Hai maaf agak telat. Semoga gak bosan yaa ^^
-----------------------------------------
Ada yang pernah bilang jika bunga tak'an mekar bila tidak disiram. Seperti kehidupan, kau tidak akan berkembang jika kau tak bertemu manusia yang membuat dirimu tumbuh lebih dewasa dari sebelumnya. Berterimakasihlah dengan mereka.
Biru muda nampak terlihat cantik dalam untaian sejuk kapas putih yang bergerak perlahan.
Guratan lukisan sang pencipta membutakan manik bening yang sedari tadi menengadah menerawang langit.Araiko suka pagi hari, tapi tidak suka matahari. Cahaya matahari terlalu menusuk ubun ubun mahluk setengah medusa seperti dirinya. Berungtung gadis ini dilahirkan dalam lingkungan hutan.
Lengan pucat masih merengkuh buku tebal yang ia temukan bertumbuk di perpustakaan kuil.
Kuil ini miliknya, bisa dibilang warisan leluhur. Bahkan yang tinggal disinipun arwah arwah suci, terkecuali dirinya.Araiko menutup buku tebal yang ia pelajari. Hari ini ia dapat satu kalimat istilah yang mungkin akan jadi pegangannya suatu saat.
Kedua kaki tanpa alas memijak bumi, berjalan tanpa merasa sakit sedikitpun. Ya, kali ini ia akan cari jamur lagi untuk makan. Setelah kemarin ia benar benar tak membawa satupun jamur akibat seorang laki laki."Nona yakin ingin memetik jamur? Biarkan kami saja yang cari" tawar seorang arwah berbalut pakaian miko. Sekeranjang rotan kosong ia berikan pada majikannya itu.
"Tidak apa apa. Lagi pula kau sudah lelah bukan?" Araiko meraih gagang keranjang, senyum simpul ia kembangkan. Mungkin jika pemuda pemuda tetinggi kuil melihat senyum sang dewi mereka akan mabuk kepayang.
Kini kedua tungkai kaki Araiko mulai melangkah menjauh, anak tangga kuil ia turuni satu per satu. Hingga sampailah ia pada ujung anak tangga. Semula wajah teduh itu melirik kanan kiri, takut takut pemuda yang kemarin hadir tiba tiba.
"Hhh... Beruntung dia tidak ada" hela Araiko. Gadis bersurai hitam ini kembali berjalan, kaki tanpa alas kini memijak tanah yang lebih lembab. Ini menandakan ia sudah sampai pada kawasan dalam hutan.
Sungai jernih mengalir bak udara yang melintas. Araiko terduduk sebentar. Dilihatnya wajah lelah yang terpantul di air sungai.
Kedua telapak tangan menelungkup, membasuh wajahnya yang terlihat cukup lesu.Brushhh
"Sedang apa?" tiba tiba Mikazuki muncul kepermukaan sungai. Tubuhnya yang bertelanjang dada membuat Araiko mematung seketika.
Gemercik air menetes perlahan, wajah sek... Ah tidak, wajah itu memang terlihat seksi ketika mulai memijaki bibir sungai.Mikazuki mengambil duduk disamping Araiko yang masih membeku. Mata gadis lugu ini membulat. Tidak, matanya sudah ternodai sekarang. Kenapa pemuda itu tak pakai Yukatanya?
"Kenapa? Terkejut? Yaaa, aku memang seksi" Mikazuki mendorong helaian surai basahnya kebelakang. Dahi penuh bulir air sungai itu menetes kehidung, lalu kebibir dan...
"Pakai bajumu! Dasar sinting!" Araiko beranjak cepat, ia tarik keranjang jamurnya cepat. Namun tak kalah cepat dengan lengan Mikazuki yang telah mencengkram ujung lengan kimononya.
"Aku suka aroma sakura mu...." hidung bangir pemuda ini merasakan dalam dalam aroma gadis yang justru malah kepalang panik ini.
Araiko segera melepaskan cengkraman Mikazuki, segera ia melesat berlari menjauh. Takut takut pemuda berwajah mesum itu menerkamnya.Hutan semakin jauh dari celah cahaya. Araiko tetap berjalan cepat. Sudah beberapa jam berjalan tak ia temukan satupun jamur yang ada. Lelah, putus asa, malas. Itulah yang ia rasakan.
"Nona, aku sudah bilang. Aku akan bantu dirimu mencari"
Entahlah ia datang sejak kapan, tapi yukatnya sudah terpakai menutupi seluruh badan, tapi surainya masih terlihat basah."Tidak perlu! Aku bisa sendiri!" tolak Araiko, terus menerjang medan hutan.
Semak belukar penuh duri sempat menancap di lengan mulus Araiko. Namun sama sekali tak dihiraukan, ia lebih memilih mendapatkan jamur yang banyak ketimbang keselamatan diri. Dan itu tak nihil.
Araiko menemukan ladang jamur yang banyak, atau mungkin sangat banyak. Segera, layaknya orang melihat emas berkilau. Gadis ini memetik semua jamur yang ada. Sedangkan Mikazuki terduduk sila pada salah satu dahan pohon.
"Mau ku bantu?" tawar Mikazuki.
"Jika kau tak keberatan silahkan" gumam Araiko yanh masih fokus memetik.
"Tapi kau harus jadi Saniwa ku" Mikazuki melompat dengan pendaratan yang cukup mulus. Perlahan ia berjalan mendekat kearah gadis yanh tengah sibuk ini.
"Apa? Tidak mau, lagi pula apa enaknya menjadi saniwa"
"Tapi aku mau di suru jika kau jadi saniwa ku" Mikazuki kembali terduduk, dilihatnya pergerakan Araiko yang sama sekali tak meliriknya.
"Tidak mau! Apa gunanya dirimu jadi pedangku!" Araiko berhenti memetik, mata sinisnya ia sudutkan pada pemuda disana.
"Kau tidak mau jadi saniwa ku?"
"Tidak! Tidak mau!" sentak Araiko.
Penolakan, Mikazuki benci penolakan, bahkan ia sudah terlampau tak sabar. Rasanya ingin langsung ia bawa gadis ini ke Citandel dan menyekapnya dalam ruangan."Kau tau kenapa aku ingin menjadikan mu saniwa? Begini, saniwa ku meninggal saat perang antar kuil. Aku merasa sangat bersalah karna sebagai pedang aku tak bisa menjaga saniwa ku sendiri. Jadi izinkan aku untuk membalas rasa bersalah ku pada mu" tatapan sayu menatap manik merah milik Araiko. Mata itu nampak terlihat iba. Namun Araiko tetapalah Araiko. Ia tidak akan mudah menerima.
"Aku tak peduli!" kini Araiko kembali memetik jamur tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Baiklah...." Mikazuki bangkit dan berjalan kearah berlawanan. Ya, ia pergi. Tak kuat mendengar ucapan pedas Araiko. Sudah terlanjur sakit hati.
Lengan Araiko yang terluka mengeluarkan darah segar, belum lama rasa perih yang ia rasakan semakin sakit. Ia tak dapat kembali memetik.
Dilihatnya reaksi Mikazuki yang nampak kecewa, ada rasa bersalah tapi apa daya?Hasrat ini masih ingin memetik banyak, tapi tangan tak mampu digunakan. Mau tak mau ia harus minta bantuan Mikazuki.
"Baiklah, aku akan jadi saniwa mu jika kau memetik semua jamur ini untuk ku" ucap Araiko tiba tiba.
Langkah kaki Mikazuki terhenti, namun wajahnya tak menoleh sedikitpun. Justru menunduk tak tahan.
"Tidak usah, aku tidak butuh saniwa lagi"
Kalimat barusan tepat menusuk dalam hati Araiko yang terdalam. Bodoh, kenapa ia malah mewarkan jadi saniwa setelah ia menolak tadi."Baiklah... Tak masalah" Araiko menarik keranjang jamurnya, ia berjalan kearah lain. Tak ada perbincangan apa apa lagi setelah itu. Hanya langit birulah yang tau bagaimana mereka nanti.
To be conntinued
Thanks for reading. Don't forget to vote.
Sorry late share

VOCÊ ESTÁ LENDO
My Aruji Sama
FanficAwalnya aku dan Aruji sama hanya sebatas pedang dan Arujinya, dimana aku melindungi Aruji sama dan Aruji sama mengurusku layaknya seorang pedang. Namun entah mengapa, semua status itu berbeda. Aku ingin lebih dari sekedar pedang. Walaupun itu melang...