Sore itu Illy baru sampai di tempat kostnya. Dia buru-buru ingin segera menyiapkan semuanya untuk menyambut Al malam nanti. Tapi, langkahnya berhenti saat melihat Verrel berjongkok didepan pintu kamar kostnya. "Verrel..."
Verrel yang mendengar suara itu akhirnya mengangkat kepalanya, dia langsung bangkit dan mendekat pada Illy. Akhirnya setelah menunggu sejak pagi, Illy muncul juga. "Lyy, lo udah balik ? Lo kemana aja ? Lo gak papa, kan ? Al gak ngelakuin yang aneh-aneh kan sama lo ?" Tanya Verrel sambil memegang lengan Illy, memeriksa Illy dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Rell..."
"Lo bilang sama gue, jawab gue, lo gak papa, kan ?!" Verrel masih saja sibuk sampai tidak mendengar ucapan Illy.
"Rell, gue gak papa..." jawab Illy akhirnya.
Verrel akhirnya diam, detik berikutnya dia langsung memeluk Illy. "Jangan tinggalin gue... Gue kemarin mikirin lo, gue hawatir. Lo kenapa gak ngaabarin gue ?"
"Sorry, kemarin gue ke Bandung. Gue..." Illy berhenti beberapa saat. Sampai Verrel melepaskan pelukannya.
"Lo kenapa ?"
"Gue udah ketemu sama ibu, Al yang bawa gue kesana." Lanjut Illy.
"..." Verrel tidak tahu harus berkata apa.
"Al gak maksa gue, dia Cuma buat gue sadar kalo ibu itu segalanya buat gue. Selama ini gue salah udah ninggalin dia. Gue juga salah selama ini gak pernah dengerin lo kalo nyuruh gue pulang."
"Gue seneng akhirnya lo balik sama nyokap lo..." Ya, Verrel senang tapi, dia tidak bisa membohongi dirinya kalau dia juga kecewa karena Al yang behasil membawa Illy kembali kepada ibunya. Bagaimana mungkin dia yang sudah sejak lama mengenal Illy justru dikalahkan oleh Al yang baru saja datang dalam kehidupan mereka ?
Illy kemudian menatap Verrel, mengumpulkan keberaniannya untuk menyampaikan apa yang beberapa hari itu ingin dia katakan. "Rell... Gue sama Al, gue..."
Verrel sepertinya sudah bisa menebak apa yang akan Illy katakan. "Sebaiknya lo istirahat dulu, lo pasti cape, kan ? Gue balik dulu ya..." Verrel baru akan beranjak saat Illy menahannya, menggenggam tangan Verrel kuat-kuat. "Gue harus pulang, Lyy." Ulang Verrel.
Illy tahu Verrel hanya berusaha menghindarinya. "Gue sayang sama Al. Gue gak tau kenapa tapi... gue bener-bener sayang sama dia... Lo harus tau, Rell."
Verrel menarik tangannya dari dalam genggaman Illy. Dia menatap Illy dengan amarah yang mulai menyeruak. "Apa ? Haha !" Verrel tertawa sinis. "Lo sayang sama dia ? Gimana bisa dia yang baru aja dateng tiba-tiba udah ngelangkah jauh didepan gue ? Dia nikung gue ?" Verrel masih saja tertawa sinis, mentertawakan nasibnya.
"Maksud lo apa ? Dia gak pernah gantiin posisi lo buat gue, lo tetep Verrel gue, gue tetep Illy lo..." ucap Illy dengan sangat berhati-hati.
"Lo bener. Gue tetep Verrel lo, sahabat lo dari kecil, cowok gila yang selama ini bahagia cukup dengan liat lo bahagia, gue yang selalu hargain pinsip-pinsip lo. Gue yang gak pernah mau hubungan kita lebih dari sahabat karena gue takut ngerusak semuanya. Gue yang dengan bodohnya mikir kalo lo akan selamanya Cuma bakal jadi milik gue sebagai apapun status gue buat lo, tanpa mikirin perasaan gue sendiri sebenernya gimana ke lo !" Verrel mulai kehilangan kendali dengan suara bergetar.
"Maksud lo apa ? Jangan bikin gue takut..."
"Gue sayang sama lo !!! Saking sayangnya, gue sampe gak berani nuntut apa-apa dari lo, gue gak berani minta lebih dari sekedar sahabat dari lo... Dan sekarang, lo bilang lo suka sama Al. Bukannya dia juga sahabat lo ? Kenapa bukan gue ? Gue yang jauh lebih lama kenal sama lo. Kenapa ?!!!" Nada suara Verrel semakin tinggi, membuat Illy takut dan mulai menangis. "Kenapa ?!!! Kemana prinsip-prinsip lo selama ini ?!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Wallflower Love Story (AWLS)
RandomJika kau hidup di dunia ini sudah merasa cukup hanya dengan mengikuti ke mana arus takdir membawamu, maka kau salah besar. Memang benar takdir kita sudah tertulis, dan kita wajib mengimaninya. Tapi, apa kita hanya harus berdiam diri menunggunya? Ayo...