BAB 16

22 2 2
                                    

Bab ini aku apresiasikan untuk @dharid yang selalu ngvote karyaku di bab sebelum - sebelumnya serta @u_knowzee yang memberikan masukan di Bab 15 tentang isi hati Zio. saat menulis Bab ini cukup membutuhkan waktu 8 jam saja, cuman cari idenya berminggu - minggu, karena terbentur urusan keluarga dan kerjaan di kantor mengakibatkan Bab 16 cukup lama. bertemankan suara hujan, susu jahe, dan lagu Oh Wonder 1 album akhirnya selesai juga Bab 16 ini. cukup sekian prologku yang tidak berarti ini, monggo silahkan dibaca Bab 16 ini, semoga menghibur, amien.....


"jadilah wanita yang kuat nak, carilah suami yang tanggung jawab kepada keluarga jangan seperti ayahmu, walau sikapnya seperti itu tetap sayangi ayahmu, mungkin ibu tidak bisa memberi apa – apa kepadamu, kamu terlalu muda untuk ibu tinggalkan, tolong jaga dirimu baik – baik, ini ada beberapa perhiasan ibu yang sengaja ibu simpan untuk masa depanmu, ambillah dan gunakanlah untuk pendidikanmu raih cita – citamu, banggakan ibu di akhirat nanti" Ibu memberikan sekotak perhiasan kepadaku, air mataku benar – benar sudah jatuh tak tertahankan apa maksud dari perkataan ibu, apakah ibu memberikan wasiat di detik – detik terakhir kehidupannya, tolong ibu jangan tinggalkan Zooey, Zooey tidak mau hidup dengan ayah. "ibu tolong jangan tinggalkan Zooey, Zooey sayang dengan ibu, Zooey tidak mau hidup dengan ayah" ibu tidak menjawab hanya setetes air mata yang keluar dari matanya dan setelah itu ibu memejamkan mata untuk selamanya. Aku belum bisa menerima keadaan ini, aku tidak percaya dengan ini tolong Tuhan hidupkan kembali ibuku, beliau terlalu berharga untuk diambil lebih dulu sebaiknya bajingan itu saja yang Engkau ambil, Raharjo saja Tuhan. "ibu...ibu...ibu..."

"ibu..." aku terbangun dari mimpi yang benar – benar aku benci, kenapa aku harus bermimpi itu lagi, tak tersadar aku berada di sebuah ruangan yang serba putih ku telusuri ada sebuah meja dan dua buah kursi di samping kiri dan kanannya, dilengkapi televisi dan kulkas di sisi lain, dan Oh Tuhan aku baru tersadar kalau aku berada di rumah sakit terbukti selang infus yang melekat di nadi tanganku, apa yang tejadi sebelumnya otakku benar – benar pusing untuk mengingat kejadian sebelumnya. 1 menit berlalu dan teringatlah semua kejadian sebelum aku pingsan di lobi kantor Zio. Benar – benar bodoh diriku ini kenapa harus pingsan segala, harusnya aku segera keluar setelah menyerahkan titipan dari Febi.

"cklek...." bunyi pintu kamar terbuka, posisiku yang masih berbaring sengaja memudahkanku untuk memejamkan mata dengan segera, aku penasaran siapa orang itu apakah Zio atau Raka, ah mustahil jika Zio yang datang karena dia nampak begitu marah tadi.

derap langkah kaki begitu terdengar, seperti ada suara kursi yang sengaja digeser untuk mendekati tempat tidur, tanpa aku duga tanganku yang tidak diinfus digegam erat, ada rasa geli ketika jariku bergesekan dengan kumis tipis yang sepertinya baru tumbuh 3 hari, siapa laki – laki ini mengapa dia menciumi tanganku, aku benar – benar tidak kuat dan ingin membuka mata saja tetapi aku urungkan niatku, aku ingin tahu siapa laki – laki ini.

"maafkan aku Zo, bukan maksutku untuk menyakitimu, aku benar – benar takut kehilangan dirimu lagi. Kau tahu Zo, bagaimana perasaanku ketika pertama kali aku bertemu denganmu. Hatiku merasa gembira bisa bertemu dengan gadis yang penuh ceria sepertimu, senyummu, keluhanmu, tangisanmu, matamu, rambutmu membuatku tergila – gila, bahkan hal yang paling koyol yang pernah aku alami adalah memimpikanmu berada dalam pelukanku di atas tempat tidurku, heh...benar – benar konyol bukan."

Oh Tuhan Zio kau kah yang menolongku tadi, apakah yang kau ucapkan tadi benar – benar terjadi, aku benar – benar malu tapi aku harus menahan diriku untuk tidak membuka mata. Aku ingin mengetahui apa yang ada di dalam hati Zio.

" tetapi sepertinya kau selalu menghindar dariku, dan kau lebih memilih Raka, kenapa Zo? Apa dia lebih kaya dariku, aku tidak melihat sisi matrealistis pada dirimu tetapi mengapa kamu selalu berpihak kapeda Raka. Dan atas kejadian itu, aku benar – benar marah mengapa dengan mudahnya kamu lari dipelukannya ketika aku tidak berada di sekitarmu, bahkan kau sempat menginap di apartemennya, sebenarnya aku tidak percaya dengan ucapan Raka bahwa kalian telah tidur bersama, tetapi bukti –bukti yang ada cukup menguatkan kalau kamu tidur bersamanya. Dan akhirnya setelah sekian lama Raka baru mengatakan yang sebenarnya bahwa kalian tidur terpisah di apartemennya, karena kamulah juga yang menyadarkan Raka bahwa permusuhan yang sudah terjadi antara aku dan Raka sejak bangku SD tidak berguna. Kau tahu Zo, tadi Raka menangis dipelukanku dia kehilangan sebagian sahamnya di tempat ayahnya Dinda, karena tawaran ayahnya yang menginginkan Raka untuk menjadi menantunya. Raka tahu kalau ayahnya Dinda adalah pebisnis yang tidak mau rugi, Raka cukup berpotensi untuk memajukan bisnisnya, tetapi dengan kukuh Raka tidak mau menikah dengan Dinda. Dan bodohnya kenapa diriku yang harus menikah dengan Dinda."

so sentimental not sentimental no! romanticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang