Laki-Laki Berbahaya

19.6K 2K 89
                                    

Aaaargh... busted!

Jelas-jelas aku ketahuan.

"Mama!" Suara spontan dari bayi kecil yang ada di gendongan cowok itu memecah keheningan antara aku dan orang yang dengan seenak jidatnya menyebutku 'maling jemuran'.

"Papa, mama! Mama!" Kulihat bayi kecil itu memukul-mukul bahu cowok yang menggendongnya dan tangan mungilnya yang lain menunjuk-nunjuk ke arahku.

Eh? Apa tadi katanya? Papa?

Mama?

Sebelum aku sempat mencerna kata-kata singkat tapi mengejutkan dari bayi kecil itu, tatapan mata kami kembali bertemu.

Cowok itu mendekat padaku. Masih dengan pandangan matanya yang datar dan lurus menatapku. Mengintimidasi. Dan bahkan sebelum aku sadar apa yang terjadi, tiba-tiba dia sudah berjarak kurang dari setengah meter di hadapanku, menarik lenganku membuat wajahku mendekat.

"Ikut gue ke kamar" Gumamnya datar.

***

Aku duduk bersimpuh gugup di hadapan seorang cowok yang menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan duduk arogan. Gugup karena pertama aku posisinya adalah sebagai terdakwa seorang mesum yang mencuri kolor cowok, atau mungkin yang lebih parah lagi, aku dikira cewek yang mau mengirim santet buat gebetan. Dan kedua, ini pertama kalinya aku masuk ke kamar cowok.

"Jadi, kenapa lo pegang-pegang kolor gue?" Tanyanya, memulai percakapan
pertama kami setelah dia dengan paksa menarikku masuk ke kamarnya.

Bentar, tadi dia bilang apa? Kolor gue?

Kolor gue?

Mati kamu, Ume! Udah kepergok nyolong kolor, dan ternyata itu kolor orang yang mergokin kamu, dan sialnya lagi ternyata itu bukan kolornya Kak Juna!

Tuhan, cabut nyawaku saja sekarang...

"I-ini kolor kakak?!" Aku mengangkat kolor yang ada di tanganku itu dengan perasaan shock. Dia mengerutkan dahinya dan aku bisa lihat dibalik kacamata yang membingkai matanya, dia nampak tidak nyaman dengan pembicaraan vulgar semacam kepemilikan kolor seperti ini.

"Iya, balikin." Dia menyambar kolor yang ada di tanganku dan melemparnya sembarang ke atas kasurnya.

Dan keheningan kembali tercipta.

Hanya bayi kecil yang tadi untuk pertama kali seumur hidupnya harus menyaksikan sebuah tindak kriminal seorang mesum yang nyolong kolor yang kini sibuk merangkak di sekitar kami. Memanjat-manjat kasur, mengambil kolor yang tadi dilempar sembarang cowok itu dan melemparnya tepat ke wajah cowok itu.

"Papa!" Dia berteriak girang. Kemudian beringsut turun dan berguling-guling minta digendong. Cowok itu mengangkat bayi itu tinggi-tinggi, lalu memangkunya.

"Maaf kak, aku salah ambil..." seruku nekat. Udah kepalang basah, aku memang ada niat untuk ngambil kolor, kok. Jadi aku dalam posisi yang kalau berbohong, justru semakin ketahuan kalau aku memang bohong.

"Jadi lo beneran mau nyolong kolor?" Tanya laki-laki itu nggak kalah kaget seperti saat aku tahu kalau kolor itu adalah kolor bukan kepunyaan Kak Juna.

"Aku... aku... disuruh ngambil kolor Kak Juna waktu main truth or dare, Kak..." jelasku jujur.

"Juna?" Gumamnya, sedikit terkejut mendengar aku menyebutkan nama senior populer yang selalu jadi incaran junior senior di fakultas. Termasuk aku.

"Hee... jadi lo salah satu dari cewek yang main truth or dare di kantin waktu itu?"

Omaygad! Kok dia bisa tahu??

          

"I-iya sih.. itu bener. Tapi kenapa kakak bisa tau, ya?" Aku bertanya lagi, takut-takut.

"Gue yang waktu itu makan bareng Juna."

Eh?

Iyakah?

Aku bukan orang yang bisa dengan cepat menghafal semua wajah orang di dunia, kecuali yang kurasa penting untuk kukenali, jadi, aku sama sekali tidak sadar kalau orang yang menangkap basah tindak kriminalku di depan ini adalah teman Kak Juna.

"Kak... Ryuu?" Tanyaku hati-hati. Samar-samar, ingatanku tentang obrolan dengan Maya di kantin waktu itu terputar di otak.

"Iyaaa... ganteng banget. Macho banget lagi~" Maya ikut menimpali. "Eh, dia bareng lagi sama Kak Ryuu..." lanjutnya, membuatku menyadari sesosok makhluk yang sedang menjadi lawan bicara Kak Juna. Sesosok cowok berbaju kemeja putih dengan kacamata yang membingkai matanya. Siapa tadi? Kak Ryuu?

Dan orang yang ada di hadapanku ini mendelikkan matanya.

Tapi sama sekali tidak merespon begitu tadi kupanggil.

"Mama!" Celotehan bayi perempuan mungil itu tiba-tiba memecah suasana hening. Dengan langkah patah-patah, dia menghampiriku dan menjatuhkan dirinya di pangkuanku.

Sebentar...

Setelah seorang cewek mesum yang maling kolor...

Seorang cowok yang punya bayi di kamar kosannya adalah hal yang aneh...

"KAK RYUU! INI BAYI SIAPAAA?!" Aku menjerit histeris. Kalau bukan gara-gara aku jadi terdakwa pencurian kolor, mungkin aku sudah menjerit dari tadi.

Kak Ryuu membekap mulutku dengan tangannya yang besar. Memaksaku untuk berhenti menjerit-jerit seperti orang gila. Dia kemudian melirik jam dinding.

"Jam setengah dua belas. Hari ini semua pada kuliah... selamat, selamat..." gumamnya pada diri sendiri. Dia menatapku sengit sebelum akhirnya melepaskan tangannya pada wajahku.

"Ini bayiku, namanya Miki." Serunya sembari mengambil Miki dari pangkuanku. Miki kelihatan tidak suka, meronta, tapi akhirnya pasrah saat Kak Ryuu memangkunya.

Kepalaku berdenyut saat suara Kak Ryuu bergema di pikiranku.

Ini bayiku...

Ini bayiku...

Ini bayiku...

Segamblang itukah dia bisa bilang kalau Miki adalah bayinya?

Apa ini semacam trend? Atau apa memang dia sudah married?

"Heee..." aku hanya bisa ber-hee ria sambil melihat Miki yang kini sibuk menarik-narik kerah baju 'ayahnya'.

"Mama!" Rasanya jantungku mau copot saat tiba-tiba Miki bilang Mama. Hanya ada dua kemungkinan; ibu kandungnya, istri orang yang kolornya aku ambil, sudah datang. Dan karena posisiku saat ini ada di kamar suaminya, nyaris maling kolornya, kemungkinan aku akan pulang dikuliti.

Atau yang lebih aku takutkan, yang kedua...

Miki memaksa bangun dari pangkuan Kak Ryuu, kemudian merangkak mendekat padaku. Dia menatap padaku dengan pandangan polosnya, minta dipangku.

"Mama!" Lagi-lagi suara kecilnya yang melengking berseru.

Aku membeku, bertatap pandang dengan Kak Ryuu yang membalas dengan tatapan datar. Apa dia sama sekali nggak bisa menunjukkan ekspresi lain selain wajahnya yang datar itu? Dia mirip orang-orangan sawah, sumpah.

"Kakak, kakak kelepasan?"

Kak Ryuu mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Pokoknya, ini bayiku..."

Dia mengalihkan topik pembicaraan!

"Terus kenapa dia panggil aku mama? Mamanya yang asli mana?"

Aku terus memburu Kak Ryuu dengan pertanyaan menjurus sampai aku melihat sekilas kilatan di mata Kak Ryuu.

"Mungkin Miki manggil lo mama gara-gara dia ngeliat lo megang-megang kolor gue."

Deg! Kenapa masalah itu tiba-tiba diungkit lagi?

"Miki kira kamu lagi nyuci kolor gue, papanya." Lanjutnya dengan tarikan ke atas di sudut bibirnya. Aku nggak tahu ekspresi dia maksudnya apa, senyum, ketawa tapi ditahan, atau emang smirk. Wajah dia kurang pembendaharaan ekspresi.

Dan aku nggak tahu dia tujuannya ngelucu, apa gimana tiba-tiba ngomong kayak gitu.

Dan suasana kembali awkward.

"Nama lo siapa?"

"U-Ume, kak..."

"Gue simpen rahasia lo sebagai maling kolor mesum, dan lo simpen rahasia gue punya bayi di kosan. Itu satu-satunya cara lo buat selamat."

Kampret!

TRUTH OR DARE SIALAAAN!!

***
Ume, lo dafuq emang ㄟ( ▔∀▔ )ㄏ

Dia itu sok polos apa emang cari mati, gue juga bingung...
Dan kalo aslinya sih dia emang rada mesum kayaknya. Waktu di kantin, pas ketemu sama Kak Juna, dia malah autofocus dadanya Kak Juna. Inget?

Sabar ya, Ume. Gue nggak tau sebahaya apakah Kak Ryuu itu, tapi dengan dia nyimpen bayi di kosannya aja udah bukti kalo dia nggak suci lagi huweee :''

Dan apalah yang aku omongin ini -_-
Terimakasih untuk semua yang udah vote dan comment, maaf aku jarang comment :' Semoga bisa ngakak lagi sama Ume.

10

Love Me BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang