Sahabat atau Malaikat?

49 1 0
                                    

  Satu setengah jam telah berlalu. Deruan mesin yang kencang telah berakhir. Di sepanjang jalan hawa dingin terus menerjang, tanpa mengurungkan niat sedikitpun untuk terus melintasi jalanan berliku. Lita sempat menelan ludah saat Adrian memacu motor miliknya secepat kilat, untung saja kini semua telah berakhir ketika mereka tiba di tempat tujuan. Gapura putih berhias bunga tampak cantik nan elok. Memancing seluruh pasang mata untuk menatapnya sejenak bahkan menarik pada medan magnet indahnya. Dari luar sudah tampak jelas bahwa itu ialah taman bunga. Dengan siap siaga Lita dan Adrian jalan bersisian memasuki taman yang dipenuhi hamparan bunga.

Calista terkejut, dirinya dibuat tertegun oleh hamparan bunga yang tersuguhkan di depan mata. Mulut enggan untuk banyak bicara, hanya dengan memandangi dan menghirum aromanya saja sudah cukup menenangkan jiwa. Sayang, tempat seindah itu hanya terdapat di kaki gunung. Inilah hiburan yang dapat menghilangkan penat di jiwa. Andaisaja pemandangan itu terdapat di seluruh antero raya, pasti hidup akan tenang nan tentram. Lita menatap Adrian lamat-lamat. Mengembangkan senyuman manis di wajahnya sebagai bentuk terima kasih telah membuat dirinya tersenyum. Adrian hanya membalasnya dengan senyuman lalu lekas mereka menikmati aroma segar dari berbagai bunga.

"Dri, aku mau nanya boleh ga?" Lita tak tahan lagi untuk terus diam menikmati alam karena ada sesuatu di benaknya yang terus mengganggunya.

"Boleh lah. Mau nanya apa?"

"Kamu kok bisa-bisanya ngeluangin waktu buat aku. Apa kabar pacar kamu? Kalau dia tau kita jalan berdua gimana?" pertanyaan itu membuat Adrian tercekat.

"Mmm ... baik kok kabarnya. Aku ga punya maksud lain kok, aku udah anggap kamu sahabat! Kita udah dekat selama kamu pacaran sama Dana, jadi apa salahnya kalau aku membuat sahabat mungilku yang satu ini tersenyum bahagia? Membahagiakan orang itu ga harus pacar doangkan? Aku ingin membahagiakan siapapun yang berada di dekatku." jawabnya yakin. Sekarang Lita yang tercekat lalu dia mengangguk pelan. Mencoba memahami keadaan tanpa melukai perasaan.

"Ya si benar juga kata kamu. Ya aku cuma takut dia kecewa kalau tau kamu pergi sama aku, Dri."

"Gapapa kok. Lagi pula dia kenal kamukan? Dia tau kok kamu orangnya gimana jadi udah santai aja rileks. Ga usah mikirin apapun dan siapapun! Sekarang cukup kamu pikirin kita berdua aja. Kita have fun berdua aja okey!!" Adrian merekahkan senyuman manisnya. Namun jauh di lubuk hatinya, Lita sangat berat hati jika harus menikmati hari dan bersandar di bahu yang bukan teruntuknya. Dia merasa sebagai cewek penggoda. Namun bukan dia yang salah, Adrian yang mendekatinya.

Adrian sangat mengerti bahwa Lita kini dilanda kecemasan. Dengan percaya diri yang tinggi, dia raih jari jemari kecil Lita dan mengajaknya ke sebuah cafe kecil untuk makan sore sebelum mereka melanjutkan berkeliling taman untuk have fun. Santapan yang standard, namun jika di nikmati di tengah alam yang indah nan sejuk serta di kelilingi hamparan bunga serasa makanan ter-enak yang ada. Di santapnya makanan itu lahap-lahap oleh Lita dan di lanjutkannya berkeliling taman bergandengan berdua bersama Adrian. Canda tawa, foto bersama, berkeliling dengan suka cita membuat Lita lupa akan segalanya. Yang dia fikirkan cuma kebahagiaan saat ini. Kebahagiaan semata oleh sahabatnya yang datang bagai malaikat tanpa sayang. Yang melindunginya di kala suka dan duka. Serta menjadi penyemangat di kala asa mulai hilang.

Di tatapnya lekat-lekat cowok di sampingnya yang sedari tadi menggandeng tangan kecil nan mungil itu sambil tersenyum dan berkata ' Terima kasih atas upayamu membuat aku tersenyum bahkan tertawa, Dri '.
Adrian hanya membalas dengan sebuah senyuman dan tanpa di duga Adrian merekatkan tubuhnya dengan rangkulan. Sungguh Lita merasa sangat sempurna, merasa sangat di lindungi dan di sayangi seutuhnya. Sayang semua itu hanya harapan yang berlebihan. Andaisaja Adrian datang sebagai malaikat yang akan menemani harinya, takkan ada lagi kegundahan jiwa yang mengguncang keras di dadanya.

Adrian menghancurkan lamunan Lita dengan satu hentakan. Lita merasa linglung sejenak dan lekas berlalu ke jalan yang di pinta oleh Adrian. Ternyata kini mereka menuju suatu tempat yang penuh dengan wahana permainan. Tanpa segan Lita mempercepat langkah kakinya. Adrian melihat Lita yang berlari kecil seakan seperti melihat gadis kecil yang riang akan sebuah permainan. Mungkin Lita sudah tak lagi menggemaskan. Namun bagi Adrian, Lita sungguh mengesankan.

"Kita naik kereta air ya!" Lita memperhatikan kereta yang baru saja melintas di hadapannya. Matanya melihat dengan antusias. Adrian segera mengangguk dan berjalan ke loket pembelian.

Tanpa tersadar kini hari larut malam. Sudah seratus dua puluh menit berlalu cepat. Sudah hampir seluruh wahana di coba oleh Adrian dan Lita. Mulai dari kereta air,bom-bom car, flying fox,singgah di labirin cinta dan diakhiri dengan menaiki kuda putih bersama. Dengan cepat Adrian membawa Lita kembali ke rumah. Selama di perjalanan Lita kelelahan, tak ada sepatah katapun yang terlempar. Dirinya sibuk menahan kantuk yang amat dahsyat menghujam habis dirinya. Lita hanya bisa mendekap Adrian dengan erat dan perlahan menutup matanya sembari bersandar di bahu Adrian.

"Lit ... kita udah sampai." Adrian mencoba membangunkan Lita dengan lembut. Lita segera membuka matanya perlahan dan turun dari motor dengan langkah gontai.

"Iya makasih ya Dri untuk hari ini."

"Iya sama-sama. Yaudah selamat malam."

"Malam." Lita menatapnya sembari melambaikan tangan. Adrian sudah semakin jauh dari pelupuk mata, maka dengan cepat Lita masuk ke kamarnya dan menghempaskan diri di kasur. Lita terlihat tampak lelah, namun dirinya sangat bahagia karena Adrian telah membuatnya tertawa lepas, tertawa penuh kebahagiaan. Sehingga malam itu Lita ketiduran dan melewatkan waktu belajarnya.

***

"Lit udah ngerjain pr agama belum?" tanya Kamila.

"Oh iya!! Aduh belum nih. Gimana dong? Pelajaran pertamakan?" jawab Lita penuh cemas.

"Nyontek dong mil, please. Semalam kelelahan jadi langsung tidur please ya." Rayunya ke Kamila.

"Huh dasar! Yaudah ambil tuh di atas meja. Oh ya kelelahan ngapain?"

"Kemarin abis jalan-jalan seharian sama Adrian." celetuknya cuek. Tapi ternyata ada sepasang mata yang menatap tajam ketika mendengar kalimat itu. Ya, Dana! Orang itu, siapa lagi? Orang dia mantan Lita.

"Hah? Kemana?" jawab Kamila dengan wajah penasaran abis.

"Ke suatu tempat yang indah banget."

"Ya kemana Lita?"

"Eh makasih banget, Mil. Nih udah! Kalau ga ada kamu uhhh ... pasti aku disuruh baca al-qur'an satu jus, pakai speaker lagi!" sergah Lita tak memerdulikan pertanyaan Kamila.

"Ya sama-sama."

  Tiba-tiba bel berbunyi dan dengan berat hati Kamila minggat dari tempat duduk Gery yang bersebelahan dengan Lita dan kembali ke tempat duduknya di pojok kanan depan. Setelah bell istirahat berbunyi, anak-anak otomatis berhamburan keluar kelas dan semua mata tertuju serta terpana oleh seorang cowok bule, tinggi, dan keren itu yang baru saja melintas di tengah lapangan. Semua cewek mulai berbisik, menggosip, bertanya-tanya siapa cowok itu dan akan masuk dikelas mana. Hufttt dasar cewek genit, ya biasalah Lita meresponnya dengan cuek karena dia ga terlalu gampang terpengaruh sama hal yang baru.

   Ternyata cowok bule itu adik kelas, dia masuk X 2. Semua cewek dikelas langsung kepoin namanya siapa? dengan deketin anak-anak cewek X 2, ya sok baik gitulah. Semuanya berdecak kagum ketika tau nama cowok itu ialah David, karena kata mereka namanya bule banget padahal biasa aja please deh. Semua cewek lagi-lagi caper dan malah ada yang nekat nembak duluan biar ga keburu di rebut. Selama 2 bulanan cewek-cewek itu tak lelah menggait cowok bule yang bernama David itu.

***

Diagnosa Cinta Di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang