105

1.9K 437 79
                                    

"Ayah keren gak?"

Rion menganggukan kepala dengan senyuman lemahnya di balik masker BiPAP yang masih nyaman dia pakai karena terasa lebih baik dalam membantunya bernapas di pagi hari ini.

Hardian berdiri di ujung tempat tidur mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja putih, rambut hitamnya yang sudah didominasi warna putih tertata rapi.

Kaki Hardian mengayun ke dekat tempat tidur elektrik yang tengah ditiduri oleh putranya, kemudian duduk di tepian.

"Ayah jalan, Yah."

Rion mengangguk, senyuman lemahnya belum hilang, hanya menipis, seolah mempertahankan senyuman itu saja terasa melelahkan.

"Peluk dulu, Clarion Ayah yang hebat banget ini."

Hardian membawa tubuh lemas Rion ke dalam pelukan. Dalam peluknya semakin terasa betapa ringkih tubuh putranya itu sekarang.

Pelukannya tak lama, Hardian membaringkan Rion kembali, saking lemasnya putranya itu seolah tidak memiliki kendali atas tubuhnya, tiga hari berjalan begini, sejak Rion menerima surat pengumuman Yudisium yang dikirim dalam format PDF melalui pesan WhatsApp, padahal di hari itu Rion antusias untuk menjaga kondisi tubuhnya agar bisa menghadiri Upacara Yudisium yang diadakan di Auditorium utama kampus.

"Ayah cuma wakilin Yudisium aja, ya. Nanti wisuda Iyong harus dateng, Ayah sama Bunda nemenin aja."

Rion mengangguk.

"Buket," ucapnya dengan sangat lirih.

"Udah ada di mobil," sahut Hardian.

Sebelum terbitnya undangan Yudisium, Rion memesan buket custom yang berisi foto polaroid perjalanan dia dan tiga kawannya dari awal masa perkuliahan sampai kemarin sidang akhir, di buket itu ada kartu ucapan yang tertulis undangan untuk fitting jas, hadiah untuk mereka.

"Ayah jalan dulu, ya."

Hardian memandangi wajah pucat Rion lalu mengecup tangan kurusnya yang dia genggam. Kemudian sebelum beranjak dikecupnya kening putranya itu, berat sekali untuk pergi, harusnya Rion yang menghadiri, Hardian hanya bertugas mengantarkan.

Di meja makan, ada Lena dan Erlin yang menggendong Altair, keduanya tengah mengeluarkan air mata.

Rafli sedang mengantarkan Junior dan Qaisar ke sekolah, sementara Bilal berangkat ke rumah sakit satu jam yang lalu.

"Ayah jalan," pamit Hardian.

Lena mengangguk.

Hardian memeluk istrinya beberapa saat lalu mengecup puncak kepalanya, kepada Erlin juga begitu, dan Altair yang tidur di pangkuan ibunya pun mendapat bagian kecupan di dahi kecilnya.

Hardian bergegas, nanti teman-teman Rion akan menunggunya di parkiran.

Begitu mobil keluar dari gerbang rumah, air mata Hardian langsung turun, isaknya pecah, suaranya tidak nyaring, tapi akan cukup untuk menohok hati orang yang mendengarnya.

.

Di parkiran Adam, Yuzi, dan Gazza sudah ada menunggu kedatangan Hardian. Ketiganya mengenakan setelan kemeja yang dibalut jas almamater dan memakai sepatu pentofel. Tampak rapi dan tampan.

"Om."

Hardian menyambut tangan yang terulur sembari dipeluknya singkat tiga anak muda yang bermata kemerahan itu.

"Iyong gimana?" tanya Adam, yang selalu menjadi si paling tegar, walaupun pada akhirnya lama-lama air matanya akan ikut mengalir juga.

"Baik, cuma lemes aja. Gak terlalu buruk kok kondisinya," sahut Hardian diakhiri senyuman. Sebelum sampai di parkiran, sudah dia pastikan terlebih dulu wajahnya tidak seperti orang yang habis menangis.

Just🌹StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang