1 minggu kemudian...
**"HOLAAAAA!! WE'RE BACK!" Teriak Bianca begitu ia melihat sosokku dan Jay yang tengah menunggu dibelakang barikade. Setelah berpelukan ala teletubbies, kami berempat berpisah dengan orang tua Bian dan Kelvin, dan memutuskan untuk pergi ke salah satu mall terdekat.
"Jadi? Lo bawa oleh-oleh apa aja nih buat kita?" Tanyaku begitu tanganku mulai mengendalikan setir mobil. "Gue berharap makanan, sih."
"Ah, ya pasti makanan lah. Mau apa lagi coba," Bian menaruh satu kantong berisi makanan untukku, lalu satu untuk Jay. "Nanti kita nonton apa gitu yuk,"
"Jangan nonton dong. Gue capek banget nih, gimana kalo kita ke rumah lo aja Jay? Atau ke rumah kita? Kalo rumah lo sih ga mungkin ya Will, kejauhan soalnya." Ujar Kelvin sambil terkekeh.
"Ya udah, ke rumah lo berdua aja kali ya?" tanya Jay yang jelas-jelas tidak ingin rumahnya dijadikan tujuan akhir. "Kan lebih deket ke komplek rumah lo,"
"Wuuu dasar. Bilang aja lo males nerima tamu," cibir Bian sambil menjulurkan lidahnya, yang langsung dihadiahi Jay dengan cengiran lebar.
"Ya udah, jadi ke rumah Kelvin Bian nih ya?" tanyaku memastikan. Ketiganya mengangguk, yang membuatku langsung memutar setirku.
**
"AAAAAAAA!"
Ini sudah ketiga kalinya laki-laki teguh dan jantan di sebelahku berteriak ketakutan. Aku sendiri masih bingung, kenapa hingga saat ini, baru aku mengetahui kelemahan seorang Jayson Lukmantara?
"Gue masih gak nyangka lo ternyata penakut, Jay." Kelvin menahan tawanya sambil sesekali mencuri pandang. "Mending lo tahan teriakan lo. Ga enak didenger tetangga, lo kayak lagi melahirkan."
Bianca yang kini sedang dalam pelukan erat Jay hanya bisa terkikik. "Jay, bentar lagi gue sesek nafas kalo lo modusnya kelewatan,"
"Please ya, Bi, gue gak lagi modus. Kebetulan aja lo yang duduk disamping gue," protesnya, "gue beneran takut, tau."
"Apa kata lo deh," Ujar Bian sambil menaruh popcornnya di atas meja. "Kel, gantiin gue dulu nih jadi bantalnya Jay. Gue mau ke toilet dulu,"
Kelvin dengan semangat duduk di tempat Bian sebelumnya, sementara aku diam-diam mengekori Bian keluar dari kamar. Sudah seminggu sejak aku meminta bantuannya, tapi sampai saat ini Bian belum memberiku informasi sedikitpun.
"Bian!"
Bian yang sedang berjalan menuju toilet pun menoleh, dan wajahnya yang awalnya di isi dengan ekspresi bingung pun berubah menjadi terkejut.
"Kenapa, lo? Oh ya, gue mau tanya soal.. uhm. Cewek itu."
Bian menaruh tangannya di pundakku, lalu menghela nafas. "Jadi gini, Will. Gue sih udah ketemu orangnya, tapi.."
"Tapi?"
"Dia kayaknya punya masa lalu yang... buruk. Yang mungkin bikin dia juga pindah ke sini,"
Aku berkedip. Sekali, dua kali, tiga kali. "Bi, gue cuma minta lo cari tau namanya.."
"Lo pikir gue sengaja cari tau asal usulnya? Cuma kebetulan aja gue tau bersamaan pas cari namanya. Sebenernya ini cuma asumsi gue sendiri, sih. Mungkin karna jiwa gue yang hampir menyerupai Sherlock Holmes..."
"Ya udah, kasih tau gue aja deh namanya. Ya? Lagian gue ga penasaran sama masa lalunya. Yang udah berlalu ngapain diungkit-ungkit?"
Bian mengangguk setuju, lalu melihat ke sekelilingnya untuk memastikan tidak ada sepasang telinga lain yang mendengar. "Namanya Kara Martin Lauderdale. Kalo menurut gue sih, itu tipe lo banget Will,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar
RomanceKata orang, jodoh itu nggak akan kemana. Tapi tanpa usaha untuk menemukan satu sama lain, jarak diantara dua jiwa yang ditakdirkan untuk bersama hanya akan semakin melebar seiring dengan berjalannya waktu. Dan aku tidak akan membiarkan kesempatan ya...