Adzwa Aurell as Feliz Natasya<•>
"Ryan, bangun. Udah jam berapa ini? Entar kamu telat sekolah lagi," suara lembut Karin--Ibunya--menerjang gendang telinga Ryan.
Masih dalam kondisi mata tertutup, Ryan menyahut, "Jam berapa sih, Ma?"
Karin menyibak gorden abu-abu yang melindungi kamar Ryan dari silaunya cahaya matahari. "Jam setengah enam. Kamu mandi, gih."
Alih-alih bangkit dari tidurnya, Ryan menggeram dan malah menarik selimutnya menutupi wajah. "Yaelah, masih setengah enam, Ma. Setengah jam lagi, ya, aku bangun."
"Nggak bisa gitu, dong, Yan," Secara tiba-tiba, Karin menarik selimutnya dari tubuh Ryan. "Kalau kamu bangun jam 6, kamu mau nyampe sekolah jam berapa? Ayo, bangun, Nak."
Ryan berdecak lalu menghembuskan napas panjang. Perlahan ia bangkit dari tidurnya dan beranjak ke kamar mandi. Langkah kakinya terasa berat. Ryan tidak pernah tertarik untuk kesekolah semenjak ia kehilangan semua sahabatnya dan karena kejadian itu. Sekolah pun seakan menjadi tawar dan tidak menyenangkan.
Setelah mandi dan bersiap-siap, Ryan segera melangkahkan kakinya ke lantai bawah. Semua anggota keluarganya sudah menunggu di meja makan.
"Sini, sarapan pagi. Nih, Mama masakkin makanan kesukaan kamu." Karin mengisyaratkan Ryan untuk duduk di kursi yang baru saja ditarik olehnya, tepat disebelah kursi Mitchie--adiknya yang berusia delapan tahun.
Sepiring Nasi Goreng Ikan Teri yang berada diatas meja sukses membuat mood-nya naik seketika. Ia menduduki bangkunya, lalu mengacak rambut adik kesayangannya. "Pagi, Miki," sapa Ryan, tersenyum.
"Pagi, Kak Yan-Yan," balas Mitchie dengan suaranya yang super imut.
"Gimana sekolahnya kemarin?" tanya Ryan seraya memasukkan sesendok nasi kedalam mulutnya.
"Seru, Kak! Kemarin aku ketemu temen baru, namanya Ricis."
"Cewek apa cowok?"
"Cowok," Mitchie tersipu malu.
Ryan tertawa geli. "Kamu ya kecil-kecil udah cinta-cintaan," omelnya ringan sembari mengacak-acak rambut Mitchie lagi--tindakan yang suka Ryan lakukan karena rambut Mitchie yang halus kayak iklan-iklan shampo di televisi.
"Ryan," Jersey memanggil, membuat Ryan menatapnya.
"Ya, Pah?"
"Papa denger dari Pak Anton, katanya kamu jarang masuk kelas. Bener itu, Yan?"
Suara dentingan piring yang bertemu dengan sendok, sejenak berhenti. Ryan terdiam untuk beberapa saat, sebelum kemudian suara khas ketika makan itu kembali terdengar.
"Iya, Pah."
Ryan lupa kalau di sekolahnya ada Pak Anton, si kepala sekolah yang kerjaannya tukang ngadu.
Tiba-tiba, Karin melepaskan sendok dan garpunya keatas piring. "Astaga, Ryan... Kamu, tuh--" Karin tidak sanggup melanjutkan perkataannya, dia menatap Ryan tidak habis pikir.
"Yan," Jersey bersuara, berusaha terdengar lembut karena dia pikir ada Mitchie diantara mereka. "Jangan sampai masa lalu menghalangi masa depan kamu, Nak."
Entah kenapa, nasi goreng kesukaannya mendadak berubah menjadi tawar.
"Selama ini kami udah sabar sama kamu, lho, Yan," Karin berujar tiba-tiba, terselip nada frustasi pada suaranya. "Papa udah mengorbankan reputasinya karena kamu, Mama juga udah sabar nanggepin cemohan dari temen-temen Mama karena kamu, Papa juga udah mindahin kamu ke sekolah yang baru dan menutupi kegagalan kamu dari sekolah ini supaya kamu nggak perlu malu. Papa ngelakuin semua ini untuk kamu lho, Yan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Must Date The Introvert
RomanceBrigitta, murid pindahan yang memiliki wajah manis, harus melaksanakan misinya dalam memacari Ryan, cowok super duper jutek yang memiliki paras yang lumayan. Tapi ternyata, misinya tidak semudah yang ia bayangkan. Sangat sulit untuk mengambil hati...