Bayu dan Lila memulai perjalanan ke dalam Hutan Geni. Hutan itu lebih gelap dan menakutkan dari sebelumnya, dengan bayangan yang terus mengikuti mereka. Lila membawa lentera yang bersinar redup, sementara Bayu merasa kekuatannya sebagai penjaga mulai melemah setiap kali mereka mendekati altar.
Di tengah perjalanan, mereka diserang oleh makhluk-makhluk bayangan yang mencoba menghentikan mereka. Namun, Bayu masih memiliki kendali atas sebagian dari kekuatannya sebagai penjaga. Dengan teriakan lantang, ia memerintahkan makhluk-makhluk itu untuk mundur.
"Kenapa mereka menyerangmu? Bukankah kau pemimpin mereka?" tanya Lila.
"Mereka tahu aku berkhianat. Aku melawan perjanjian yang telah lama mereka lindungi," jawab Bayu dengan napas berat.
Ketika mereka akhirnya sampai di altar terlarang, mereka menemukan sebuah pilar batu raksasa yang dihiasi simbol-simbol kuno. Pilar itu memancarkan cahaya merah samar, dan di sekitarnya, bayangan makhluk-makhluk gaib bergerak tanpa henti.
"Ini dia," bisik Lila. "Ini sumber kekuatan mereka."
Bayu mendekati altar, tetapi segera merasakan tubuhnya melemah. Pilar itu seolah-olah menguras sisa-sisa kemanusiaannya, mencoba mengubahnya sepenuhnya menjadi bagian dari dunia gaib.
"Kita harus menghancurkannya sekarang!" seru Lila. Ia mengeluarkan sebuah belati yang telah dilumuri minyak kelapa suci, sebuah benda yang ia temukan di antara barang-barang peninggalan Pak Sarman.
Namun, sebelum mereka bisa bergerak, sosok besar muncul dari balik kegelapan. Itu adalah makhluk yang pernah Bayu panggil di malam ritual, roh pelindung desa yang kini menjadi penjaga altar.
"Kau tidak akan menghancurkan perjanjian ini, Bayu," ujar makhluk itu dengan suara menggema. "Kau adalah bagian dariku sekarang. Tanpa perjanjian ini, dunia kalian akan jatuh ke dalam kekacauan. Apa yang kau perjuangkan hanyalah sia-sia."
Bayu tahu ia tidak bisa mengalahkan makhluk itu dengan kekuatan, tetapi ia menyadari sesuatu: makhluk itu hanya memiliki kekuasaan selama perjanjian tetap ada.
Ia memerintahkan Lila untuk menusuk pilar dengan belati. Sementara itu, Bayu menghadang makhluk tersebut, menahan serangannya dengan sisa kekuatannya.
Saat belati itu menembus pilar, suara gemuruh memenuhi hutan. Pilar itu retak, dan cahaya merah berubah menjadi kilatan putih terang. Makhluk penjaga altar mengeluarkan jeritan melengking sebelum menghilang menjadi debu.
Namun, Bayu merasakan tubuhnya mulai lenyap.
"Lila... kau harus pergi. Ini akhir bagiku," ujar Bayu, suaranya lemah tetapi penuh kelegaan.
"Tidak! Aku tidak bisa meninggalkanmu!" teriak Lila.
Bayu tersenyum tipis. "Terima kasih telah memberiku kesempatan kedua. Tapi inilah takdirku. Jika desa ini harus bebas, maka aku harus menjadi penebusnya."
Dalam kilatan terakhir cahaya, Bayu menghilang bersama altar yang hancur. Hutan Geni menjadi sunyi, dan saat Lila melangkah keluar, ia melihat desa yang dulunya terperangkap kini berubah menjadi tanah kosong. Tidak ada lagi reruntuhan, tidak ada lagi makhluk gaib—hanya kedamaian.
Setelah Bayu menghilang bersama altar terlarang, dunia seolah-olah kembali normal. Desa Kalangkang, yang dulunya lenyap, kini menjadi tanah kosong yang dipenuhi pepohonan biasa. Tidak ada lagi bisikan gaib, tidak ada lagi bayangan yang mengikuti. Namun, Lila merasa ini belum sepenuhnya berakhir.
Meskipun desa tampak "bebas," ada sesuatu yang aneh di tempat itu. Setiap kali Lila mendekati area yang dulunya menjadi pusat Desa Kalangkang, ia merasa ada kehadiran yang tidak terlihat. Seolah-olah Bayu masih di sana, meski tidak lagi terperangkap sebagai penjaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Teror di Desa Kalangkang
AdventureMalam Teror di Desa Kalangkang, mengisahkan tentang serangkaian kejadian misterius dan mengerikan yang terjadi di sebuah desa terpencil. Ketika malam tiba, teror dimulai, dan dua wanita muda berusaha mengungkap kebenaran di balik kekuatan gelap yang...