ASL | CH-05

1K 196 20
                                    

Chap 05 : Pengalaman pertama.

✧Jangan baca kalau tidak suka✧

Happy reading cintaෆ⁠╹⁠ ⁠.̮⁠ ⁠╹⁠ෆ.

✧⁠◝⁠(⁠⁰⁠▿⁠⁰⁠)⁠◜⁠✧🍉✧⁠◝⁠(⁠⁰⁠▿⁠⁰⁠)⁠◜⁠✧

Dimas dibuat kalang kabut usai tak menemukan sosok Arsel ditempat, dimana terakhir kali Dimas meninggalkan Arsel. Begitu selesai menerima panggilan dan hendak kembali menemani Arsel makan, ternyata kursi dan meja yang ditempati Dimas dan Arsel sudah kosong, tidak ada orang lagi disana. Hanya satu yang masih tertinggal, gelas kopi hitam milik Dimas diatas meja.

Dimas mengambil gelas kopi miliknya, lalu berjalan cepat menuju etalase, dimana ibu penjual masih saja melayani pembeli.

"Bu, anak kecil yang makan disana kemana, ya?" Tanya Dimas sambil menunjuk ke arah tempat yang dimaksud.

Ibu penjual turut menatap tempat yang Dimas maksud. Tak lama, ibu penjual itu kembali menatap Dimas. "Emang ada anak kecil?"

"Ada!" Sembari mengusak rambutnya hingga berantakan. "Tadi yang saya bawa, anaknya lucu, gemesin."

"Aduh, saya nggak tahu, mas. Daritadi banyak pembeli. Jadi nggak ngeh kalau ada anak lucu sama gemesin."

Dimas mencoba mengingat-ingat ciri khas dari Acel. Namun yang Dimas ingat hanya wajah Acel yang terlihat menggemaskan. Warna baju dan celana, entah kenapa Dimas tidak bisa mengingatnya lagi.

Merasa tidak bisa menemukan jawaban, Dimas berniat pergi. Namun saat dua langkah Dimas ambil, si ibu penjual kembali bersuara.

"Tapi sepertinya tadi ada dua anak kecil, yang satu sekitar empat tahun, yang satu lebih besar."

Mendengar hal itu, Dimas kembali memutar tubuhnya. "Dua?" Dengan dahi berkerut. "Tapi yang saya bawa cuma satu, Bu. Yang satu lagi siapa?"

Kepalanya menggeleng. "Saya nggak tahu. Tapi sepertinya itu abangnya. Soalnya, yang bayar makanan juga dia."

Abang Acel? Tapi bukannya tadi Imam mengatakan, kalau Acel ditemukan saat Imam menuju ke pasar untuk mengantar sayur. Sedangkan jarak rumah Imam dan pasar itu jauh, dan Acel jelas bukan anak sekitar sini.

Dimas mengacak rambutnya hingga terlihat berantakan. Kalau boleh jujur, Dimas merasa bersalah karena hilangnya Acel saat bersamanya, entah bagaimana nasib Acel sekarang.

Pergi dari warung, Dimas segera kembali. Dimas harus segera memberitahu Imam. Berharap Imam punya jalan lain untuk menemukan Arsel lagi.

"Pak Imam!" Dimas datang tergesa, napasnya memburu karena berlari dari warung, sampai ke ruko miliknya.

Melihat kedatangan Dimas seperti orang kesetanan, Imam yang baru saja meletakkan karung berisi sayur terakhir pun dibuat heran.

"Kamu kenapa ngos-ngosan begitu?"

Rasanya untuk setiap tarikan napas, masih sulit untuk Dimas lakukan secara normal lagi.

Pada akhirnya, Imam memilih untuk berjalan mendekat. Salah satu tanga Imam bergerak mengusap-usap punggung lebar Dimas. Sampai saat ini, Imam belum menyadari keadaan, Imam terfokus pada Dimas yang masih saja kesulitan mengambil napas.

Hello; AcelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang