XI || Siapa Kau?

211 19 2
                                    

Lego sudah masuk ke dalam mobil kakak pertamanya. Ia menoleh untuk melihat Hong yang melambaikan tangannya.

Hong sendiri kembali ke dalam setelah menerima panggilan dari Tui. Sahabatnya itu mengabari jika adik William yang tadi katanya hilang sudah ditemukan. Jadi mereka tak perlu lagi mencarinya.

Saat di dalam mobil, ponsel Nut tiba-tiba berdering. Lego maupun Nut sama-sama melihat ponsel itu. Nomor asing, tapi Lego seperti mengingat siapa pemiliknya.

"Itu mungkin teman Lego yang tadi, Phi," ujarnya

Nut langsung menggeser ikon jawab dan mengaktifkan speaker.

"Halo, Phi. Ada apa?" tanya Lego setelah menyapa si penelepon.

"Setelah sampai di rumah, beri penjelasan pada kedua kakakmu. Jangan menyembunyikan apapun. Mereka keluargamu, mereka berhak mengetahui semuanya. Kalo kau butuh bantuan untuk menjelaskan, langsung hubungi aku saja. Aku akan membantumu karena aku juga melihat kejadiannya."

Nut yang masih belum tahu apapun hanya bisa mendengarkan percakapan adiknya. Sesekali ia melirik Lego yang terlihat serius mendengarkan suara sang penelepon.

"Iya, Phi."

"Tadi sudah makan kan. Jadi nanti setelah selesai menjelaskan langsung bersih-bersih dan tidur! Besok kalo ada yang sakit, sebaiknya ijin dulu tak perlu datang ke sekolah. Atau mungkin jika kau masih takut, ajak salah satu kakakmu untuk melaporkannya pada guru. Kalo mereka tak bisa, orang tuaku siap membantumu. Tapi, menurutku kau harus lebih mengutamakan kedua kakakmu dulu. Meski kami sudah menganggapmu bagian keluarga kami, mereka berdua tetap keluarga kandungmu."

Nut penasaran dengan sang penelepon. Suaranya terdengar halus. Lalu nasihat yang diberikan untuk Lego pun terdengar sangat tulus.

"Aku paham, Phi. Terima kasih. Kalian sudah mengajarkanku arti kasih sayang dalam sebuah keluarga yang utuh. Hari ini aku senang. Akhirnya aku bisa merasakan keberadaan orang tua setelah sekian lama. Terima kasih, Phi. Aku sangat senang bisa mengenalmu."

Nut semakin tercengang mendengar perkataan adiknya. Kasih sayang orang tua? Hal yang tak pernah Lego dapatkan saat di rumahnya sendiri. Kini ia bisa merasakannya dari orang lain?

"Dalam satu keluarga tidak diperlukan ucapan terima kasih, tapi bukan berarti tak boleh diucapkan. Aku mewakili keluargaku juga ingin mengucapkan terima kasih. Kurasa itu saja, kau butuh waktu bersama keluargamu. Hubungi aku kapan pun jika kau butuh. Aku, phi, papa, dan mama selalu siap di belakangmu! Sampai jumpa adik kecilku."

Panggilan pun berakhir setelah Lego membalas salam pamit dari Hong. Mobil yang dikendarai Nut juga sudah sampai di rumah mereka.

Keduanya keluar dari mobil dan berjalan memasuki rumah. Bibi Shea menyambut mereka setelah pintu terbuka. Dari arah dalam, William pun langsung berlari mendekat.

"Lego!"

William langsung memeluk adiknya. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada adik kecilnya itu. Nut dan bibi Shea yang melihat ikut tersenyum haru.

"Kita bicara di dalam! Bibi, tolong buatkan minuman hangat," ujar Nut yang langsung dilaksanakan mereka yang ada di sana.

Mereka duduk di rung santai. Lego duduk di samping William. Sedangkan Nut duduk di depan mereka.

"Lego bisa mulai cerita?" tanya Lego dengan menatap kedua kakaknya bergantian.

Mereka mengangguk. Lego menegakkan tubuhnya. Mempersiapkan diri untuk mengingat semua yang terjadi agar tidak ada yang terlupa.

"Tadi ...."

Cerita Lego terus mengalir dari awal hingga akhir. Tak ada satu kejadian pun yang ia lewatkan. Semua ia katakan dengan jelas pada kedua kakaknya.

          

William yang memang kesabarannya setipis tisu, seketika langsung dikuasai emosi saat membayangkan bagaimana kondisi adiknya tadi. Untung ada Nut yang kesabarannya seluas samudra. Dengan perlahan ia bisa menenangkan emosi adiknya.

"Lego pindah sekolah aja, Phi. Dekat kampus Will ada sekolah SMA kan? Kalo di sana Will bisa jagain lebih baik."

Masih remaja labil kan? Jadi inginnya yang sat set tanpa pikir panjang.

"Tidak bisa seperti itu, Will. Meski kita punya uang, pindah sekolah gak kan semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi orang tua kita sekarang tak di sini. Siapa yang akan menjadi wali Lego untuk mengurus pindah sekolah?"

"Kan ada P'Nut. Kenapa harus nunggu mereka berdua? Sudah jelas mereka tak akan peduli jika itu tentang kita."

Nut menghela napas. Ia paham kenapa Will seperti itu. Kurangnya kasih sayang orang tua membuat emosinya sering tak terkendali. Padahal aslinya William adalah anak yang baik.

"Lego, kau ingin pindah sekolah?"

Lego menatap kakak pertamanya. Ia berpikir, apa dengan pindah sekolah masalah akan selesai?

"Kata P'Hong, kita jangan lari dari masalah. Namanya juga hidup, masalah itu sudah menjadi bagiannya. Jadi aku akan tetap sekolah di sana. Toh pindah sekolah tak menutup kemungkinan hal serupa bisa terjadi juga kan?"

William tak terima. Ia baru akan memarahi Lego, tapi Nut segera memotongnya.

"Lego benar. Jadi keputusannya Lego akan tetap sekolah di sekolah itu."

"Tapi, Phi, ......"

"Cukup, Will. Sekarang yang penting bagaimana cara kita menjaganya, bukan mengajaknya lari. Aku akan meminta pak Satya menjadi sopir pribadi Lego. Setidaknya jika kita berdua tak bisa menjemput, dia bisa menjemput."

Saat tidak ada orang tua mereka, keputusan memang menjadi hak Nut sebagai putra sulung. Semua pekerja dan kedua adiknya harus menuruti perintahnya.

"Lego pamit dulu ya, Phi. Mau istirahat."

Lego pergi setelah mendapat anggukan dari kedua kakaknya. Ia akan membersihkan diri sebelum mengistirahatkan tubuhnya.

"Phi yakin meminta sopir keluarga menjemput Lego? Mereka tidak ada yang menghormati Lego atas perintah dua orang itu."

William mengutarakan pendapatnya setelah melihat Lego memasuki kamar. Ia tak ingin adiknya sakit hati jika mendengar tentang apa yang ingin ia diskusikan dengan kakak tertuanya.

"Aku akan berusaha membujuknya. Jika dia melapor pada papa, aku yang akan bertanggung jawab."

William menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa. Matanya terpejam dengan menarik napas panjang.

"Aku lelah berada di tengah keluarga ini. Yang kita miliki hanya kekayaan, tidak ada kasih sayang seperti keluarga lain."

Nut menatap adiknya dengan wajah sendu. Ia tahu kedua adiknya sangat mendambakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ia tak bisa berbuat apa-apa selain mencurahkan seluruh kasih sayang untuk mereka. Karena itulah Nut tidak berminat menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Ia tidak ingin melupakan kedua adiknya saat memiliki seseorang di hatinya.

"Aku iri sama Lego. Dia bisa bertemu keluarga yang sangat baik. Bahkan menganggap Lego seperti anaknya. Lego pasti mendapat pelukan atau perlakuan lain dari mereka. Legi terlihat lebih bahagia sejak mengenalnya."

Posisi William masih tidak berubah. Nut bisa menatap ekspresi adiknya. Meski mata adiknya terpejam, ia tahu ada kesedihan yang tersembunyi di sana.

Nut sendiri juga penasaran dengan orng yang selalu diceritakan Lego. Ia sangat ingin bertemu dengannya. Kalau bisa juga ingin bertemu keluarganya.

Sebenarnya siapa kau, Hong?




























TBC.

Accidental Heart (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang