1. Where are you?

266 13 4
                                    

Happy reading!

▥▥▥▥

Sudah delapan hari, gadis berambut panjang itu terbaring lemah dirumah sakit, disebabkan kecelakaan kecil yang menimpa nya sewaktu pulang sekolah. Banyak teman-teman yang datang menjenguk nya, karena gadis itu cukup punya reputasi tersendiri disekolah nya, yaitu sebagai KETUA OSIS.

Setelah kepulangan kedua sahabat nya, Andin, begitulah panggilan nya kembali meringkuh diatas bankar rumah sakit. Ia sudah cukup bosan berada diruangan yang bernuansa putih itu, dengan aroma obat-obatan yang menyeruak.

Ketika berusaha memejamkan matanya, pintu kamar berbunyi pertanda ada orang yang masuk. Andin masih tetap berada diposisi nya, berpura-pura untuk tertidur. Ia tau, bahwa orang yang masuk kedalam kamar nya itu adalah sang kakak, karena tidak mungkin yang datang itu adalah dokter yang memeriksa, berhubung jadwal pemeriksaan nya akan berlangsung setengah jam lagi.

Perlu kalian ketahui, sejak masuk rumah sakit, Andin yang merupakan tipe cewek doyan makan itu sudah jarang sekali menyentuhkan lidah nya ke makanan. Ia perlu dipaksa terlebih dahulu, baru setelah itu akan mau makan. Entah apa yang membuat nya berubah, yang pasti ia mengatakan bahwa lidah nya pahit kalau memakan makanan apapun, sekalipun itu martabak telur kesukaan nya. Ya jelas pahit, selama delapan hari saja dia full mengkonsumsi obat, tentu rasa nya masih tertinggal di lidah nya itu.

"Hai kodok, abang nya yang ganteng udah pulang." Dika menutup pintu kembali dan menghampiri Andin yang masih setia meringkuk tanpa ada tanda-tanda untuk menanggapi nya.

Sedikit dengkuran halus pun terdengar, berhubung ruangan itu cukup sunyi dan suara sehalus apapun pasti akan terdengar. Dika menggeleng-gelengkan kepala nya, tak lain tak bukan hanya karena heran melihat sikap Andin yang selalu seperti itu jika di suruh makan, sekalipun ujung nya akan berakhir ia yang makan dengan rasa malas.

"Yaelah Din, jangan pura-pura tidur gitu. Gue bukan bocah 7 tahun yang bisa lo kibul. Cepet bangun, makan dulu." ucap Dika sambil menggerakkan tubuh Andin.

Andin hanya menggeliat malas, diikuti dengan racauan yang tak jelas. Namun, mata nya masih tertutup dengan rapat.

"Andin, bangun. Ntar makanan nya dingin nih. Woi, kebo!"

Andin semakin malas untuk bangun, karena cara Dika membangunkan nya sudah berbeda. Tidak lagi selembut sebelum nya. Ia semakin merapatkan kedua mata nya, tanpa mempedulikan abang nya itu.

Melihat kelakuan adik nya, Dika hanya membuang nafas pelan. Ia tau, bahwa akhir-akhir ini Andin sangat enggan untuk makan. Namun sebagai kakak, tentu ia tidak akan membiarkan nya. Ia akan tetap memaksa Andin untuk makan agar tubuh nya tidak kekurangan nutrisi.

"Din, bangun. Gue udah capek-capek cariin makanan yang lo mau. Ga kasian sama gue lo ya?" ujar Dika dengan suara yang sedikit memelas. Tidak ada tanggapan apapun dari gadis itu, ia tetap berada diposisi meringkuh nya. Karena sejak beberapa menit yang lalu, selera makan nya sudah hilang ditelan oleh waktu bersamaan aroma obat itu.

"Din, bangun ih. Kalo engga gue pulang nih ga jagain lo lagi." ancam Dika kemudian.

Andin segera membuka mata nya karena ia takut akan ancaman dari Dika. Karena yang ia tau dari seorang Dika adalah kalau sudah mengancam, maka tak lama akan terealisasikan. Ia tidak akan habis pikir bagaimana ia sendiri dirumah sakit tanpa Dika yang merawat nya. Ayah nya baru saja kembali ke Bekasi tiga hari yang lalu setelah sempat menemani nya selama tiga hari. Sementara Bunda nya juga baru kembali dua hari yang lalu karena ada pemesanan kata nya.

Kamu akan menyukai ini

          

Andin hanya memiliki Dika sekarang. Ia sadar akan itu. Makanya, meskipun ia sangat malas untuk makan namun ia berusaha untuk memenuhi permintaan abang nya itu agar Dika masih mau untuk merawat nya ketika dirumah sakit. Dan lagipula, sudah keharusan untuk nya memberi nutrisi kedalam tubuh nya kalau ia tidak mau keluar dari rumah sakit dalam keadaan kurus ceking.

"Ya udah, suapin." sahut Andin manja. Dika memutar bola mata bosan, dan mulai membuka bungkus makanan yang tadi dibawa. Dika meletakkan kotak makan nya dan membuang bungkus plastik ke tempat sampah. Kemudian menghampiri Andin dan duduk di tepian bankar. Mata Andin berbinar, melihat makanan yang dibawa oleh Dika. Cimol saus kacang.

"Wah lo pasti beli ini di food lab ya?" tanya Andin girang. Dika mulai menyendokkan makanan itu, dan menyuapi ke mulut Andin.

"Iya, maka nya gue bilang beli nya jauh, dan lo harus makan." Dika mengeluarkan sapu tangan dan diletakkan diatas meja takut nya ada saus kacang yang tertinggal disekitar mulut Andin. Menyendokkan kembali makanan nya dan menyuapi Andin lagi.

"Dika, kalo gue udah bisa pulang, beliin gue novel baru ya." Andin berucap dengan sedikit engga jelas, karena mulut nya sesak akan makanan. Dika pun menyentil dahi Andin yang dibalas pelototan oleh si adik.

"Gue bilang apa, kalo makan jangan sambil ngomong. Ga sopan." segera ia mengganti raut wajah nya yang awal nya cemberut menjadi menampilkan cengiran.

"Hehehe iya-iya, tapi kalo gue udah pulang dari sini beliin novel ya."

"Iya, yang penting makan nya harus banyak dan minum obat yang teratur." balas Dika tenang.

Dika mulai menyuapi Andin lagi hingga empat sendok, kemudian ia melihat ada saus kacang disekitar bibir Andin, ia pun segera mengambil sapu tangan hitam polos itu dan mengelap nya pelan. Meskipun ia lelaki, namun Dika sangat telaten dalam mengurus adik nya itu selama dirumah sakit.

Ia selalu siap siaga 24 jam untuk Andin. Terbangun ketika Andin membutuhkan sesuatu, dan selalu sigap membantu Andin ke toilet ataupun membawa nya jalan-jalan menggunakan kursi roda.

Andin hanya mengalami kecelakaan kecil, luka dibagian kepala nya sudah semakin membaik. Kaki nya yang terkilir juga sudah sembuh. Tinggal menunggu persetujuan dokter untuk nya pulang. Andin sudah berada di zona bosan tertinggi selama berada dirumah sakit itu. Kegiatan nya selama delapan hari hanya makan, tidur, nonton televisi, bermain ponsel dan begitu seterus nya.

Tak ada lagi kegiatam hangout bersama kedua sahabat nya, ngedate bersama pacar, eits tunggu. Berbicara masalah pacar, selama delapan hari Andin dirumah sakit tak ada tanda-tanda nya untuk menjenguk. Dihubungi saja tak pernah ada tanggapan. Kemana dia? Tak tau kah kalau pacar nya itu sedang terkulai lemah dirumah sakit meskipun sekarang sudah berangsur membaik? Apa seperti itu pacar yang baik seperti perkataan Andin. Tapi ya sudah lah, kalau sudah cinta sisi gelap seorang pacar itu akan tertimbun oleh keromantisan nya. Seolah dia adalah makhluk yang paling sempurna yang diciptakan Tuhan.

"Dika, makasih ya. Udah mau jagain gue." ucap Andin tulus disela-sela Dika membenarkan rambut nya. Dika menghiraukan perkataan Andin, dan kembali melanjuti acara menyuap nya.

"Kan udah tugas gue jadi abang yang selalu jagain lo kalo sakit." jawab nya santai. Andin tersenyum, dan merentangkan tangan nya meminta Dika memeluk nya.

Dika yang sedang mengambil sesendok cimol dan berniat untuk menyuapi ke Andin pun terhenti, karena melihat adik nya yang minta dipeluk. Segera Dika meletakkan kotak yang berisi cimol itu dan memeluk tubuh langsing Andin.

True Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang