Chapter 5 pt. 2

98 7 0
                                    

- Alissya Amelia Fanadya p.o.v -
.
.

Aku sendiri atau bahkan kami semua -Sandra, Reisya, Martin, Katerine, dan Angela- belum juga mendapat kabar apa pun dari Rendy. Berapa pun banyaknya pesan yang ku kirimkan dan berapa kali pun aku menghubungi nomor pribadi mau pun nomor telepon rumah cowok itu, tetap saja aku tak mendapat jawaban yang kuinginkan, sekali pun tak pernah.

Hari ini adalah week end, aku memutuskan untuk bersepeda sebentar untuk mencari udara baru, selain udara apartment dan sekolah. Kami semua tak pernah lagi keluar bersama karena hubungan kami yang semakin merenggang bukannya membaik, dan mungkin saja, kembali bergabungnya aku menjadi salah satu penyebab yang memperparah keadaan.

Aku bersepeda tanpa tujuan, dan sejak awal memang tidak pernah ku tentukan arahnya. Begitu asik dengan pikiranku yang melayang jauh, hingga tanpa sadar aku mulai memasuki daerah tempat tinggal Rendy.

Apakah ini sebuah kebetulan?
Atau memang takdir yang membawa
ku ke sini?
Atau mungkin. . . rindu resah yang menuntun ku kemari?

Pikiranku yang tadinya melayang tak tentu arah, kini perlahan mengembalikan Rendy ke dalamnya, memanggil dan menyatukan keping demi keping gambar kenangan dimana diriku dan Rendy bahagia bersama di dalam sana.

Seharusnya tidak menjadi masalah, bukan? Jika aku mengikuti alur saja untuk menyusuri jalan di daerah ini, sembari merapalkan harap akan bertemu dengan Rendy atau setidaknya secercah kabar tentangnya.

Aku terus mengayuh sepeda hingga hampir tiba tepat di depan rumah Rendy, sebelum akhirnya terpaksa berhenti karena terlihat sesuatu yang mengganggu pikiranku. Seorang anak perempuan yang terlihat lebih muda beberapa tahun dari ku baru saja keluar dari rumah Rendy sambil membawa sebuah kotak yang siap dimasukkannya ke dalam bagasi mobil yang terparkir tak jauh di hadapannya.

"Siapa dia?" gumam ku, bertanya pada diri sendiri. Kemudian, terlintas dorongan dalam benakku, bahwa aku harus menghampiri gadis itu untuk bertanya secara langsung. Untuk itu, aku segera membawa sepedaku menuju rumah Rendy.

Begitu berada dalam jarak tepat, aku bertanya, "excuse me, who are you? Why did you get out from my friend's house?" Aku sendiri tak bisa menjelaskan bagaimana intonasi dan nada bicaraku saat ini. Mungkin terdengar seperti orang yang sedang curiga terhadap niat jahat? Atau mungkin seperti seseorang yang sedang cemburu mendapati gadis lain keluar dari rumah kekasihnya?

Anak perempuan itu menunjukkan ekspresi bingung dengan jelas, "for precisely, which friend do you mean? This is my home," jawabnya kemudian.

Aku bingung, mengapa perempuan ini mengaku bahwa ini rumahnya? Aku melihat ke arah rumah itu sekali lagi, memastikan bahwa itu benar rumah Rendy. Dan tentu saja, aku tidak salah, "My friend name is Rendy and from what I know, this is his house," jelasku, menjawab pertanyaannya.

Anak perempuan itu menunjukkan ekspresi yang tak terbaca lagi olehku, dia menatap ku lekat lalu mengangguk-angguk seakan mengingat sesuatu, "oh... jadi kakak ini teman yang pernah kak Rendy ajak ke rumah?" Dari pertanyaannya, dia seolah sedang mengkonfirmasi apa yang diketahuinya.

"Tapi... HAH?! Kak Rendy? Gadis ini baru saja menyebut nama Rendy dengan sebutan 'kak'?" pikirku kini sedang bekerja dengan cepat, berusaha mengingat apa saja yang telah diceritakan Rendy padaku dahulu.

Dengan refleks, aku menepuk jidat, "oh iya! Rendy punya adik perempuan!" aku ingat sekarang, tetapi, aku memang tak tahu wajah serta nama dari adik Rendy.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our Story in Paris [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang