4

100 25 3
                                    

"Apa aku bisa membunuh?" tanya Chira yang sudah menerima statusnya sebagai peserta sayembara dan dengan bujukan Rayi dia memanggil pria itu dengan biasa. Mereka adalah rekan dan kembalinya Rayi ke istana juga untuk mengadili siapa pun yang membunuh para perempuan yang berjumlah begitu banyak tersebut.

Rayi yang duduk di depan Chira memberikan senyuman tertarik. "Selama kau bisa menyembunyikannya dan tidak ketahuan. Selama kau yakin dia benar-benar tersangka atas pembunuhan yang dia lakukan."

"Bagaimana kalau aku salah?"

"Kau salah maka aku salah. Aku salah menilaimu. Karena yang aku tahu kau pintar dan tidak akan gegabah. Kita hanya memiliki waktu satu bulan untuk menemukan semua pembunuh. Karena aku tidak mau ratu selanjutnya datang dari kematian orang lain. Kau mengerti?"

Chira mengangguk sangat mengerti. Dia juga tidak menginginkan pembunuh memimpin negeri ini. Pembunuh berdarah dingin yang rela melakukan apa pun demi duduk di tahta ratu. Lebih baik tidak ada sekalian.

"Aku akan melakukan segalanya dengan mulus."

"Lalu akan berjanji akan membawamu kembali dengan selamat ke wilayahmu. Bahkan memberikan hukuman bagi mereka yang membuat kau berada dalam situasi di tengah hutan itu."

"Terima kasih, Pangeran."

Kereta mereka sudah berhenti. Pintu sudah dibuka dan Rayi turun lebih dulu. Dia menunggu dan menatap ke arah Chira yang juga sudah keluar. Dengan gaun biru mudanya yang cerah, perempuan di hadapan Rayi tampak amat sangat mempesona mata. Bahkan pajangan akan kalah cantik dengan dirinya. Keindahan ini tersenyum rapat dalam wajah kotor gadis penjaga hutan. Sedikit saja kekotoran itu dibersihkan, keindahan yang akan membuat kau rela menjual dunia demi dirinya akan datang ke hadapanmu tanpa ampun. Memberikan lebih banyak kenyataan kalau tidak ada yang tidak bisa terhindar dari tidak menginginkannya.

Rayi sendiri memiliki rencana. Dia memang meminta Chira untuk tidak memenangkan posisi putri mahkota. Yang perlu dilakukan Chira adalah mencari siapa dalang atas banyaknya pembunuhan yang terjadi. Tapi bagaimana kalau kecantikan itu sendiri menahlukkan kakaknya? Membawa kakaknya menginginkan perempuan itu? Bukankah itu bisa dikatakan memukul dua burung dengan satu batu?

Apalagi Rayi sudah mencoba banyak hal pada Chira. Perempuan itu cocok menjadi putri mahkota. Dia tampak seperti gadis desa penjaga hutan yang sama sekali tidak menarik. Tapi dengan sedikit dandan, dia berubah menjadi gadis bangsawan. Apalagi perangai sang gadis yang memilik cara sopan santun yang luar biasa. Ada sesuatu dibalik kelahiran Chira. Sesuatu yang disembunyikan dengan rapat. Dan Rayi akan mencoba menggali sedalam mungkin. Sampai dia menemukan dasarnya. Demi kedamaian negeri ini, Rayi akan melakukan segalanya.

Rencana tersembunyinya tidak akan dia katakan pada siapa pun. Bahkan penyelidikannya akan disembunyikannya dengan serapat mungkin.

Seorang perempuan yang agak lebih dewasa dari Chira datang dengan kedua tangan ada di depan tubuhnya. Pakaiannya indah tapi jelas kata pelayan tersemat apik di dalam gerakannya. Apalagi saat perempuan itu menyapa dengan elok gerakannya.

"Nona Muda," sapa pelayan dengan senyuman tipis.

Chira mengangguk pada pelayan itu. "Pangera, dia ...."

"Pelayan pribadimu."

"Aku tidak membutuhkannya. Aku bisa melakukannya sendiri dan—"

"Kau membutuhkan, Chira. Kau harus terlihat seperti anak salah satu saudagar kaya. Aku sudah mengatur segalanya untukmu. Bahkan aku sudah menyewa seorang ayah untuk berperan sebagai ayahmu. Karena kau harus bergaul dengan banyak perempuan, kekayaan akan menjadi kekuatanmu untuk mendekati mereka. Dan orang kaya harus memiliki pelayan. Tidak ada orang kaya yang melayani dirinya sendiri. Mengerti?"

Chira mengangguk mengerti. Dia kemudian berjalan mengikuti langkah sang pangeran. Mereka berjalan di jalan setapak dengan sepanjang jalan Danau Tilberi menjadi pemandangan mereka. Danau itu sendiri tampak tenang tapi jelas ketenangannya memiliki sesuatu yang mencekam dibaliknya. Chira kagum pada danau itu dan jelas dia menyukainya.

Sesuatu yang tenang dan menakutkan selalu memiliki kharismanya tersendiri. Dan saat dia memandang ke depan kemudian bertemu pandangan dengan mata paling kelam dan dalam, Chira rasa Danau Tilberi memiliki kemiripan dengan bola mata tersebut.

Langkah dari dua arah itu terhenti secara bersamaan. "Rayi, kau kembali," sapa pria yang memiliki ketenangan luar biasa tersebut. Suaranya serak dan dalam. Matanya datar dan dingin tidak menyenangkan. Api pada bola mata itu hanya menyala sesaat saat matanya bertemu pandangan dengan mata coklat Chira.

"Kenzua, siapa gadis di sebelahmu?" Rayi bertanya dengan sopan. Setahunya kakaknya itu tidak dekat dengan siapa pun. Tapi melihat gadis di sebelahnya itu, mereka cukup dekat untuk menyatakan diri asing.

"Kiruka. Anak jenderal perang. Kau pernah melihatnya saat kecil dulu. Ayahnya pernah membawanya?"

Rayi memiringkan kepalanya. Memandang cukup lama. "Jadi dia anaknya Akua. Tapi kenapa kurasa tampilannya di masa lalu berbeda?"

"Matamu cukup jeli. Dia memang anak angkat. Anak asli Akua sudah lama menghilang dan tidak diketahui keberadaannya. Pelayannya membawanya lari dan kudengar mereka meninggal di makan binatang buas."

"Oh, hanya anak angkat."

"Rayi, suaramu," tegur Kenzua. Mereka tidak terbiasa meremehkan orang lain. Jadi Kenzua tidak terbiasa. Sementara Rayi memang memiliki suara yang tidak dapat ditahan.

Sementara itu Kiruka memang ke arah Chira dengan cukup lama dan menilai. Menatap seolah mereka pernah bertemu di suatu tempat. Bahkan Kiruka mendekat dan mengulurkan tangan ke arah Chira. "Halo, senang berkenalan denganmu. Aku Kiruka, putri dari jenderal perang. Kau?"

"Chira ...." Chira memandang ke arah Rayi. Dia belum diberitahukan siapa ayahnya. Dan pria yang ditatap malah membutakan diri, membawa Chira memandang kesal ke arahnya. "Ayahku hanya orang kaya. Tidak memiliki kedudukan di pemerintahan," lanjut Chira seadanya.

Rayi hampir terkekeh geli mendengarnya.

"Begitu rupanya. Aku pikir kau memiliki ayah seorang menteri atau jendela. Apa hubunganmu dengan pangeran Rayi? Aku tidak tahu pangeran mengganti calon istrinya?"

Rayi menatap dingin mendengar pertanyaan yang diajukan secara bercanda itu. Tapi perempuan itu jelas tidak tahu kalau itu menusuk titik lemah seorang Rayi. "Aku memang tidak mengganti calon istriku. Dia sudah mati dan akan selamnya mati. Tidak ada yang lain. Kuharap kau menjaga suaramu lain karena tidak semudah itu aku melepaskan mereka yang menyebut perempuan yang aku cintai."

Tubuh Kiruka bergetar. Dia menunduk dengan kedua tangan ada di depan tubuhnya. "Ampuni saya, Yang Mulia."

Kenzua mendesah. "Kau terlalu mudah diberikan akses bicara sampai menyenggol orang yang tidak seharusnya kau senggol. Renungkan dirimu dan pakai otakmu lain kali sebelum mulutmu. Karena tidak ada yang menjamin lidah itu akan tetap ada di tempatnya," tegur Kenzua.

***

Pdf : 35

Crown Prince (JUM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang