Pagi ini Audrey datang lebih awal kekelas. dia tidak suka jika harus berdesak desakan saat datang terlambat. Audrey memang tak suka keramaian, dia lebih suka tempat yang damai.
"eitsss!" teriak Audrey saat melihat ketosnya terlihat menghindarinya.
"pagi pak ketos, ada apa dan mengapa sehingga dirimu menghindari ku?" tanyanya. Audrey entah kenapa sangat ingin mengganggu Jeron pagi ini.
"wahh, mood pak ketos lagi buruk yah?" tanya Audrey sambil mengikuti langkah kaki Jeron.
"jangan ganggu gue, gue lagi males ketemu curut kayak lo!" tegas Jeron yang sekarang sudah menatap tajam Audrey. bukannya mundur Audrey malah merasa tertantang dengan tatapan itu. tapi Audrey merasa ada yang berbeda dengan Jeron hari ini. wajah dan bibirnya yang pucat dan bawah matanya yang terlihat menggelap.
"lo sakit?" tanya Audrey sambil menatap wajah Jeron.
"ga!" balas Jeron lalu melangkah meninggalkan Audrey. namun hanya beberapa langkah Jeron terlihat berhenti sambil memegang dadanya.
Sejak beberapa bulan ini, Jeron memang memiliki masalah kesehatan. Jeron selalu kesakitan didadanya bahkan sesekali tak bisa bernafas dengan baik.
"lo ga papa kan?" tanya Audrey sambil memegang tangan Jeron. yang pertama dia rasakan adalah hawa dingin, sangat dingin.
"HOKK, HOKK!" Jeron terbatum hingga mengeluarkan darah ditangannya. Audrey tak buta hingga tak melihat darah itu. dengan sigap Audrey menarik lengan kekar milik Jeron ke UKS.
"lo baring dulu!" perintah Audrey.
ini pertama kalinya Audrey melihat Jeron sepucat ini. tubuhnya yang tadi dingin berubah menjadi panas, bahkan sangat panas. dengan telaten Audrey mengambil kompresan yang ada di UKS untuk dipasangankan di dahi Jeron.
"Jer, lo gapapa kan??" tanya Audrey sekali lagi. dia merasa Jeron bahkan tak bisa sekedar bernafas.
Audrey keluar UKS dengan raut wajah khawatir. dia ingin mencari dokter yang biasanya ada di UKS atau setidaknya guru yang bisa merawat Jeron. namun ini masih snagat pagi, belum ada siapapun. hanya ada beberapa adik kelas yang baru saja datang.
"Jer, sadar doong!" pinta Audrey
"JERRR, JANGAN GINI!" bentaknya. jujur dia merasa sangat takut saat ini.
Audrey dengan berani menyentuh tubuh Jeron untuk sekedar merasakan hawa tubuh Jeron. namun tubuhnya masih sangat panas. Audrey membuka baju Jeron, memvuka satu persatu kancing baju Jeron kemudian dia menggunakan handuk untuk digosokkan di dada bidang milik Jeron.
Jeron mulai kembali sadar, sesekali dia bisa membuka matanya melihat Audrey yang sedang menangis ketakutan sambil mengelus lembut tangannya.
Setelah 30 menitan lebih akhirnya panas tubuh Jeron mulai menurun. Jeron nampak bernafas dengan baik dengan bantuan Audrey. Dokter yang biasanya mengawas juga sudah datang.
"sepertinya dia kelelahan apalagi akhir akhir ini banyak acara di luar sekolah" ucap Dokter Faira, dia adalah dokter khusus yang disiapkan untuk sekolah mereka.
"untungsaja kamu disini, jika tidak bisa bisa dia jatuh pingsan karena kecapekan" lanjutnya.
"kamu bisa kembali kekelas, saya akan merawat Jeron disini." jelas dokter itu. Audrey lalu melangkah meninggalkan UKS dengan mata yang sedikit sembab dan memerah.
jika dibilang cemas, tentu saja. ini pertama kalinya melihat seseorang yang kesulitan bernafas seperti akan kehilangan nyawanya.
"baru dateng lo?" tanya Cerry yang melihat Audrey menyimpan tasnya diatas meja dengan lesu
KAMU SEDANG MEMBACA
When I was 18
FantasySetidaknya dalam hidup yang hanya sekali, aku bisa menikmati rasanya dicintai dengan hebat oleh sosok yang hebat. walaupun pada kenyataannya, semuanya akan kembali pada kenyataan yang menyakitkan untuk dijalani sendirian.~ Audrey Selavany