Hai,assalamualaikum!!
Kabar kalian gimana ?semoga dalam keadaan sehat ya!!.
Beri tanda jika terdapat kata yang salah(typo)
Happy reading!!
-.-.-.-.-.-.-.-
" Terkadang,sesuatu yang menyakitkan itu ialah hal yang terbaik untuk kita "
- Seorang Ahwal -
Kesunyian yang hadir di dalam ruang itu, terlihat begitu sejuk disana. Angin beberapa kali menerbangkan helaian daun menuju dalam ruangan itu. Seorang perempuan terduduk tepat di balik bingkai jendela, menatap langit yang kian menggelap. Mendung.Ia memberi beberapa goresan warna kepada kanvas yang berada di depannya. Sangat menenangkan.
Melukis merupakan salah satu hobi yang di miliki oleh Adiba. Selain, untuk mengisi waktu luang, melukis juga dapat membuatnya lebih tenang. Ia mulai tertarik pada melukis saat ia menginjak kelas sembilan MTs yang di mana saat itu ada praktik melukis dan sekarang ini merupakan hobinya.
"Kapan ya bisa ketempat kayak gini ?" Ia beberapa kali mengetuk ujung kuas di dagunya.
Terlihat gambaran kebun yang ditanami dengan berbagai macam bunga.
" Seadem apa ya disana? Iiii pengen..." Ia mulai membayangkan bagaimana suasana disana.
"Minta sama bunda lah" ia beranjak keluar dengan lukisan yang sudah siap ia tunjukkan kepada sang Bunda.
Suara kaki yang terdengar bergemuruh dari arah atas, itu Adiba." Bundaa!!" Teriaknya dari atas.
Ia sampai di depan Nadia dengan nafas yang tersengal-sengal." Tarik nafas,buang" aba-aba dari Nadia.
" Bun, liat ini deh Bun" ia memperlihatkan hasil lukisannya." Cantik banget, maa syaa Allah" Nadia mengambil alih kanvas, melihat lukisan milik Adiba dari berbagai arah.
" Cantik banget kan... Adiba jadinya pengen kesana deh" ia mulai memberi kode kepada sang bunda. Lama tak mendapat jawaban ia kembali membuka suara.
"Atau kalo nggak bisa kesana, kita buat kebun belakang jadi kebun bunga aja Bun" ucapnya memberi saran hang menurut Brilliant.
"Ngadi- Ngadi kamu, kemarin aja kamu coba tanam bunga mawar belum ada dua hari udah mati." Balas Nadia dengan pandangan yang masih fokus dengan layar televisi.
" Itu kan udah besar Bun, mungkin kalo kita tanam mulai dari bibitnya bakalan berhasil Bun" ia berusaha meyakinkan Bundanya." Izin dulu sama Ayah, kalo Bunda sih nggak mau ikut campur ya"
"Oh jadi gitu, Bunda nggak dukung keputusan Adiba. Oke,fine!!"
Tak ingin memperpanjang masalah Nadia tak ingin menjawab lagi, ia hanya fokus dengan sinetron yang berlangsung.
Suara pukulan palu terdengar begitu keras. Beberapa kali suara itu terdengar, suara yang mampu memecahkan keheningan yang terjadi setelah perdebatan tadi.
Suara pukulan palu mulai berkurang, Adiba mendudukkan dirinya, Lelah." Pekerjaan jadi tukang sudah di blacklist dari daftar pekerjaan masa depan" ucapnya, ia kembali berdiri dan kembali melakukan aktivitas yang tadi sempat ia hentikan.
" Assalamualaikum, permisi" suara yang mampu membuat Adiba kembali menghentikan aktivitas nya."waalaikumsalam, nggak terima tukang paket" balasnya tanpa menoleh kearah lawan bicaranya, sekali lagi ia kembali melakukan aktivitasnya.
" Kesusahan ya? Sini saya bantu" suara itu terdengar mendekat.
"Idih sokab banget mamang tukang paket" balasnya lalu menoleh kearah lawan bicaranya. Begitu terkejutnya ia saat melihat Husain di depan nya, dengan jarak yang tak berapa jauh.
" Udah selesai" Adiba menggantung kanvas itu pada paku yang sudah ia tancapkan.
Ia bergegas menuju dapur membawa peralatan yang telah ia gunakan. Sedangkan, Husain ia kini menghampiri Nadia.
Adiba berusaha berlama-lama di dalam dapur, menunggu Husain pergi dari rumahnya .
