"Za... lo udah hibernasi hampir satu minggu, temuin aja bentar. Bayu mau minta maaf" Ranti mengetuk pintuku pelan. Aku diam sebentar sebelum akhirnya menjawab.
"Udah gue maafin, usir aja"
"Za..."
"Ranti, biarin gue sendiri" hening, kupikir Ranti akhirnya menyerah. Dia tahu untuk tidak menggedor pintu kamarku seperti dulu lagi.
"Re.. buka pintunya Re" itu suara Bayu.
"Ngapain ada cowok di kost-an gue!!!!!" Aku melemparkan guling ke arah pintu. Seenggaknya selera humorku mulai membaik. "Pergi lo! Mau ngapain lo! Panggil tante Ikhda.. Ranti!! Kenapa lo biarin mahluk ini masuk! RANTI!!!" Aku bisa mendengar Bayu tertawa pelan.
"I'm glad that you're better. Gue bakal pergi, Re.. gue nggak akan ngapa ngapain, kok!"
"..."
"Re..." Bayu diam sebentar, jujur, aku disini juga diam, menunggu kelanjutan kata katanya. "Re... gue tahu udah terlambat buat minta maaf. Kata ajaib itu nggak ada gunanya di situasi kaya gini." Aku tersenyum kecil saat dia memilih menggunakan kata 'ajaib' untuk mendeskripsikan kata 'maaf'. "Gue tahu, gue bedebah brengsek. Gue sama sekali nggak merhatiin perasaan lo. Efek apa yang bakal kena di lo ketika masuk dalam permainan ini. Dan gue nyesel, Re.. gue nyesel." Aku masih diam, menunggu kelanjutan perkataannya. "Gue nyesel semua ini terjadi, Re... tapi.." Bayu terkekeh. "Ada bagian yang perlu gue syukuri tentang semua ini."
"..."
"Gue bersyukur karena permainan ini, taruhan ini, ngebuat gue punya dorongan yang kuat buat ngedeketin lo. Gue bersyukur karena gue bisa deket sama lo. Gue bisa masuk ke dunia lo. Good night Thereza.. I'll see you tomorrow"
Aku membuka pintu kamar.
"Gue yang bakalan jadi brengsek di sini kalo gue nggak maafin lo."
Detik berikutnya, Bayu memelukku. Memelukku erat sekali seakan aku akan hilang jika dia melepaskanku. Aku diam saja.. mencoba meresapi kenyataan bahwa sekarang aku ada di luar kamarku. Aku mencoba mengingat apa yang kupikirkan ketika aku memutuskan untuk beranjak dan membuka pintu.
Tidak ada.
Aku hanya mendengar semua itu terlontar dari dirinya dan refleks membukakan pintu. Mencoba mencari dusta dari kata katanya.
"Sumpah gue minta maaf, Re... dan gue akan terus minta maaf."
"Ya.. lo nggak akan bisa minta maaf ko sekarang gue mati kecekik gara gara lo. Sumpah gue nggak bisa napas" Bayu terkekeh kecil, kembali membenamkan wajahnya di leherku. Tinggiku hanya sedagunya, otomatis membuatnya harus membungkuk untuk memelukku, mengingat aku tidak ingin repot repot berjinjit. Aku penasaran apakah posisi ini tidak.membuatnya pegal.
"Jadi... sekali gue minta maaf" Bayu melepaskan pelukannya. Cengiran kecil terkembang di bibirnya.
"Please, Bay.. gue bosen bilang gue udah maafin lo.. maafin kalian berdua, actually" aku memberinya senyum kecil.
"Gue tau kesalahan gue sebenernya nggak termaafkan. Entah apa yang ada di pikiran gue ngebuat lo jadi.. bahan taruhan" aku terkekeh. Kelihatannya ini anak nggak akan berhenti merasa menyesal sampai dia mati.
"Gue lebih milih menyebutnya sebagai 'rebutan' seenggaknya julukan itu bakal naikin derajat gue"
"There.." Bayu memicing, aku berdecak.
"Stop it, Bay.. kalo lo minta maaf sekali lagi, gue jahit mulut lo. Dan... bentar" aku maju selangkah dan menangkup kedua telapak tangan membentuk corong di depan mulut. "RANTI! KENAPA LO MASUKIN COWOK KE DALEM?? KALO KETAHUAN TANTE IKHDA GIMANA???" Ranti hanya membalas dengan tetuakan masa bodoh.sementara Bayu terkekeh. Aku berbalik menghadapnya dan berkacak pinggang. " Dan lo.. mendingan lo pergi.. sebelum ibu kost gue ngelaporin lo ke pihak berwajib" Bayu terkekeh dan mengacak acak rambutku.
"I'll go.. tapi lo harus ikut gue, gue tunggu di depan, ya?" Bayu mendekatkan wajahnya. "Mandi sana lo.. bau" aku mendorong Bayu menjauh.
"Najis, gue udah mandi dari kapan tau. Lagian, siapa bilang gue mau keluar sama lo?"
"Gue nggak terima kata nggak, Re" aku berdecak dan masuk ke kamar. Sepuluh menit kemudian, aku mengikat rambutku membentuk ekor kuda dan berjalan ke luar kamar, menemui Bayu yang sedang bersandar pada Range Rovernya.
"Sebenernya kita mau kemana, Bay?" Bayu mengangkat bahu.
"Ke tempat yang gue pikir bisa ngebuat lo lebih baik. Sebagai wujud dari permintaan maaf gue" aku.cuma mengangguk. Bayu bener, aku butuh penghiburan.
"Loh... ini kampus, Bay.. yang ada malah bikin gue tambah bete" Bayu terkekeh lalu mengusap rambutku pelan. Dia mengambi kotak dari jok belakang. Kotak itu, apapun isinya, dibelinya dari supermarket lima menit yang lalu. Dia lalu menggandeng tanganku dan menuntunku ke gedung fakultas akuntansi. Gedung ini gedung paling baru dan paling tinggi di kampus. Bayu diam saja bahkan ketika kaki kami menimbulkan kegaduhan di sepanjang tangga darurat di bagian kanan gedung, sampai ke atap.
"Lo nggak akan bete di sini" Bayu menuntunku ke tengah atap. Ada sebuah teleskop di bagian kanan, karpet, bahkan ada alat pemanggang.serta payung di sana.
"Ini semua... punya lo?" Bayu menggeleng ketika kami duduk di karpet.
"Ini punya klub astro... gedung ini punya pemandangan paling bagus di kampus. Dan untungnya gue dulu adalah salah satu dari mereka" aku memandangnya tak percaya.
"Lo.. anak astronomi?" Entah itu mengagetkan. Dalam bayanganku selama ini, klub astro berisi anak anak kurus tinggi dengan rambut.kelimis dan kacamata tebal. Tapi melihat apa yang mereka punya di sini tentu meningkatkan respect ku pada mereka. Tapi membayangkan Bayu adalah salah satu dari mereka. Bayu yang menonjol dan populer, kok agak susah, ya?" Bayu melirikku sekilas.
"Gue punya prestasi yang lumayan waktu SMA, jadi mereka rekrut gue. Cuma gue nggak berencana masuk lagi dalam dunia astronomi, jadi gue hengkang. Cuma mereka dengan baik hati tetap membiarkan gue nyimpen kunci buat masuk ke base base mereka." Aku mengangguk angguk. Pembicaraan kami beralih ke topik topik ringan, Bayu mengajakku melihat angkasa luar dengan teleskop, yang beru pertama kali kulakukan. Malam jadi semakin menyenangkan ketika Bayu mengeluarkan sosis dari kotak yang dibawanya dari mobil. Kami membakar sosis itu di pemanggang dab memakannya sambil memandang langit cerah.
Malam itu, kami berakhir dengan berbaring bersebelahan beralas karpet. Tanganku terangkat membentuk menghubungkan gugusan bintang.
"Bayu.."
"..."
"Gue kira lo lebih menyebalkan dari ini" Bayu terkekeh.
"Lo cuma belom kenal gue, Re.. gue akui gue emang nyebelin dulu. Dan gue minta maaf buat itu. Tapi liat lo kaya gini.. gue pikir jadi nyebelin nggak akan menyelesaikan masalah."
"..."
"Dan...menjadi nyebelin sama aja gue nutup peluang gue sendiri buat dapetin hati lo." Aku tersedak salivaku sendiri.
"Apa taruhannya masih jalan?"
"Nggak.. udah nggak"
"Gue nggak percaya"
"Re..." Bayu duduk menghadapku. "Seenggaknya biarin gue deket sama lo... gue nggak butuh hubungan lebih sekarang ini, belum" aku mengalihkan pandanganku ke langit malam yang bersih dari awan.
"Gue mungkin bisa kasih lo kesempatan"
a/n
Sorry kalo freak dan feelnya gak dapet.
Sorry for all typos
Thanks buat yang udah baca, dan yang udah vomments.
Regards
ShadowL0rd
KAMU SEDANG MEMBACA
ICE & FIRE
Teen FictionIni hanyalah sebuah cerita tentang kehidupan seseorang... bukan hanya tentang si baik dan si jahat --●☆●-- Dia, dia mungkin cowok paling menyebalkan yang pernah kutemui. Dia cuma cowok pemaksa dengan wajah tampan dan senyum malaikat. Dan yang paling...