Chapter 4: A Step Closer

23 2 1
                                    

1 minggu kemudian...
**

"HOLAAAAA!! WE'RE BACK!" Teriak Bianca begitu ia melihat sosokku dan Jay yang tengah menunggu dibelakang barikade. Setelah berpelukan ala teletubbies, kami berempat berpisah dengan orang tua Bian dan Kelvin, dan memutuskan untuk pergi ke salah satu mall terdekat.

"Jadi? Lo bawa oleh-oleh apa aja nih buat kita?" Tanyaku begitu tanganku mulai mengendalikan setir mobil. "Gue berharap makanan, sih."

"Ah, ya pasti makanan lah. Mau apa lagi coba," Bian menaruh satu kantong berisi makanan untukku, lalu satu untuk Jay. "Nanti kita nonton apa gitu yuk,"

"Jangan nonton dong. Gue capek banget nih, gimana kalo kita ke rumah lo aja Jay? Atau ke rumah kita? Kalo rumah lo sih ga mungkin ya Will, kejauhan soalnya." Ujar Kelvin sambil terkekeh.

"Ya udah, ke rumah lo berdua aja kali ya?" tanya Jay yang jelas-jelas tidak ingin rumahnya dijadikan tujuan akhir. "Kan lebih deket ke komplek rumah lo,"

"Wuuu dasar. Bilang aja lo males nerima tamu," cibir Bian sambil menjulurkan lidahnya, yang langsung dihadiahi Jay dengan cengiran lebar.

"Ya udah, jadi ke rumah Kelvin Bian nih ya?" tanyaku memastikan. Ketiganya mengangguk, yang membuatku langsung memutar setirku.

**

"AAAAAAAA!"

Ini sudah ketiga kalinya laki-laki teguh dan jantan di sebelahku berteriak ketakutan. Aku sendiri masih bingung, kenapa hingga saat ini, baru aku mengetahui kelemahan seorang Jayson Lukmantara?

"Gue masih gak nyangka lo ternyata penakut, Jay." Kelvin menahan tawanya sambil sesekali mencuri pandang. "Mending lo tahan teriakan lo. Ga enak didenger tetangga, lo kayak lagi melahirkan."

Bianca yang kini sedang dalam pelukan erat Jay hanya bisa terkikik. "Jay, bentar lagi gue sesek nafas kalo lo modusnya kelewatan,"

"Please ya, Bi, gue gak lagi modus. Kebetulan aja lo yang duduk disamping gue," protesnya, "gue beneran takut, tau."

"Apa kata lo deh," Ujar Bian sambil menaruh popcornnya di atas meja. "Kel, gantiin gue dulu nih jadi bantalnya Jay. Gue mau ke toilet dulu,"

Kelvin dengan semangat duduk di tempat Bian sebelumnya, sementara aku diam-diam mengekori Bian keluar dari kamar. Sudah seminggu sejak aku meminta bantuannya, tapi sampai saat ini Bian belum memberiku informasi sedikitpun.

"Bian!"

Bian yang sedang berjalan menuju toilet pun menoleh, dan wajahnya yang awalnya di isi dengan ekspresi bingung pun berubah menjadi terkejut.

"Kenapa, lo? Oh ya, gue mau tanya soal.. uhm. Cewek itu."

Bian menaruh tangannya di pundakku, lalu menghela nafas. "Jadi gini, Will. Gue sih udah ketemu orangnya, tapi.."

"Tapi?"

"Dia kayaknya punya masa lalu yang... buruk. Yang mungkin bikin dia juga pindah ke sini,"

Aku berkedip. Sekali, dua kali, tiga kali. "Bi, gue cuma minta lo cari tau namanya.."

"Lo pikir gue sengaja cari tau asal usulnya? Cuma kebetulan aja gue tau bersamaan pas cari namanya. Sebenernya ini cuma asumsi gue sendiri, sih. Mungkin karna jiwa gue yang hampir menyerupai Sherlock Holmes..."

"Ya udah, kasih tau gue aja deh namanya. Ya? Lagian gue ga penasaran sama masa lalunya. Yang udah berlalu ngapain diungkit-ungkit?"

Bian mengangguk setuju, lalu melihat ke sekelilingnya untuk memastikan tidak ada sepasang telinga lain yang mendengar. "Namanya Kara Martin Lauderdale. Kalo menurut gue sih, itu tipe lo banget Will,"

          

Aku tersenyum lebar. Jadi namanya Kara?

Aku langsung memeluk Bian erat. "Lo bener-bener andalan gue Bi!"

"Aduh, gue sesek nih! Gak usah lebay deh lo!"

Kara. Kara. Kara.

**

"Gue balik duluan ya guys, udah mau sore. Nanti kejebak macet," pamitku begitu film horror yang diputar selesai. Rumah Jay hanya berbeda komplek dengan rumah Kelvin dan Bianca, jadi jaraknya memang sangat dekat.

"Oke! Lo tau jalan keluarnya kan? Bye Will!" teriak Bianca bersamaan dengan pintu kamar yang kututup. Ketika aku masuk ke dalam mobilku, handphone ku bergetar menandakan satu pesan masuk.

Mama tersayang: Will, mampir dulu ke supermarket deket kamu ya. Tolong mama beli: gula pasir, pisang 2 sisir, susu full cream 2 kotak, roti gandum 2 bungkus, daging ham(yang smoked beef kamu harusnya tau), selada, sama biskuit kesukaan kamu buat ngemil

Mama tersayang: gak boleh beli snack yang aneh aneh!

William Leandro: iya mamaaaaa tapi nanti uang jajanku ditambahin ya ;)

Mama tersayang: kamu lagi liburan, ngapain kasih uang jajan? Udah sana nyetir dulu jangan sambil main handphone, hati-hati di jalan

William Leandro: ❤️

Aku memarkir mobilku di supermarket terdekat. Kalau aku boleh jujur, belanja untuk mama itu sama dengan mengerjakan ujian nasional tanpa belajar sedikitpun.

Satu-satunya ekspresi yang terpampang di wajahku hanyalah ekspresi kebingungan.

Aku mengambil salah satu troli, lalu memasuki sebuah lorong terdekat.

Bukan, bukan lorong ini. Gak ada yang mau beli baju, Will.

Entah sudah berapa lorong yang kutelusuri, dan 15 menit sudah berlalu. Namun satu-satunya barang yang kutemukan hanyalah gula pasir. Bukannya aku bodoh atau malu untuk bertanya, tapi ketika seorang laki-laki belanja kebutuhan rumah tangga sendirian, semua mata pasti akan memandang.

Baru saja aku ingin menyerah dan pulang, sosok seorang gadis berambut cokelat terang menarik perhatianku.

Itu Kara. Kara Martin sepupu Jay!

Ia terlihat kesulitan untuk mengambil sesuatu yang terletak di rak atas, dan aku tidak mendeteksi adanya seseorang yang menemaninya. Kara hanya sendirian.

Tanpa ragu-ragu, aku menghampirinya, dan mengambil yoghurt yang terletak di rak atas. "Here you go,"

Kara terlihat kaget, lalu menatapku selama beberapa detik dengan alis mengerut. Apa dia inget gue?

"Thanks," ia menaruh yoghurtnya di trolinya yang cukup terisi, lalu mendorongnya melewatiku yang kini ditinggal bengong.

Aku menghela nafas. "Cantik-cantik jutek," gumamku pada diriku sendiri.

"Twinkle twinkle little star-"

Tanganku langsung meraih handphone ku yang berdering di dalam kantong dan mengangkatnya. 

"Halo?"

"Kamu udah selesai belanja? Butuh bantuan mama nggak?"

"Oh, butuh banget ma. Aku baru dapet gula pasir doang. Eh ini ketemu susu nya,"  kataku sambil mengambil dua kotak susu full cream terdepan.

"Kamu cari aja bagian jual roti-roti, biasanya deket daerah kamu kok. Beli yang roti gandum ya, inget, roti GANDUM."

Aku memutar troliku begitu menemukan bagian roti yang mama sebutkan. "Emang kenapa sih gak beli roti yang biasa aja, ma,"

"Papa kamu udah gendut tuh perutnya, gak boleh makan nasi lagi. Mau mama ganti sama roti gandum,"

Aku terkekeh mendengar nada bicara mama yang marah-marah hanya karena perut papa membuncit. Namanya juga orang tua, apa salahnya sih kalo buncit? "Namanya juga udah tua, ma. Kan udah laku, jadi gak usah jaga badan lagi dong,"

"Enak aja kamu. Jadi kamu mau mama kamu jadi gendut jelek?"

"Ya bukan gitu ma. Mamaku yang sekarang cantik, langsing lagi. Kayak belom punya suami,"

"Mama udah kebal sama omongan manis kamu. Udah ah, mama tutup ya telfonnya. Kamu buruan belanja gih, nanti macet kamunya marah-marah lagi."

"Oke ma, bye-byeee."

Aku mengambil dua bungkus roti gandum dari atas rak, lalu menaruhnya ke dalam troli. Namun tiba-tiba saja, seseorang menaruhnya kembali ke atas rak.

"Kalo gak bisa belanja, ya gak usah sok bisa." Kara Martin berdiri di hadapanku dengan kedua tangan di pinggang.

"Kenapa.. ?" Aku menatapnya bingung, sama sekali tidak mengerti dimana letak salahku.  "Salah gue apa deh?"

"Liat tuh. Expired date nya besok," jelasnya sambil menunjuk tanggal yang tertera. Kemudian ia mengambil dua kotak susu di troli ku dan berdecak kesal. "Ini susu juga expired datenya besok, lo bisa belanja gak sih?"

Aku menggaruk tengkukku dalam kebingungan. Jujur saja, aku tidak pernah mengira akan begini pertemuanku dengan Kara Martin. Dan aku juga tidak pernah mengira bahwa gadis dihadapanku ini ternyata benar-benar... tidak ramah.

"Gue yang beli, gue yang bakal makan, kenapa lo yang sewot sih?"

"Tuker tuh susu sama rotinya, ntar keluarga lo keracunan semuanya lagi."

"Wah, enak aja nyumpahin lo ya?"

Alisnya mengerut sambil menatapku aneh, lalu berputar dan meninggalkanku. "Dasar gak tau terima kasih."

"Eeeh tunggu tunggu!" Aku menahan tangannya, "apa lo inget gue?"

Kara menepis tanganku, lalu kembali mendorong trolinya menjauh dariku.

Dasar sombong.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 23, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Be the first to comment 💬

SugarWhere stories live. Discover now