15. Hingga Napas Ini Habis

7.7K 907 4
                                    

15. Hingga Napas Ini Habis

Laki-laki itu kembali bangun dari tidurnya, matanya kosong nan merah, suntikan yang berkali-kali menerpa kulitnya tidak pernah bisa memberikan dampak apapun kecuali rasa sakit yang makin kentara jelas. Andai rangkaian kata yang sudah hinggap selama setahun ini dapat keluar lantang dari mulutnya, yaitu ia lebih baik di berikan suntikan mati biarlah sakitnya sekali lalu ia tak perlu merasakan sakit lagi. Namun, jiwa lelakinya terlalu lemah.

Matanya beralih menatap mesin waktu yang bertengger di dinding kamarnya, ia sudah lupa jika mesin waktu itu tetap berjalan bahkan ketika ia diam.

Langkah lambatnya membawa ia ke jendela besar yang berada di kamar ini, sebentar lagi seorang suster baik berkacamata dan bermasker datang membawakannya makan sehat nan bergizi namun percayalah ia lebih butuh cinta disaat seperti ini. Terlebih lagi orangtua yang menjebolkan ia ke Rumah Sakit Jiwa kedatangannya tak tampak-tampak, mungkin karena malu.

Entah.

"Saka, aku bawakan makanan. Kamu pasti lapar ya?"

Salah, salah, salah.
Tebakan suster salah, Saka tak pernah lapar, sudah tak punya napsu untuk makan. Saka bosan, ia ingin bebas terlebih jika bersama Mandira.

Saka berbalik, memperhatikan suster baik itu dengan tajam-tajam. Satu hal yang tak ia ketahui adalah alasan mengapa suster itu memakai masker. Lalu bola mata Saka berbalik melihat nampan yang berisikan capcay serta ayam kecap, makanan yang terlihat begitu menggoda ini tidak mampu untuk menggoda Saka, mual. Hanya itu yang Saka rasakan saat sendok itu memasuki mulutnya dengan terpaksa suster baik itu membersihkan sisa nasi yang berjatuhan.

Tak banyak suapan yang berhasil ditelan oleh Saka setidaknya itu lebih baik dari sebelumnya. Biasanya Saka akan membanting nampan itu dan membuat seorang suster lainnya menangis karena tak kuat dengan perlakuan Saka, terkecuali untuk Suster Mandira.

Tunggu.

"Man... Dira?" Tanya Saka dengan lembut yang membuat air mata Suster itu tumpah.

Jiwa Saka memang telah mati namun tidak untuk cintanya. Cintanya tak pernah mati untuk Mandira itu sebab mengapa Mandira menangis hingga tersedu di sudut ruangan. Mendadak Saka menjadi tak terkendali mulutnya meronta mengucapkan nama Mandira dengan lantang dan kuat.

"Suster! Pegangi pasien Saka." Entah sejak kapan Dokter Sam telah memasuki ruangan dan Mandira tak mengetahui itu dengan tangis yang terus membasahi kulit wajah mulusnya itu Mandira berusaha menjalankan perintah Dokter Sam.

"Suster harus profesional!" Kata Dokter Sam. Mandira mengangguk.

Perlahan suntikan yang diberikan Dokter Sam berefek untuk Saka, perlahan Saka mulai tenang dan memejamkan matanya.

"Mandiraa~" panggil Saka lembut.

"Ya."

"Jangan tinggalkan aku lagi, Ndira. Ja-ngan, ja-ngan per-nah." Kata Saka lagi sebelum akhirnya suntikan itu membawa ia ke dalam sebuah kegelapan dan menyakitkan.

"Tidak untuk ke dua kalinya Saka." Jawab Mandira mengecup dahi Saka kemudian kedua mata Saka yang telah menutup.

Mandira menengok ke jam, pukul lima. Untuk ke sekian kalinya pukul lima membawanya ke dalam luka dan haru.

JatukramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang