minat dan ia bangun tanpa memikirkan bahunya.
"B-bagaimana bisa Peri Hutan di sini?"
Peri Hutan. Acacia bahkan tak percaya makhluk itu ada di pulau para penyihir sebab tidak mungkin ras lain masuk ke dalam wilayah penyihir kecuali dalam keadaan darurat. Namun, di hadapannya terbukti terdapat Peri Hutan asik menatapnya bingung dan terdapat dua peri.
"Memang aneh jika kami di sini?" tanya Peri Hutan berambut hijau sepundak dengan iris serupa. "Aneh ya, Jilion?"
Kembaran dari Peri Hutan perempuan itu adalah laki-laki bernama Jilion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Magician Destiny [Tamat]
FantasyKetahuilan bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil. Jika memang tidak bisa mendapatkan akhir yang baik setelah semua usaha itu, hal yang perlu dilakukan adalah berusaha kembali. Tidak perlu terburu-buru karena yang terpenting adalah berhasil. Itu...