"Dia kritis, ia kehilangan banyak darahnya, tapi operasi berjalan dengan lancar. Kami telah menutup luka tusuknya. Namun saya minta maaf kami tidak bisa menyelamatkan kandungannya."
Di detik itu juga Ayato merasakan tubuhnya benar-benar beku, Ayato menerawang dengan pandangan kosong.
Akira sudah menangis meraung saat mendengar Yura kehilangan bayinya.
"Tidak mungkin." Gumam Ayato dengan pelan, ia baru saja kehilangan calon anaknya. Dan dia adalah penyebab dari semuanya.
Seminggu sudah Yura menjalani masa kritisnya, seminggu pula dirinya belum sadarkan diri dari masa kritisnya.
Akira selalu menemani Yura sejak Yura dinyatakan keguguran pada sore hari itu, Ayato hanya bisa menjenguk Yura diam-diam dari luar.
Egonya mengalahkan hati nuraninya yang sebenarnya sangat menghawatirkan Yura, seperti malam ini. Ayato berdiri didepan kaca ruangan Yura kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celananya namun matanya menatap lurus kearah Yura yang sedang berbaring kritis.
Akira menyadari sedari tadi ada yang memperhatikan Yura, dengan hati- hati Akira melangkahkan kakinya menuju pintu ruangan yang ditempati Yura. Ia membuka pintu dengan perlahan lalu menengok kearah samping.
Dirinya terkejut saat melihat Ayato berdiri didepan jendela kaca namun matanya masih menatap lurus kearah Yura berada. Kehadiran Akira pun tak dirasakan sama sekali oleh Ayato.
"Ayato-sama? Apakah kau ingin masuk?" Dengan ragu Akira memanggil Ayato.
Ayato terkejut saat melihat kehadiran Akira yang tiba-tiba, namun ia dapat menutup nya dengan baik. Ia melihat Yura sejenak lalu ia melangkahkan kakinya menjauhi ruangan Yura.
Saat sedang berjalan-jalan didorong rumah sakit tanpa tujuan, Arima berjalan dengan cepat menuju Ayato.
"Ayato-sama, Akio-sama telah sadarkan diri." Ayato melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan ayahnya dan untuk sejenak ia dapat melupakan Yura dalam pemikirannya yang terus mengganggu nya seminggu ini.Ayato memasuki ruangan yang ditempati Akio, ia menempatkan dirinya disebelah Akio sedang menatapnya.
"Dimana Yura?" Ayato tersentak saat Akio tiba-tiba menanyakan keberadaan Yura.
Ayato hanya diam enggan menjawab matanya enggan menatap Akio yang sekarang ini menatapnya dengan lekat.
"Ayato! Dimana Yura?" Kali ini Akio berucap dengan lirih.
"..." Ayato masih diam enggan menjawab pertanyaan Akio yang serasa menusuk hatinya telak.
"Jawab pertanyaanku, jangan biarkan aku merasa salah lagi kepada anak itu."
Ayato langsung menatap Akio saat ia mendengar Akio merasa bersalah pada Yura, ia merasa bersalah karena apa?
"Kau tahu, anak itu tidak pernah bersalah. Ia selalu menjadi pelampiasan kekesalan orang disekitarnya." Akio menghela nafasnya dengan kasar, Ayato masih mendengar cerita dari Akio tanpa berniat untuk mengganggunya.
"Kau tahu aku bermimpi bertemu dengan ibumu, disana ia menangis memohon padaku untuk tidak berbohong lagi dan mengatakan kebenarannya." Lanjut Akio.
"Apa maksudmu? Kebohongan apa?" Ayato bertanya dengan heran.
"Dulu aku, ibumu dan kedua orang tua Yura berteman baik, pada saat hari itu aku dan ibumu bertengakar dengan hebat. Ia memutuskan untuk kabur dan bersembunyi pada Ayaka dan Shima." Akio menerawang kearah atas dengan nanar.
"Dua bulan telah berlalu, hubungan kami pun tak kunjung membaik. Aku benar-benar merindukan kalian, kau masih kecil dan kau dibawa pergi olehnya. Saat itu aku berada dipusat kota, ibumu tertabrak mobil saat ia mencoba untuk menyelamatkan ku. Saat itu aku melihat Ayaka dan Shima berada disana. Ibumu tidak bisa diselamatkan lagi karena fungsi otaknya telah rusak karena benturan saat ia mencoba untuk menyelamatkan ku."
Ayato menegang, tangan nya terkepal dengan erat menunggu cerita Akio.
"Aku tau aku salah, namun egoku tidak bisa menerima ini. Maka saat itu lah aku memutuskan untuk menyalahkan Ayaka dan Shima. Segala teror telah kukirim pada keluarga mereka, dan puncaknya adalah kecelakaan naas 7 tahun lalu yang menimpa keluarga Nakayama. Kau tahu aku lah penyebab kecelakaan itu! Aku menyuruh orang untuk merusak rem mobilnya dan mengakibatkan semua dalam mobil itu tewas." Akio menghentikan ceritanya lalu menatap kearah Ayato yang menatap nya dengan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan.
"Saat itu aku mendengar dari suruhanku bahwa anak Ayaka dan Shima masih hidup. Saat itu aku membuat cerita palsu, Aku membuat Misaki membenci Yura hingga saat ini. Aku menyewa beberapa orang yang menyelidiki kasus ini dan membayarnya mahal agar mereka mau membuat penyebab dari kecelakaan itu adalah Yura. 7 tahun telah berlalu, Yura selalu mendapatkan luka selama itu dari bibinya. Namun aku tidak tahu saat bibinya berani menjualnya, dan saat itu kau lah yang membelinya. Awalnya aku tidak percaya bahwa aku bertemu lagi dengannya, karena aku telah terlanjur sayang dengannya. Aku menyuruhmu untuk mencari identitasnya, aku mencoba untuk membencinya namun aku tidak bisa."
"Dan kau mengaturku untuk mengikuti skenariomu? Begitu?" Tanya Ayato dengan dingin. Akio menjawab dengan menganggukkan kepalanya.Ayato bangkit dari duduknya ia ingin menepis segala kejadian hari ini yang terlalu mendadak padanya, sebelum ia meraih kenop pintu Akio kembali melanjutkan ceritanya.
"Saat aku mengetahui anak itu mengandung anakmu aku sungguh sangat senang, namun sisi kebencianku tak bisa menerima itu. Sehingga aku menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya namun ia marah dan menangis dihadapanku. Seminggu aku tidak keluar kamar dan terus mengurung diri, saat aku memutuskan untuk keluar dan menemuinya aku bertemu dengannya sedang menaiki tangga menuju lantai 2. Kau tahu budak yang selalu dekat padamu mencoba untuk melukai anak itu! Untungnya aku tepat waktu dan berhasil menolongnya. Kulihat Yura benar-benar tertekan dengan kejadian yang baru saja ia alami. Saat hendak menghampirinya seseorang mendorong ku hingga jatuh. Aku benar-benar menyesal." Akio menyelesaikan ceritanya dengan menatap Ayato yang masih diam di depan pintu.
"Kau tahu" Ayato membuka suaranya setelah sekian lama keheningan mengisi suara ruangan itu. "Aku baru saja kehilangan calon anakku karena dia berusaha untuk menolongku." Setelah berucap ia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Akio meninggalkan Akio yang masih menegang mendengar penuturan Ayato.
Ayato melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan Yura, ia berdiri didepan jendela kaca ruangan Yura tanpa ada niat satu pun untuk melihatnya didalam.
Ayato mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. "Bawa Ryou dan kurung dia di ruang bawah tanah." Ayato mematikan panggilannya dan kembali memperhatikan sosok kecil Yura yang tertidur dengan damai.
3 hari telah berlalu, Yura tak kunjung sadar dari masa kritisnya. Ayato tidak pernah absen mengunjungi Yura meskipun ia melihat dari luar. Namun hari ini ia memberanikan diri untuk masuk saat Akira meminta ijin padanya untuk pulang mengambil beberapa pakaian.
Ayato masuk tanpa tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Ia menelusuri setiap jengkal dari tubuh Yura sampai ia berhenti pada perut Yura yang telah datar. Ayato tersenyum pahit, dirinya benar-benar menyesal karena dirinya Yura kehilangan calon bayinya. Bagaimana nanti Yura tahu bahwa ia telah kehilangan calon bayinya?
Dengan berani Ayato menggenggam tangan Yura yang terasa pas untuk digenggamnya. "Bangunlah banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu." Ayato mengeratkan pegangannya.
"Kau adalah orang yang paling bodoh yang pernah kutemui. Kenapa kau menolongku? Kenapa kau bisa ada disana? Bagaimana kau mengorbankan bayi kita hanya untuk menolong orang seperti diriku? Apakah kau ingin membalas perbuatan ku? Apa saat kau bangun nanti kau ingin berteriak dihadapanku sebagai pembunuh? Bangun Yura jangan buat diriku kesal." Ayato menjambak rambutnya dengan kasar.
Ayato melepaskan genggamannya pada tangan Yura memutuskan untuk pergi, sebelum membalikkan badannya Yura telah sadar dan memegang tangan Ayato dengan lemah.
"Jangan pergi." Meskipun samar namun Ayato masih dapat mendengarnya.
Namun karena egonya mengalahkan rasa perhatian dan kasihannya, Ayato melepaskan tangan Yura yang memegang tangannya lalu melangkahkan kakinya keluar.
Saat keluar ia berpapasan dengan Akira yang hendak memasuki ruang Yura. Akira memasuki ruangan dan mendapati Yura telah sadar dari masa kritisnya dan sedang menangis tanpa suara.
"Akhirnya, kenapa kau menangis? Apakah ada yang sakit? Tunggu sebentar akan kupanggilkan dokter." Akira berlari keluar dari ruangan Yura meninggalkan Yura yang masih menangis dalam diam.
-Tbc-
A/n : Haii balik lagiiiii~
Ciee Yura ud bangun tuh.
Please Vote and Comment buat kelanjutannya yaa~Sankyuu~😘
Jakarta, 11 Juli 2016