Di meja makan, Gion menikmati sarapannya, sepotong roti dengan selai stroberi. Gerakannya tertata rapi, mencerminkan sosok yang terbiasa hidup dengan disiplin. Cahaya lampu dapur yang hangat memantul lembut di meja marmer putih, menciptakan suasana yang tenang dan nyaman.
Sementara itu, di dalam kamar, Resha duduk di depan meja kerjanya. Ia menyalakan komputer dan cintiq, siap memulai pekerjaan sebagai penulis komik. Namun, perutnya yang kosong segera menginterupsi. Ia bersandar di kursi, menatap layar dengan mata lesu.
"Gak bisa kerja gue kalau kayak gini. Di bawah ada warung gak ya?" gumamnya, seraya memutar kursinya ke kanan dan kiri.
Keinginannya untuk keluar terhenti oleh ingatan tentang peraturan Gion yang menyebalkan. "Mau keluar tapi disuruh nyamar mulu kek intel. Apa gue habis ini jadi intel aja ya, gausah jadi author komik?" keluhnya pada diri sendiri, memijat pelipis.
Akhirnya, ia membuka aplikasi ojek makanan di ponselnya. Ia mencari nasi padang—pilihan yang selalu berhasil memuaskan rasa lapar. Ongkos kirimnya cukup mahal karena lokasi restoran itu cukup jauh, tetapi ia tak peduli.
"Nggak papa lah, mahal dikit," ucapnya sambil memesan.Tak lama kemudian, notifikasi masuk di ponselnya. Pesan dari pengemudi ojek berbunyi, "Ditunggu ya, Kak." Resha tersenyum tipis, tetapi senyumnya memudar ketika melihat nama pengemudi: Soji.
"Oh, yaelah, pake Soji segala. Jodoh banget gue kayaknya sama dia!" Resha mengeluh sambil menepuk dahinya.
Ia berjalan mondar-mandir di kamar, memikirkan cara agar Soji tidak mengenalinya. "Gue kudu nyamar. Dia gak boleh tau kalau gue tinggal di sini," gumamnya, matanya sibuk mencari sesuatu di dalam laci meja.
Saat menemukan korset wajah, ia tersenyum puas. Ide nyeleneh muncul di benaknya. "Aha, aku punya ide!" serunya kecil.
Resha keluar kamar, mendapati Gion masih di meja makan. Pria itu sedang menikmati gigitan terakhir rotinya.
"Permisi," panggil Resha.
Gion menoleh sekilas, alisnya sedikit terangkat.
"Lo punya kasa, plester, sama kapas gak?" tanyanya buru-buru.
Gion menatapnya curiga. "Buat apa?"
"Pinjem, besok gue ganti. Please, darurat!" Resha memohon dengan nada serius.
Gion berdiri dan berjalan menuju kamarnya tanpa banyak bicara. Tak lama kemudian, ia kembali dengan beberapa barang di tangannya. "Segini cukup?" tanyanya singkat.
Resha mengangguk dengan senang hati. "Cukup, makasih ya!" Ia segera kembali ke kamarnya, meninggalkan Gion yang hanya menggeleng kecil sambil melanjutkan aktivitasnya.
Di dalam kamar, Resha memulai "proyek penyamarannya". Ia memakai korset wajah, lalu menempelkan kapas dan kasa di beberapa bagian wajahnya. Ia tambahkan sedikit obat merah di sekitar hidung dan matanya, disempurnakan dengan sapuan eyeshadow gelap, menciptakan ilusi lebam seperti habis menjalani operasi plastik.
Tak puas sampai di situ, ia berkacak pinggang di depan cermin. "Udah bagus belum? Kalau gini kan gak ada yang kenal, dan aku gak perlu pakai wig kalau keluar," gumamnya, bangga pada kreasinya sendiri.
Ia keluar dari kamar bersamaan dengan Gion yang sedang menuju dapur. Begitu melihat penampilannya, Gion menghentikan langkah, menatapnya dengan ekspresi campuran antara bingung dan kaget.
"Lo ngapain?" tanya Gion, menggaruk alisnya.
"Topi tadi di mana?" balas Resha, mengabaikan pertanyaan Gion.
Gion menunjuk ke laci bawah televisi tanpa berkata apa-apa. Resha mengambil topi itu, memasangnya dengan sigap, lalu melangkah keluar apartemen.
Di depan lobi, Soji sudah menunggu dengan motor. Resha mendekat dengan langkah santai, memastikan semua atribut penyamarannya tidak melorot.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERLY EVER AFTER
RomanceWattpad ver. (ON GOING) Mengisahkan tentang Gion, seorang aktor terkenal, yang terpaksa menikahi Resha, saudari kembar mendiang tunangannya, Sesha, demi menjaga citra selebritas dan reputasi keluarganya. Resha, yang selalu hidup di bawah bayang-baya...