Terdengar suara air mengalir yang berkolaborasi dengan suara dentingan sendok piring dan alat masak lainnya, ia berusaha terlihat sibuk agar sang bunda tak menyuruhnya untuk berbicara dengan Husain.
Kesal sekali rasanya, tadi ia sudah kesal dengan bundanya karena tak menerima ide Brilliant miliknya, sekarang malah di tambah satu orang yang membuatnya lebih kesal lagi. Benar-benar tidak ada hari tenang.
Ia beraharap ayahnya cepat pulang, ia ingin mengadukan semua yang ia jalani hari ini.
"Adiba!!!" suara panggilan itu membuat Adiba menghela nafasnya. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu " kanapa Bun?" Tanyanya seolah tak mengerti.
" Udah selesai sok sibuknya?"tanya Nadia kembali," Bunda jangan sok tau deh"
" Bunda mau buatin minum buat Husain dulu, kamu diem disini temenin Husain" pintah Nadia sedangkan Adiba kini sedang melempar tatapan sinis kepada Husain.
" Bun, gimana kalo Adiba aja yang bikinin? Adiba bisa kok" tawarnya kepada sang bunda.
" Bisa kamu bilang? Terakhir kamu disuruh bikin teh malah asin" tentang Nadia lalu beranjak dapur.
"Sengaja Bun, biar cepet asing" gumamnya, namun tak di dengar oleh siapapun.
Adiba duduk di seberang sofa yang yang agak jauh dengan Husain, ia menekan-nekan tombol remote mencari saluran yang sesuai sampai dimana ia terhenti dengan saluran yang menampilkan kan salah satu kartun favorit nya.
Tak ada yang membuka suara diantara mereka. Adiba sibuk menonton sedangkan Husain sibuk dengan musik yang sedang ia dengarkan.
Adiba sedikit melirik," Husain" ucapnya sedikit gugup, terlihat Husin tak terlalu menggubrisnya. Adiba kembali fokus menuju televisi" kenapa ?" Tanya Husain.
" Kamu nggak capek apa? Nggak capek suka sendirian? Nggak capek ngejar orang yang nggak mau sama kamu?" Tanya Adiba." Kamu juga gitu kan?"
" Menurut saya lebih baik kamu berhenti buat ngejar saya, saya takut kamu kecewa" Adiba kembali pada topik awal yang mengarah kepada Husain.
" Saya tak akan kecewa dengan kamu, karena ini saya sendiri yang lakukan"
" Berhenti mulai sekarang ya, saya takut kamu berharap berlebihan," Adiba menjeda ucapannya, ia melirik Husain yang kini masih menampakan wajah santainya." Dan jika kamu berharap kalau saya bakal kasih perasaan yang sama , sepertinya itu tidak akan"
" Saya tau masih dia kan orangnya? Ini terlihat mustahil. Allah maha membolak-balikkan hati, bisa jadi kamu suka sama saya nanti" balas Husain dengan santai.
" Apapun itu, saya ingin kamu berhenti dan kita berteman seperti orang pada umumnya. Saya risih." Tuntasnya setalah melihat bundanya datang dengan nampan.
Adiba beranjak dari tempat duduknya, ia melihat wajah kecewa dari Husain secara sekilas. Lega rasanya. Namun,di lubuk hati yang paling dalam ia merasa bersalah. Seharusnya ia tak memaksa seperti itu.
Beribu kata maaf ia lantunkan dalam hatinya, rasanya ia ingin mengatakan ini secara lantang pada Husain. Semuanya sudah terjadi, ia harap Husain mengerti apa yang ia maksud dan secepatnya melupakannya.
" Maaf.."
.
.
.
.Gimana nih tanggapan kalian terhadap sikap Adiba kepada Husain?
Apakah ada pesan yang ingin di sampaikan kepada Husain ?
Sampai di sini dulu ya
Jangan lupa tinggalkan jejak ya!!Hargai penulis dengan memberikan dukungan semacam vote dan komen.
Jangan lupa sholawat dan selalu bersyukur ya di setiap harinya
Babay assalamualaikum
KAMU SEDANG MEMBACA
Seorang Ahwal
Teen Fiction"apa benar seorang Sayyid hanya di peruntukan untuk seorang Syarifah?" mencintai seseorang yang tak bisa di gapai, seseorang yang bahkan derajatnya jauh di atas mu,itu adalah hal yang tak ada hujungnya.mungkin memiliki hujung dari perasaan itu semua...