Author's POV
Beberapa waktu mereka dalam keheningan, sampai Tristan berkata "Yuk pulang," ia menatap ke arah Rara lalu melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 17.00.
Rara menoleh ke arah Tristan dan mengangguk. Ia berdiri dan menatap Tristan, matanya seolah mengatakan 'Cepet berdiri'.
Tristan mengangguk "Iye-iye bawel".
Mereka berjalan menuju mobil. Setelah dekat, Tristan berlari kecil ke arah pintu kursi penumpang depan yang akan di duduki Rara. Ia membukakan pintu itu untuk Rara.
"Thanks," ucap Rara datar.
"Ya, sama-sama" Tristan tersenyum dan menutupkan pintu mobilnya, ia berjalan cepat ke arah kursi mobil yang akan di dudukinya.
Tristan menancapkan gas dan tangan kirinya menyetel lagu barat yang ada di tape mobilnya.
If I got locked away
And we lost it all today...
Tell me honestly...
Would you still love me the same?
If I showed you my flaws
If I couldn't be strong
Tell me honestly
Would you still love me the same?
(R. City feat. Adam Levine - Locked Away)"Hmm hm hmm hm," Rara menggumamkan lirih lagu yang di setelkan Tristan. Lagu ini merupakan salah satu lagu kesukaannya.
Tristan terkekeh pelan "Nyanyi aja kali kalo pengen nyanyi".
Rara menghentikan gumamannya dan menatap keluar jendela.
"Lah, kok berhenti?" ucap Tristan kecewa, sepertinya ia menikmati suara Rara, meskipun hanya gumaman.
"Suka-suka gue" kata Rara ketus.
"Yaudah, dasar jutek" Tristan tersenyum dan mencubit pipi Rara singkat. Ia tidak mau dimarahi Rara, tapi ia tidak bisa menghentikan kebiasaan barunya itu.
Baru saja Rara akan mengeluarkan omelannya, tapi setelah Tristan melepaskan cubitannya, ia menutup kembali mulutnya dan hanya mendengus kesal.
Tristan melirik Rara dan tersenyum geli.
Ada sedikit perubahan sikap Rara terhadap Tristan, walaupun ia masih cuek, namun hatinya mulai sedikit -sangat sedikit- nyaman pada sikap Tristan terhadapnya.
Mobil Tristan telah terpakir di depan rumah Rara. Rara melepas seatbeltnya, "Makasih," katanya dan hendak keluar dari mobil. Namun, Tristan mencekal tangannya sehingga membuat Rara menatapnya bertanya.
Sebelum Rara akan mengucapkan pertanyaannya, Tristan segera menyerobot "Makasih, makasih banget lo mau nemenin gue hari ini. Gue seneng banget bisa di deket lo" ucapnya disertai dengan senyuman tulus. Dari matanya, terlihat bahwa ia benar-benar senang.
Rara yang melihatnya, terdiam dan bingung akan mengatakan apa. Ia menatap wajah Tristan, ia baru menyadari bahwa cowok di depannya ini ganteng.
Rara tersadar dari lamunannya "Sama-sama," ucapnya lalu menatap tangannya yang masih dicekal Tristan.
Tristan melepaskan tangan Rara reflek dan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal "See you tomorrow" kata Tristan sambil nyengir.
"Hm," Rara keluar dari mobil Tristan.
Tristan melajukan mobilnya meninggalkan rumah Rara.
Rara menatap mobil Tristan yang pergi menjauh, ia tersenyum simpul "See you," ia berjalan memasuki rumahnya.
•.•.•.•.•.•.•.•.•.•.•.•.•
Rara POV
Aku melangkahkan kakiku di koridor sekolah, entah kenapa hari ini aku tidak sabar untuk masuk sekolah padahal ini masih pukul 06.15.
Aku duduk di kursiku dan menyumpalkan headset putihku. Aku menggeser-geser layar iPod-ku, mataku menangkap sebuah judul lagu, disitu tertera judul yang kemarin kudengarkan saat di mobil Tristan.
Aku tak tahu kenapa sekarang aku tersenyum hanya dengan melihat judul lagu itu. Aku menggelengkan kepalaku.
Tiba-tiba kulihat Dion datang berjalan kearahku dengan senyum mengembang.
Aku mengernyit heran, kenapa dengan anak ini.
"Cie yang kemarin jalan bareng, ciee" ucapnya sambil meletakkan tasnya.
"Ha? Jalan apaan sih Yon?" jalan apa yang dia maksud, kemarin kan aku hanya belajar dengan Tristan, lalu kami ke cafe, lalu kami ke- tunggu dulu, apakah kemarin aku dengan Tristan itu bisa disebut jalan bersama? Ah, terlalu banyak pertanyaan.
"Halah, gak usah sok gak tau deh. Orang kemarin malem si Tristan cerita sendiri kok sama gue" katanya dengan nada menggoda.
"Ya ampun Yon, gue cuma belajar bareng sama Tristan. Kan gue jadi tutornya" jelasku.
"Udah gak apa-apa lagi Ra, gue dukung kok," ucapnya dengan wajah percaya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengepalkan tangan kanannya di udara.
"Apaan sih lo, gak jelas deh," kataku malas.
"Udah deh, gue mau ke toilet, minggir!" lanjutku judes.
"Elah, malu cie. Nanti di toilet megangin pipi" Dion masih saja menggodaku.
"Tai" ujarku sambil berlalu.
Aku berjalan menuju toilet sambil menggerutu karena perlakuan Dion. Menyebalkan sekali.
Namun, langkahku terhenti karena aku mendengar suara Tristan yang berteriak memanggil namaku. Reflek aku menoleh kepadanya. Kulihat dia melambaikannya tangannya padaku sambil tersenyum lebar.
Aku menaikkan salah satu alisku dan membalikkan tubuhku kearah tujuanku sebelumnya, toilet. Kulanjutkan langkahan kakiku yang tadi sempat terhenti karena suara bariton Tristan.
Belum sampai 5 langkah, kurasakan tali rambutku terlepas hingga membuat rambutku terurai. Kubalikkan badanku menghadap orang yang mengusiliku ini. Dan ya, itu Tristan. TRISTAN.
"Apaan sih lo?" sebalku sambil berusaha mengambil ikat rambutku. "Lo kenapa sih ganggu mulu, kasihin gak?!" marahku.
"Gak mau, abisnya lo jadi cewek cantik banget" jawabnya santai dengan mengedipkan matanya padaku. Ia menyelipkan anak rambutku ke belakang telingaku.
"Apaan sih. Dilihat anak-anak lain bego" kesalku sambil menepis tangannya.
"Ih, kembaliin gak!" paksaku.
"Cium dulu dong" syaratnya sambil mendekatkan pipinya padaku. Aku menepukkan tanganku pada pipinya seolah ada nyamuk yang hinggap di pipinya.
"NAJIS"
Dia menatapku gemas dan ada senyum jahil di wajah tampannya. Tampan? Baiklah, kuakui dia memang tampan. Aku gak tau apa yang ada di pikirannya saat ini.
Yang sekarang kurasakan adalah tubuhku yang tidak menapak pada tanah. Oke, Tristan menggendongku.
Dan parahnya, dia menggendongku seolah memanggul karung beras pada bahu kirinya, itulah posisiku saat ini.
"Tristan! Turunin, apaan sih Tris! Cepet turunin TRISTAN!" teriakku padanya, Tristan jauh lebih menyebalkan dari pada Dion hari ini. Semua anak yang ada di koridor menatap kami, bahkan banyak dari mereka yang menertawakan kami, lebih tepatnya menertawakanku.
'Ah gue malu'
"TRISTAN turunin! Gue bukan karung beras. Turunin gue SEKARANG!" teriakku seperti orang gila sambil memukuli punggungnya.