Chapter 8 (Revisi)

4K 89 3
                                    

Gerrald bukanlah orang yang suka mengingat hal-hal yang dirasanya tidak penting. Jika hal itu tidak berdampak apapun pada dirinya, akan mudah di lupakannya.

Dari sekian banyak peristiwa yang ia alami, ada satu yang paling membekas di benaknya. Satu hal yang berdampak besar di kehidupannya. Dan sekarang dia harus hidup dengan orang itu. Memang ini rencananya, tetap saja kebencian itu bersemayam di hati kelamnya.

"Gerrald!"

"Hah?"

Rama mendengus melihat bosnya yang asik melamun. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu. Gerrald memang sering terlihat serius, tapi dia bukan orang yang suka melamun. Dia akan melakukan dan mengatakan apapun pikirannya seketika itu juga.

Rama meletakkan berkas yang ia bawa di meja Gerrald. "Ada masalah?"

Gerrald menggeleng. "Nggak." Pria itu melirik sekilas berkas yang di letakkan asistennya itu. "Ini apa?"

"Laporan yang anda minta kemarin. Semuanya tertulis disana sesuai permintaan anda," jawab Rama. Gerrald mengangguk dan menyuruh Rama untuk keluar.

Di bacanya tiap kata yang ada di laporan itu. Wajah tampannya tak menunjukkan ekspresi selain ekspresi datarnya.

Sampai di selembar foto. Wajahnya berubah sendu. Di usapnya foto itu penuh perasaan, rasa rindu yang mendalam.

Brak!!

Pintu ruangan terbuka dengan kasar. Baru saja Gerrald memarahi siapapun yang melakukannya, tapi urung. Wajah Rama yang pucat dan ekspresi khawatir membuatnya heran. Firasat buruk menghampirinya.

"Kenapa? Ada apa dengan wajahmu?"

Rama menelan ludahnya. "Mrs. Asyra....dia kecelakaan."

Pucat pasi tidak bisa menggambarkan Gerrald saat ini. Nafasnya memburu dan tatapannya kosong, tidak fokus.

"Sir?"

Tiba-tiba saja Gerrald berdiri dan meraih ponselnya.

"Batalkan seluruh jadwal setelah ini dan siapkan mobil."

Rama mengangguk, asisten terpercaya Gerrald itu langsung melakukan semua instruksi bosnya itu.

Lamborghini Aventador hitam milik Gerrald melaju membelah jalanan yang padat dengan lincah. Tidak peduli dengan umpatan dan makian yang dilontarkan pengemudi lainnya. Bahkan dia menerobos lampu merah.

Suara decit ban menganggu orang-orang yang berada di sekitar pintu masuk Rumah Sakit Wijaya. Gerrald melempar kuncinya ke valet dan berlari ke meja resepsionis.

"Dimana ruangan pasien bernama Asyra?"

Reni, si resepsionis. Baru saja kembali dari toilet gara-gara salah makan. Serasa mendapat undian keliling Eropa begitu melihat Gerrald. Memang banyak pria-pria tampan yang bersliweran di rumah sakit, tapi baru sekarang dia menemukan yang sebening ini. Alamak, ketiban durian runtuh nih, batinnya senang.

"Ehem, ada yang bisa saya bantu?" suaranya dibuat lembut mendayu-dayu.

"Dimana ruangan pasien bernama Asyra? Masuk hari ini karena kecelakaan," ulang Gerrald.

"Asyra? Asyra siapa lebih jelasnya."

Gerrald semakin gusar. Saat ini dia sedang tidak ingin diganggu. Dan wanita di depannya ini jelas-jelas mencari-cari kesempatan berbicara dengannya, yang sudah pasti bermaksud menggodanya.

"Siapa namamu?"

"Reni, pak."

Gerrlad mengambil ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang. Setelah menyelesaikan panggilannya, tak lama kemudian datang seseorang menggunakan jas dokter dan seorang pria muda menggunakan jas abu-abu.

"Tuan Gerrald, mari saya antar," ucap Dokter Frans. Gerrald mengangguk. "Jamie, pastikan aku tidak melihatnya lagi." Gerrald mengikuti Dokter Frans, meninggalkan Jamie dengan si resepsionis yang berwajah pucat.

***

"Jadi bagaimana keadaannya?"

Gerrald menatap datar istrinya. Syra terlihat damai dalam tidurnya. "Istri anda hanya mengalami anemia. Menurut orang yang membawa istri anda kemari, mobil itu tidak sampai menabrak istri anda. Jadi tepat saat mobil itu berhenti, istri anda pingsan karena anemianya."

Gerrald mengangguk singkat mendengar penjelasan dokter. "Baiklah. Kau boleh pergi."

Setelah Dokter Frans pergi, Gerrald duduk di kursi di samping ranjang Syra. Menatap dalam istrinya. Diraihnya sebelah tangan Syra dan diciumnya. "Kau berhasil membuatku kacau, Syra."

Gerrald merasa semua rencananya sudah keluar jalur. Melihat Syra terluka seperti ini saja membuatnya kacau. Dan entah harus ia apakan rencana yang sudah ia susun selama ini.

"Ge...gerrald...kau kah itu?"

Dengan cepat Gerrald melepas genggaman tangannya. Kembali memasang ekspresi datar. "Kau sadar?"

Pertanyaan macam apa ini, runtuk Gerrald dalam hati.

Syra kelihatan masih kehilangan orientasi. Matanya terus menatap sekeliling, sampai berhenti tepat ke sepasang mata yang selalu menatapnya tajam.

Sebuah senyum tipis terukir di bibir mungil Syra. "Aku mencintaimu." Tepat setelah mengatakan kalimat yang memporak-porandakan perasaan Gerrald, wanita itu kembali terlelap.

Gerrald terdiam. Pria itu tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dengan gusar ia mengusap wajahnya. "Sial!" desisnya.

Kalau seperti ini masih sanggupkah dirinya melanjutkan rencana jahanamnya itu?

I'M STILL LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang