Terakhir Bersamamu

0 0 0
                                    

Enjoy!

***

Adalah hari yang biasa bagi Friedrich Wilhelm von Hohenberg. Namun, hanya dirinya yang tahu bahwa hari ini, adalah hari terakhirnya. Sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-34, ia merasa detak jantungnya mulai melambat. Tubuhnya semakin lemah, dan meski secara fisik ia tampak sehat, rahasia ini tak bisa ia simpan lebih lama lagi. Friedrich, seorang pria dengan rambut gelap yang kini beruban di bagian pelipis, dan mata biru yang selalu memancarkan keteguhan, tak lagi merasa penuh hidup. Ia tahu bahwa waktu yang tersisa semakin singkat.

Selama bertahun-tahun, Friedrich telah berkelana sendirian, menjalani hidup yang penuh dengan misi dan perjuangan, tetapi kali ini berbeda. Ia merasa ada yang hilang. Dan yang paling ia takutkan, adalah tidak sempat mengungkapkan apa yang terpendam dalam hati.

Di tengah malam yang sunyi, ia memutuskan untuk pergi ke taman belakang rumahnya. Pemandangan bulan yang tenang membawa sedikit kedamaian di tengah keramaian pikirannya. Namun, bukan taman itu yang ia tuju, melainkan sebuah rumah kecil di ujung jalan. Rumah itu adalah tempat ia dan Erika Rosalind Wilkins, wanita yang selama ini selalu ada dalam hidupnya, berbagi senyuman dan tawa.

Erika, dengan rambut pirang yang tergerai alami dan mata hijau yang penuh kelembutan, selalu mampu menghilangkan semua kelelahan yang datang setelah hari-hari berat. Friedrich sering kali merasa bahwa Erika adalah segalanya yang ia butuhkan, namun ia juga takut mengikatnya dalam penderitaan yang tak bisa dielakkan.

Hari itu, ia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa jika ini benar-benar akhir, ia ingin melakukannya dengan cara yang berbeda. Ia ingin memberi tahu Erika betapa besar rasa sayangnya, meskipun ia tahu bahwa pengakuan itu mungkin akan terlambat.

Begitu tiba di rumah Erika, Friedrich terkejut mendapati pintu terbuka. Dengan langkah hati-hati, ia masuk dan mendapati Erika sedang duduk di meja makan, menulis sesuatu di kertas.

"Erika," suara Friedrich lembut namun tegas, mencoba tidak membuat dirinya terlalu terlihat cemas. Erika menoleh dengan senyum manisnya, mata hijau itu memancar penuh kehangatan.

"Friedrich, ada apa?" tanya Erika, seolah tidak melihat ada yang berbeda dari diri pria itu.

Friedrich menarik napas dalam-dalam. Ia ingin mengatakan sesuatu yang besar, sesuatu yang selama ini terkubur rapat dalam hatinya. Tetapi, kata-kata terasa begitu sulit keluar. Ia mendekat, duduk di kursi di hadapan Erika, dan menatap matanya.

"Ada hal yang ingin aku katakan," katanya, suaranya hampir pecah. "Aku... aku tahu bahwa aku tidak banyak menunjukkan perasaanku selama ini, tapi..."

Erika terdiam, seakan merasakan ada yang tidak biasa dengan Friedrich. Namun, ia tidak bertanya lebih jauh, hanya memegang tangan Friedrich dengan lembut.

"Kau tahu aku selalu ada untukmu, bukan?" Erika berkata, mencoba memberi kenyamanan pada Friedrich yang terlihat semakin tertekan.

Friedrich menggenggam tangan Erika dengan kuat, seolah itu adalah satu-satunya hal yang bisa ia pegang dalam hidup yang mulai rapuh ini. "Aku tidak akan lama lagi, Erika," katanya dengan suara yang penuh haru.

Mata Erika terbuka lebar, kebingungannya tercermin di wajahnya. "Apa maksudmu?"

Friedrich menghela napas lagi. "Aku tahu... aku tahu aku tidak punya banyak waktu lagi. Tapi sebelum semuanya berakhir, aku ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu, lebih dari apapun."

Erika terdiam, tidak tahu bagaimana harus merespon kata-kata Friedrich. Hatinya berdebar, merasakan kehangatan dan kesedihan yang bersamaan.

"Sampaikan padaku, Erika," kata Friedrich, matanya penuh dengan rasa sakit yang tak bisa ia sembunyikan lagi, "bahwa aku tidak meninggalkanmu dengan rasa menyesal."

Air mata mulai menetes di pipi Erika. "Kau tidak bisa pergi, Friedrich. Kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja. Aku... aku belum siap."

Namun, Friedrich hanya tersenyum, meskipun senyumnya tak lagi sempurna. Ia mengusap air mata Erika dengan jemarinya, mencoba memberikan kedamaian pada wanita yang sudah begitu banyak memberi kebahagiaan dalam hidupnya.

"Erika... ini adalah cara terbaik. Aku tak ingin kau merasakan beban yang semakin berat. Biarlah aku pergi dengan senyuman."

Dan saat itulah, Friedrich menutup matanya untuk terakhir kali, meninggalkan dunia ini dengan penuh ketenangan, tahu bahwa ia telah mengungkapkan perasaan terdalamnya pada orang yang paling ia cintai, meskipun itu hanya dalam hitungan jam.

Erika tetap duduk di sana, memegang tangan Friedrich yang sudah tak bernyawa, merasakan betapa hidup ini tak pernah bisa diprediksi, dan bagaimana perasaan bisa datang dan pergi begitu cepat.

***

END!

It's About Us [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang