Chapter 7

305 60 1
                                    

Iya iyaaa

Nih, double up, nih... :)

------------------------------------------------------------------------------------

Faye melangkah keluar dari pintu kedatangan bandara Manila, dikelilingi oleh kerumunan penggemar yang masih tidak sabar untuk bertemu dengannya meskipun sesi meet and greet sudah berakhir. Senyum lebar tak pernah lepas dari wajahnya, meskipun hatinya sedang diliputi kegelisahan. Lima hari di Filipina dengan jadwal yang padat membuatnya merasa lelah, tetapi kehadiran penggemar yang antusias dan hangat memberikan sedikit energi. Ia melambai kepada mereka, beberapa penggemar memberikan hadiah kecil dan surat-surat yang ia ambil dengan senang hati.

"P'Faye, see you again next time!" teriak seorang penggemar dari jauh. Faye tersenyum lebar, membalas dengan gerakan tangan, merasakan kehangatan yang diberikan oleh para penggemarnya.

Namun, meskipun senyum itu ada di wajahnya, hatinya tak pernah sepenuhnya tenang. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya-Yoko. Keputusan untuk tidak menghubungi satu sama lain sejak beberapa hari terakhir membuat Faye gelisah. Setiap kali ia mencoba membuka ruang chatnya bersama Yoko, ia merasa seperti ada tembok yang menghalangi. Pertengkaran hari itu, masih terasa seperti mimpi buruk yang tak bisa ia lupakan. Tapi Faye berusaha menepis kekhawatiran itu dan berfokus pada pekerjaannya.

Namun, saat ia mendekati pintu keluar bandara, P'Eye, asisten manajernya, menghampiri dengan ekspresi serius. Wajahnya yang biasanya ceria kini terlihat tegang, dan Faye bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

"P'Eye, kenapa?" tanya Faye, dengan nada sedikit khawatir.

P'Eye menarik nafas panjang sebelum akhirnya berkata, "Faye, aku... harus ngasih tahu sesuatu." Faye menatapnya, bertanya-tanya apa yang terjadi. "Yoko... dia udah empat hari di rumah sakit, dan dia nggak mau aku ngasih tahu kamu karena nggak kepengen kamu khawatir."

Faye merasa seperti dunia berhenti sejenak. Semua suara di sekitarnya menjadi samar. Faye menatap P'Eye dengan mata terbuka lebar, merasa seperti semua darah dalam tubuhnya berbalik arah. "Hah?" suara Faye terdengar sangat kecil, hampir tak terdengar.

"Dia nggak mau ganggu aktivitas kamu di sini. Maaf karena sejujurnya aku udah tahu dari awal tapi aku tetap diam. Maaf karena baru kasih kabar itu sekarang." Lanjut P"Eye dengan pelan, matanya penuh empati.

"Udah lah, Faye. Kalian udah selama ini bareng, jangan sampai karena hal sepele hubungan kalian jadi terancam. Masih belum terlambat untuk saling mengerti satu sama lain. Kalian bisa bicarain ini baik-baik, dari hati ke hati."

Kekosongan melanda hati Faye. Selama ini, meski ada masalah antara mereka, ia tidak pernah menyangka bahwa Yoko akan sampai seperti ini. Semua kebahagiaan yang ia rasakan di bandara mendadak berubah menjadi kabut kelabu yang menyesakkan dada. Ketika Faye mendengar itu, jantungnya terasa terhimpit. Meski marah dengan Yoko, dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Faye yang tadinya antusias berkomunikasi dengan para penggemar kini sibuk dengan ponselnya. Ia duduk dengan wajah cemas di kursi tunggu, menunggu penerbangan mereka. Perubahan raut wajahnya begitu kentara terlihat hingga para penggemar pun seolah-olah bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

***

Perjalanan tiga jam lebih dua puluh delapan menit itu terasa lebih lama dari yang Faye kira. Begitu mendaratkan kakinya pada bandara tanah kelahirannya, tanpa basa-basi ia dan P'Eye segera menuju rumah sakit tempat Yoko dirawat. Setiap detik dalam perjalanan dari bandara menuju rumah sakit, yang ada dalam pikirannya hanya berputar tentang Yoko. Bagaimana keadaan Yoko sekarang? Apakah ia akan baik-baik saja? Apakah Yoko merasa sendirian tanpa kehadirannya? Semakin banyak pertanyaan yang muncul di benaknya, semakin kuat rasa cemas itu membekap.

P'Eye, manajer Faye, duduk di sampingnya. Namun, meskipun wanita itu biasanya mampu memberi penghiburan, kali ini tidak ada yang bisa dia katakan. Ia sudah tahu sejak pertama kali Yoko dirawat di rumah sakit, karena Orm yang diam-diam memberitahunya, tetapi ia memilih untuk tetap diam sesuai arahan Orm. Pacar Lingling itu memberinya saran agar memberitahu Faye saat semua event sudah selesai dan mereka sudah di bandara saja, agar jika pikiran Faye terganggu pun, setidaknya dia sudah akan pulang. Faye jelas sangat fokus pada pekerjaannya, dan ia tidak ingin membuatnya khawatir lebih banyak. Tapi sekarang, melihat betapa terguncangnya Faye, P'Eye tidak bisa menahan rasa bersalah yang datang.

"Faye, aku tahu ini ngagetin banget, tapi Lingling bilang Yoko baik-baik aja, kok." kata P'Eye dengan lembut, mencoba memberi sedikit ketenangan.

Namun, Faye hanya diam. Dirinya baru saja bicara lewat telfon dengan Lingling. Tidak ada kata-kata yang mampu menghiburnya saat ini. Hanya satu hal yang ia inginkan—bertemu dengan Yoko, melihatnya, memeluknya, dan memberi ribuan kata maaf untuk gadisnya.

***

Setibanya di rumah sakit, Faye hampir berlari menuju ruang perawatan setelah diberitahu di mana kekasihnya dirawat. Seluruh tubuhnya bergetar, bukan hanya karena lelah setelah perjalanan panjang, tetapi juga karena kekhawatiran yang melanda setiap bagian dari dirinya. Sesampainya di ruangan, Faye membuka pintu dan melihat sosok Yoko terbaring lemah di ranjang. Wajahnya pucat, dan tubuhnya tampak rapuh. Yoko sedang disuapi oleh Mamanya, yang tampaknya juga sangat khawatir.

Faye berhenti di pintu, jantungnya terasa tersumbat. Melihat Yoko yang tidak seperti biasanya membuat hatinya teriris. Wajah Yoko yang biasanya ceria kini tampak sangat lemah, dan itu membuat Faye merasa seperti telah melupakan banyak hal penting dalam hidupnya.

Yoko yang merasakan kehadiran Faye langsung menoleh. Wajahnya terlihat penuh kesedihan, dan ketika mata mereka bertemu, bibirnya langsung mengerucut, dengan air mata yang langsung mengalir.

"P'Faye..." Yoko melirih dengan suara serak, berusaha bangkit meskipun tubuhnya tidak mampu. Tangannya terangkat meminta diraih. "I'm sorry...."

Faye langsung mendekat, tanpa berkata apa-apa. Ia langsung memeluk Yoko erat-erat, seolah-olah ia ingin menyembuhkan semua luka yang ada, baik itu luka fisik maupun luka di hati mereka berdua.

Yoko menggigil di pelukan Faye, air matanya mengalir deras. "Aku egois banget... Aku nyakitin kamu terus... Aku nggak tahu kenapa bisa sejahat itu..."

Faye mengelus rambut Yoko, memeluknya lebih erat. "Kamu nggak perlu minta maaf, Yoko. Aku yang salah... aku juga seharusnya lebih merhatiiin hal-hal kecil dalam hubungan kita." Faye mengusap air mata Yoko dengan jari-jarinya, mencoba menenangkan perasaan kacau kekasihnya.

Di saat itu, tidak ada yang lebih penting daripada kehadiran mereka satu sama lain. Segala kekesalan dan rasa marah yang mereka rasakan sebelumnya lenyap begitu saja, tergantikan oleh rasa cinta dan rindu yang tak terucapkan.

***

Triple up?

Life AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang