XVI: Pertengkaran

10.4K 770 5
                                    

Zula's POV:

Aku membuka pintu rumah dengan senyum mengembang dan hati berbunga. Bunda, yang sedang duduk di sofa ruang tamu mengernyitkan keningnya, bingung. "Pulang ke rumah tuh bilang salam. Ini malah senyum-senyum gak jelas. Ada apa, sih?" Tanya Bunda sambil meletakkan buku yang tadinya dia baca ke meja.

Aku melangkah kemudian duduk disamping Bunda, "Assalamualaikum, Bunda cantik." Kataku sambil tersenyum dan mencium tangan Bunda.

"Waalaikum salam. Duh, lagi seneng ya? Bahagia banget kayaknya." Tutur Bunda sambil mengusap lembut kepalaku.

"Enggak. Lagi pengen senyum aja. Kan, ibadah." Kataku sambil melepaskan tas, menyandarkan diri ke sofa.

"Lagi jatuh cinta, ya?" Tanya Bunda. Mataku membulat, wajahku memerah, aku meremas tangan Bunda. "Apasih, enggak." Tuturku pelan.

Bunda tersenyum, "Mau bohong tapi gerak-geriknya ketauan banget," Bunda jeda sejenak, "Siapa?" Lanjutnya.

Aku menutup muka dengan kedua telapak tangan, menyembunyikan perubahan wajahku yang semakin memerah, "Siapa apanya, sih?"

"Laki-laki yang waktu itu kesini? Ehm-siapa namanya? Kevin? Alvin? Oh.. Davin, ya?"

Aku segera bangkit dari kursi dan meninggalkan Bunda yang masih menyiratkan tanda tanya, "Aku ke kamar ah." Kemudian berjalan menuju kamar.

"Boleh aja suka sama seseorang. Asal-" ucapan Bunda menghentikan langkahku. "-asal gak sampai pacaran. Kamu gak kepikiran ke sana, kan?"

Jantungku berdebar kencang. Kalau Bunda tahu-atau yang lebih parahnya, kalau Ayah tau, aku bakal diapain? Aku menggigit bibir bawahku, "Enggak lah, Bun. Aku tahu batasannya, kok." Kataku bohong. Kemudian segera berlari kecil menuju pintu kamar.

***

Ponselku berdering. Aku segera mengambilnya dengan cepat. Wajahku kembali melukiskan senyum. Di layar tertera nama Vira, senyumku mulai pudar.

"Assalamualaikum. Kenapa, Vir?"

"Waalaikum salam. Itu, kan tadi aku gak masuk, jangan lupa bawa catetan MTK kamu ya."

Aku mendengus kesal. "Yang kaya gini mesti kamu telponin? Kan, bisa sms."

"Aku... gak boleh telpon kamu emang? Lagi sibuk, ya?"

"Bukan. Aku kira tuh tadi telpon dari Da-"

"Da? Siapa?"

"Hmm. Bukan. Dari Nda. Maksudnya Bunda. Oke, besok aku bawa cetetannya. Ada lagi?"

"Hmm, enggak. Yaudah. Aku tutup ya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawabku kemudian mematikan panggilan ponsel.

Aku merebahkan diri ke kasur. Awalnya bilang mau telpon sejam sekali. Daritadi ditungguin, gak ada-ada. Kemudian ponselku berdering lagi.

Akhirnya.

Tapi lagi-lagi tertera nama Vira. Aku mendengus kesal.

Tentang Davin: Jarak [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang