39 Days

24 0 0
                                    

Aku bertemu dengannya saat aku di taman sendirian sambil meminum secangkir kopi. Dia tau kalau aku sedang kesepian dan sakit hati. Aku menjauhkan dunia dariku. Dan dia, datang entah dari mana untuk menghiburku.
Berkali-kali kukatakan pada diriku sendiri bahwa ini aneh, dan sadar kalau dia hanyalah sebuah halusinasi. Karena orang bilang aku bicara sendiri saat ngobrol dengannya.
"Hei, kau diam saja dari tadi. Kenapa?" Dan kini, sudah tiga hari dia ada dirumahku.
"Abaikan dia, dia hanya halusinasi, haluuusiinaasii!!" Desisku terus menerus sambil membalik buku yang sedang ku baca.
"selalu saja bilang begitu. Kau yakin nih, aku ini tak nyata?" Dia memprovokasiku.
"Lalu kau ini apa?" Tanyaku akhirnya.
"Aku.. aku ini, ya aku. Lalu apa dong"
"Kenapa kau kesini? Kenapa muncul didepanku?"
"Dikirim Tuhan? Mungkin." Ia nyengir.
"Berhenti berbicara denganku. Dasar setan"
"Setan? Maksudmu aku iblis nih? Yang benar saja! Aku malaikat yang dikirim untukmu." Pergelangan tangannya memakai pita putih.
"Lagi pula, mana ada Iblis tampan sepertiku ha??"
"Atau mungkin aku ini arwah penasaran yang tak bisa ke nirwana? Hmmm kau tak takut? Yah mana mungkin sih kau takut pada arwah tampan seperti ku" lanjutnya.
"Abaikan saja."
Tapi anehnya, aku tak bisa mengabaikannya. Dia amat baik padaku dan dia selalu menghiburku. Sampai aku tertawa dibuatnya.
Mata nya yang lembut dan senyumnya yang tulus. Membuatku bangkit dari keterpurukan ini. Dari sakit hati ini.
Kemanapun aku pergi, dia selalu mengikutiku. Dia tak memakai alas kaki. Dia memakai kaus putih dan jaket hitam serta celana hitam. Aku tak bisa keluar dengan bicara dengannya sepanjang jalan, atau aku akan dikira gila.
Hingga kini, aku tak dapat menjelaskan, kenapa hanya aku yang dapat melihatnya. Asumsiku salah kalau dia itu imajinasiku, karena dia bisa memegang dan memindahkan barang semaunya. Bahkan sulit untuk ku atur.
Dia... aku tak tau apa dia.
Kami pergi ke kafe, berjalan bersama dijalan, pergi ke taman, makan pancake manis bersama. Semenjak ada dia, aku tak kesepian. Kami sama-sama tak mengetahui nama masing-masing. Yang kami tahu, kami menikmati masa-masa saat bersama.

"Apa kakimu tak sakit?" Tanyaku sambil meneguk kopi.
"Tidak, lihat.." Kakinya tak lecet. Bahkan sangat bersih.
Dia juga tak pernah mandi, tapi dia selalu harum.
Malam ini sangat dingin dan dia terus membujukku untuk berbagi selimut. Selama ini dia tidur disofa kamarku. Aku terus menolaknya bahkan menendangnya dari ranjang. Kami tertawa bersama, dan saat aku teringat masa laluku, dia selalu menghiburku. Melarangku minum minuman aneh, menyuruhku makan makanan sehat.
"Kau dandan hari ini." Ucapnya suatu pagi.
"Ada yang salah?" Tanyaku sambil memakai sepatu.
"Tidak, cantik sih. Tapi mukamu yang tanpa make up itu lebih manis. Apalagi saat kau baru bangun tidur. Hahaha!"
Sial, dia hanya mengejek. Aku mengabaikannya dan mengunci pintu. Hari ini dia minta untuk membeli cokelat panas dan menyuruhku mencari kafe yang punya ruang pribadi.
Aneh sekali saat orang-orang pergi bersama dengan teman, kekasih atau keluarga sedangkan aku sendirian. Memesan double pancake dan dua cokelat panas.
"Agaknya ini mengesalkan." Ujarku.
"Mengesalkan? Kenapa?" Dia menyendok pancake.
"Sadarlah apa yang kau timbulkan!" Desisku.
"Kau menimbulkan semuanya sendiri."
"Aku? Kau menyalahkanku padahal kau yang datang sendiri?" Aku mulai kesal.
"Santailah gadis. Kau jadi cantik kalau marah si.. itulah kenapa aku menyukaimu." Dia menatapku lembut dan wajahku memanas.
"Mungkinkah.. suatu saat aku bisa menyentuhmu?" Tanyaku sambil memalingkan wajah.
"Apa maksudmu dengan 'suatu saat'? Sekarang pun boleh." Dia menawarkan wajahnya.
Tapi aku tak bergeming. Tetap memalingkan wajah, hingga tangannya yang halus meraih tanganku dan menempelkannya ke wajahnya. Mataku melebar kaget merasakan bahwa sentuhannya sangatlah nyata. Mataku berair, merasakan senang dan pedih yang bercampur.
"Berdoalah, bahwa semua ini akan cepat berakhir." Gumamnya.
"Berakhir?" Hatiku menjerit 'Tidak!! Jangan berakhir!"
"Bukan dalam artian itu, aku ingin sekali makan pancake manis sambil berjalan denganmu. Menikmati keramaian bersamamu dan memelukmu dimanapun tempatnya."
Benar. Aneh kalau dia makan pancake manis sepanjang jalan denganku. Mana mungkin ada pancake terbang? Aku menghapus air di ujung mataku.

39 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang