Diane

72 8 8
                                    

Didedikasikan untuk rnsiregar, karena tanpanya, Diane tidak pernah ada.

- - - - - -

27 Juli 2007

Kehampaan terus menjalari sisa-sisa jiwa Lit yang masih rapuh, walau lembar-lembar angka tanggalan telah melepuh. Purnama juga telah merubah diri menjadi sepucuk sabit, yang kemudian bertengger di atas gundukan tanah berujung nisan. Sudah dua minggu lamanya Diane meninggalkan dunia ini, dan selama itu pula jiwa pria itu telah tercabik-cabik.

Ditemani setangkai mawar yang mengering, Lit merampungkan kombinasi nada yang disusunnya. Katarsis yang dibuatnya untuk mengenang Diane kini telah sempurna, terbingkai dalam keantikan sebuah jam saku yang berdenting sendu. Jari-jarinya kembali memutar kenop di balik jam tersebut, hingga piringan logam yang merangkai nada-nada itu menyayat telinganya. Ia membiarkan nada-nada itu mencumbu perasaannya, yang kemudian membuat hatinya bergolak untuk kesekian kalinya.

Ia menyusupkan jam tersebut di balik saku bajunya. Ia hanya ingin lagu itu berada dekat dengan jantungnya.

Seketika itu, ia tersenyum walau hatinya menggigil.

##

28 Juli 2007

Helai-helai kelopak mawar itu muncul bergantian di dalam air yang hendak mendidih.

Akhir-akhir ini, Lit terbiasa meminum teh mawar seteko penuh. Diane adalah pencinta mawar. Lit ingin Diane tetap menjadi bagian hidupnya, walaupun itu hanya dengan menggeramus dan merebus mawar-mawar yang biasanya dirawat oleh Diane, kemudian meminum air seduhannya.

Di tengah waktu-waktu santainya, bel pelanggan di tokonya tiba-tiba berdenting.

Dengan sedikit rutukan, Lit mematikan kompor di depannya dan bergegas menuju bagian depan rumahnya. Seorang pemuda dengan perawakan tegap dan potongan rambut cepak sedang melihat-lihat beberapa lukisan yang dipajang di antara bunga-bunga yang sedang dijualnya. Dengan tangan yang dilipat di depan dada, pemuda itu mengedarkan pandangannya dan berhenti di depan sebuah lukisan bergaya surealis.

"Ini menarik. Berapa harganya?" Pemuda itu mengawali pembicaraan. Pandangannya tak lepas dari tubuh seseorang yang tak berwajah dengan mawar dan baris-baris awan yang menyelimutinya.

"Aku tidak berniat menjual lukisan ini lagi, Tuan." Lit menjelaskan.

"Saya akan membayar berapapun yang Anda mau." Pemuda itu tersenyum mantap.

Lit menghela napas. "Aku tidak menjualnya, Tuan. Anda datang di waktu yang salah. Sejak dua minggu yang lalu, aku tidak menjual lukisan-lukisan ini lagi. Ini adalah lukisan-lukisan terakhir istriku sebelum kami berpisah. Aku tidak ingin lukisan-lukisan ini dijual."

Pemuda itu mendesah kecewa. "Anda bisa memberi saya masukan? Saya ingin memberikan kado terbaik untuk kekasih saya. Ia sangat suka pada lukisan, walau ia sendiri tidak bisa melukis. Ia akan berulang tahun akhir bulan ini, tetapi pada saat itu juga, saya harus bertugas ke luar negeri. Saya tidak ingin mengecewakannya."

"Sebuah perpisahan, ya?" tanya Lit.

Pemuda itu mengangguk, kemudian seolah mendapat pencerahan, ia menoleh pada Lit dengan antusias. "Anda tadi berkata... Anda berpisah dengan istri Anda? Lalu apa yang Anda lakukan untuk menunjukkan perasaan Anda padanya?"

Lit terdiam sejenak, sebelum ia berani berkata, "Aku membuatkannya sebuah lagu." Tangannya merogoh saku bajunya dan mengeluarkan sebuah jam saku.

"Sebuah lagu?" Pemuda itu hampir memekik tidak percaya, sebelum Lit membuka jam saku miliknya dan memutar sesuatu yang bisa menggerakkan piringan-piringan logam itu.

DianeWhere stories live. Discover now