prat 3

97 6 0
                                    

Sudah tiga hari dari kejadian di hari pertunangan itu. Nisa masih tetap saja bergelung di balik selimutnya. Keadaannya sekarang sungguh tidak dalam keadaan baik. Jika ia ditanya, sakit di jadikan alasan. Meninggalkan tanda tanya untuk orang-orang di sekitarnya.

Matanya bengkak akibat selalu menangis. ini bukan tangis kehancuran. Ia sudah mencoba tuk menerimanya bahkan ia telah pasrah akan taqdir Allah. Tapi tak tahu kenapa airmata bodoh ini selalu saja mengalir tanpabisa di bendung. Iklas dan rela? Ya ia telah mencobanya. Tapi seikhlas apapun dan serela apapun seseorang jika menyangkut dengan cinta. Pasti meningglkan sakit di relung hati yang terluka.

Clek

"Nak...?" Itu suara bu aida seraya masuk membawa nampan berisi bubur.

"Ayo makan dulu, terus minum obat" lanjut bu aida. Setelah duduk di pinggir ranjang  putrinya dan meletakkan nampan di nakas.

Nisa masih bergeming,
"Oh ya...di bawah ada fida nak. Ia mau bertemu kamu" ujar bu aida lagi. Namun nisa tetap bergeming' mungkin ia lagi tidur' batinnya.

Bu aida pun berlalu seraya membawa nampan makanan yang tak tersentuh itu. Setelah pintu di tutup, nisa berbalik memandang nanar pintu tertutup. Sungguh ia merasa berdosa sekali tak menghiraukan ibunya, namun mau apa di kata? Ia tak punya pilihan lain. Nisa tak mau ibunya melihat keadaannya dengan mata yang bengkak. Ia tak mau ibunya berfikir macam-macam nanti. Biarlah keluarganya cukup tahu bahwa ia sakit, walaupun sebenarnya bukan raganya yang sakit melainkan batinnya.

Tok tok tok

Lamunannya di kejutkan suara ketukan pintu. Nisa buru-buru menghapus air matanya dan kembali ke posisi awal. Yaitu membelakangi pintu seraya memejamkan matanya.

"Nis...? Aku masuk ya?" Itu suara fida, sahabatnya.

Fida telah duduk di tepi ranjang seraya menyentuh lengan nisa ia berkata
"Nis...ada apa sebenarnya? Cerita dong ke aku!"
Nisa bergeming.

"Aku tahu kamu tidak tidur. Ayo dong hargai aku disini nis!" Ujarnya dengan suara merajuk. Ia tahu bahwa sahabatnya ini bukan sakit biasa, pasti ada sesuatu hal yang ia sembunyikan. Tapi bodohnya ia tidak tahu, nisa bahkan tak mau cerita padanya.

"Nis...? Kamu anggap aku ini apa sih? Kenapa kamu gak mau terus terang ke aku? Padahal aku selalu berbagi cerita atau masalah yang ku hadapi keapadamu. Tapi kenapa kamu menyembunyikan masalahmu padahal ada aku di sini, sahabat kamu!"ujar fida kesal, karena merasa tak dihiraukan nisa.
"Kamu lupa kata-kata kamu heh? Kamu lupa 'kita sahabat jadi masalah apapun yg kita hadapi baik senang atau duka kita harus berbagi satu sama lain? Kamu lupa nis? Terus apa gunanya aku disini? Aku merasa gak berguna tahu gak?"lanjutnya seraya berdiri berniat meninggalkan kamar sahabatnya.

"Fid...!" Cegah nisa dengan suara purau. Ya nisa sudah dari tadi menangis, apalagi mendengar kata-kata sahabatnya yang sungguh menyakitkan itu. Ia tak bermaksud tak menganggap keberadaaan fida, ia hanya bingung harus gimana.

Mendengar panggilan nisa, fida berhenti melangkah
"Maaf" ujar nisa yang telah menghadap ke arah fida yang membelakanginya.

Mendengar itu fida berbalik memnghampiri nisa dan memeluk sahabatnya itu.

"Aku juga minta maaf nis. aku gak bermaksud tuk menyakitimu, aku hanya sebal karena kamu menyimpan masalahmu sendiri padahal aku ada disini" ujarnya dengan tangis yang sudah menjadi sejak tadi.

"Hiks...aku...hiks..juga minta maaf fid hiks" tangis nisa pecah dalam pelukan fida.

"Ya aku maafin"ucapnya seraya mengelus punggung nisa bermaksud menenangkan.
"Sudah...sudah nagisnya kamu jelek tahu kalau nangis"hiburnya seraya menghapus airmata nisa dengan tersenyum.

Ketika Cinta BerbicaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang