9. One Of The Girls

52 7 0
                                    

Keramaian di klub semakin memuncak ketika lagu "One of the Girls" mulai mengalun, membuat suasana semakin panas. Lampu-lampu berwarna-warni berkedip cepat, dan teman-teman Leeseo semakin hanyut dalam ritme lagu, menari dengan penuh semangat di lantai dansa.

Namun, di sudut meja mereka, Leeseo duduk dengan kepala bersandar pada lengan Sarang. Wajahnya memerah akibat alkohol, dan matanya setengah tertutup. Sarang, yang jelas-jelas lebih sadar, terlihat cemas sambil mencoba menenangkan temannya itu.

"Leeseo,  nggak apa-apa? Kan Dibilangin Juga nggak usah maksa minum, kan?" kata Sarang sambil memegang bahu Leeseo agar tetap tegak.

Leeseo tertawa kecil, tapi suaranya terdengar lemah dan serak. "Sarang… lo tahu nggak? Gue ngerasa… kayak gue lagi mimpi. Kayak semua ini nggak nyata," gumamnya dengan suara yang terdengar lebih pelan dari biasanya.

Sarang memutar bola matanya, bingung harus bagaimana. "Iya, lo mimpi. Mimpi jelek karena minum terlalu banyak. Sekarang coba lo sadar. Gue nggak mau lo makin kacau."

Leeseo mendongak sedikit, menatap Sarang dengan mata yang sayu. "Sarang… lo temen gue yang paling baik. Gue suka lo… bener-bener suka lo… Tapi bukan suka yang itu. Lo ngerti kan?" ucapnya dengan nada bingung, seakan kata-katanya meluncur tanpa kendali.

Sarang tercengang mendengar itu, tapi ia tahu Leeseo hanya mabuk. "Iya, gue ngerti, Leeseo. Sekarang lo diem dulu. Jangan banyak ngomong kalau lagi kayak gini."

Leeseo menggeleng pelan, senyumnya lemah. "Tapi… Sarang, gue pengen bilang aja. Kadang gue ngerasa kayak gue sendirian, tahu? Tapi pas lo ada, gue nggak pernah ngerasa kayak gitu. Lo hebat banget, Sarang. Hebat banget…"

Sarang mencoba menenangkan Leeseo, tetapi kata-kata temannya itu justru membuatnya sedikit tersentuh. Ia menghela napas panjang, sambil memeriksa sekitar. Gehlee dan teman-teman lainnya masih sibuk di lantai dansa, tak memperhatikan mereka berdua.

"Leeseo, denger ya. Gue ada buat lo, selalu. Tapi lo nggak boleh kayak gini terus. Sekarang, kita harus cabut dari sini. Lo udah cukup parah."

Namun, sebelum Sarang sempat berdiri, Leeseo menarik lengannya dengan lemah. "Sarang… gue ngerasa bersalah sama Bu Wonyoung. Gue janji bakal baik-baik aja, tapi lihat gue sekarang…" ujarnya dengan nada hampir menangis.

Sarang mengusap kepala Leeseo dengan lembut, mencoba menenangkannya. "Udah, nggak apa-apa. Bu Wonyoung nggak bakal marah kok. Nanti gue bantu lo buat ngomong sama dia, oke?"

Leeseo mengangguk pelan, tetapi matanya sudah mulai tertutup. Tubuhnya semakin berat, dan Sarang harus menopangnya agar tidak jatuh.

Lagu "One of the Girls" masih menggema di seluruh ruangan, tetapi bagi Sarang, fokusnya hanya satu: membawa Leeseo keluar dari situasi ini sebelum sesuatu yang buruk terjadi.

Ia melirik teman-temannya di lantai dansa, tetapi tahu mereka terlalu asyik untuk menyadari apa yang sedang terjadi. Dengan hati-hati, Sarang membantu Leeseo berdiri.

"Ayo, Leeseo. Gue bawa lo keluar dari sini," katanya dengan nada tegas.

Namun, sebelum mereka bisa melangkah, Leeseo bergumam lagi, hampir tidak terdengar. "Sarang… gue pengen ketemu dia… Bu Wonyoung…"

Sarang tersenyum kecil, meskipun cemas. "Iya, nanti kita ketemu dia. Sekarang, keluar dulu, ya."

Leeseo yang sudah setengah mabuk tiba-tiba menggeleng keras saat Sarang mencoba membantunya berdiri. Tubuhnya terasa berat, tapi genggamannya pada lengan Sarang cukup kuat untuk menahan mereka berdua di tempat.

“Enggak, gue nggak mau keluar, Sarang…” Leeseo menggumam dengan nada memberontak, matanya setengah terbuka tapi penuh kebingungan. “Gue masih di sini aja, gue nggak apa-apa…”

IN SILENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang