.
.
.
Sebelum baca jangan lupa Vote yang ada di ujung kiri bawah ya sayang-sayang aku><
Happy Reading!!
Naven menatap Veline yang masih tertidur. "Sayang sekali kulit cantikmu terluka," gumam Naven yang masih betah memandang wajah tenang istrinya. Saat Naven hendak menyentuh wajah Veline, tiba-tiba saja ponsel Naven berdering.
Drrrrt!
Naven berdecak, tak urung ia mengangkat panggilan tersebut.
"Siapa?"
"Ini ayah."
"Kalau tidak penting saya tutup."
"Bantu Ayah menemukan Jessica, dia menghilang."
"Kenapa saya?"
"Karena kamu yang mengetahui seluruh dunia bawah, Naven. Bahkan kamu memiliki teman seorang mafia."
"Kenapa dunia bawah? Yakin jika ini ulah dunia bawah?"
"Jika tidak, ayah pasti sudah menemukan sinyal Jessica saat ini, kali ini saja Naven, ayah minta bantuanmu."
"Baiklah."
"Terima kasih, nak."
Setelah itu Naven mematikan sambungan telepon nya. "Menemukannya," gumam Naven dengan seringainya. Ia menekan nomor Nando.
"Ya, tuan?"
"Blokir semua informan yang di kirim ayah saya."
"Baik tuan."
Naven kembali menatap Veline sebentar, kemudian ia pergi menuju suatu tempat.
✨
Naven berdiri di depan seorang perempuan yang di kurung di dalam sel.
"Naven! Naven kamu mau selamatin aku kan?" Ucapnya dengan mata berbinar mengharapkan sebuah penyelamatan.
"Kamu yang sudah membuat istri saya luka." Ucap Naven dengan nada yang datar.
Jessica menggeleng. "Ngga, bukan aku. Aku ngga tau apa-apa, Naven. Aku mohon selamatin aku, kamu liat." Jessica menunjukkan lengannya. "Tangan aku merah karena di seret tadi," adunya pada Naven.
Naven hanya memandang datar Jessica yang terus mengeluh, istrinya juga terluka bahkan lebih banyak dari perempuan di depannya ini, tetapi ia tak mendengar keluhan dari istrinya, lalu kenapa Naven harus peduli dengan orang asing bukan?
"Yo! Dude, kau sudah datang rupanya. Aku tidak salah kan?" Tanya Jack.
Naven menggeleng samar. "Benar yang ini, lakukan pekerjaan dengan baik saya ada urusan."
Jessica yang mendengar ucapan Naven pun menatapnya tak percaya, bagaimana bisa Naven memiliki teman seorang kriminal?
"Naven! aku mohon selamatkan aku dari sini, NAVEN!!"
"Suut, jangan berisik, simpan suaramu untuk pelangganku nanti." Ucap Jack yang tersenyum dengan lebar. Senyuman yang jika di perhatikan lebih dalam terlihat menyeramkan walaupun menawan.
✨
Naven masuk ke dalam kamarnya, tetapi ia tak melihat keberadaan Veline di sana. "Veline." Panggil Naven, ia segera berkeliling apartemennya untuk menemukan istrinya itu. "Veline!" Kali ini suara Naven meninggi, ia takut jika istrinya kenapa-kenapa. "Astaga, di mana gadis itu," gumam Naven. "Veline!"
"Kenapa teriak-teriak?" Tanya seseorang di belakang Naven.
Naven menoleh ke belakang, di sana tubuh mungil Veline yang tenggelam mengenakan jaket besar miliknya dengan memegang sebuah bingkisan yang terlihat seperti kotak antar makanan. Naven segera mendekati Veline dan memeluknya erat. "Kamu dari mana saja, kenapa pergi tanpa bilang pada saya?" Tanya Naven. "Tunggu," Naven melepaskan pelukannya. Ia menempelkan punggung tangannya pada kening Veline.
"Kenapa?" Tanya Veline.
"Kamu demam?"
Veline mengerjap bingung. "Ngga kok, gue ngga sakit." Elak Veline. "Ayo makan, tadi gue abis turun ke bawah buat ambil pesanan, lo suka carbonara kan?" Tanya Veline.
"Kamu turun ke bawah?" Tanya Naven dan di balas anggukan kepala oleh Veline. "Kamu hanya perlu menghbungi pelaya dengan ponsel rumah ini lalu makanan akan di antarkan ke kamar, kamu tidak seharusnya turun ke bawah." Omel Naven.
Veline menyengir. "Sorry, gue ngga tau." Ucapnya lalu berjalan melalui Naven untuk menuju pantry untuk menyiapkan makanan mereka.
"Kamu sungguh tidak apa-apa, Veline?" Tanya Naven memastikan kembali, lantaran wajah istrinya itu terlihat sangat pucat dan tadi suhu tubuhnya panas.
"Gue ngga apa-apa."
Setelah itu sudah tidak ada percakapan di antara mereka, tetapi Naven masih tetap terus menatap Veline yang sedang makan. Setelah selesai makan Veline menuju wastafel untuk mencuci piringnya. Tetapi baru saja berjalan selangkah kepala Veline berdenyut nyeri.
"Kok kepala gue pusing ya, perasaan tadi ngga kenapa-napa deh." Gumam Veline.
"Kamu kenapa?" Tanya Naven.
Veline menggeleng samar. "Gue gapapa." Balas Veline.
Naven yang mengetahui jika istrinya sedang tidak baik-baik saja itu pun bangun dan mengangkat tubuh mungil Veline duduk kembali di atas kursi. "Diam di sini, biar saya yang mencuci piringnya." Ucap Naven.
"Tapi-"
Cup
Naven mengecup singkat bibir Veline. "Tidak apa, biar saya yang mencuci piringnya." Setelah itu ia meraih piring yang di pegang oleh Veline dan mulai mencucinya.
Sedangkan Veline hanya menatap Naven yang sibuk dengan piring-piringnya. Setelah selesai, ia kembali pada Veline.
"Sudah malam, ayo kembali ke kamar." Ucap Naven.
Veline mengangguk, saat dirinya hendak berjalan tiba-tiba saja tubuhnya limbung. Untungnya Naven dengan cekatan menangkap tubuh Veline. "Kamu sedang tidak baik-baik saja, Veline." Ucap Naven lalu mengangkat tubuh Veline menggendongnya ala bayi koala.
Naven merebahkan tubuh Veline di atas ranjang, ia segera mengambil handuk kecil dan mangkuk besar yang ada di kamar mandi, tak lupa pula ia mengisinya dengan air hangat. Naven merendam handuk kecil tersebut dan memerasnya lalu menempelkan kain tersebut di kening Veline.
"Gue ngga apa-apa kok Ven, cuman lemes aja. Ngga perlu di kompres gini," ucap Veline.
"Diam saja, pejamkan matamu dan pergi tidur."
"Ven," panggil Veline dan di balas deheman oleh Naven. "Thanks ya, lo udah nolongin gue tepat waktu," ucap Veline.
"Hanya ucapan terima kasih?" Tanya Naven.
"Hah?" Beo Veline. "Terus lo mau apa dong?"
Naven tersenyum, ia menujuk bibirnya. "Cium saya," ujar Naven.
Veline mendengus sebal. "Yaudah!"
"Yasudah kenapa?" Tanya Naven.
Veline berdecak. "Yaudah majuin muka lo," ujar Veline dengan nada ketusnya.