Hehehe... 😄😁
Maafkan aku yang terlalu suka dengar lagu ini.
Tapi, yang di part sebelumnya memang sebuah kesalahan. Makanya aku hapus.Enjoy n' happy reading, guys...
Sila Pov
Cahaya sangat menyilaukan mata terpancar dari beberapa sudut ruangan. Meja dan kursi telah penuh dengan tamu undangan. Beberapa orang memutuskan untuk berdiri , mengobrol sambil memegangi segelas minuman. Pelayan hilir mudik menyapa ramah dan mengantarkan pesanan tamu undangan. Di salah satu sudut terdapat sebuah panggung yang diperuntukkan untuk menghibur semua yang datang.
Aku masih menatap bingung pada cowok yang tengah berdiri di sampingku. Tiba-tiba ia menarik tanganku, memaksaku ikut naik ke atas panggung.
"Yo, memang kita mau nyanyi apa? Aku malu, suaraku jelek" bisikku penuh permohonan. Ini pertama kalinya aku diminta menyanyi di atas panggung, diperhatikan banyak orang yang rata-rata kolega papanya Riyo.
"Santai aja, sayang. Kita cuma diminta untuk menghibur bukan ikut kontes menyanyi. Klo jelek kan kita tanggung berdua" bisik Riyo yang sama sekali tidak bisa menghilangkan gugupku.
Mataku masih awas memandangi sekitar saat kami telah berdiri di atas panggung. MC memberikan sebuah mikrofon padaku. Sementara Rio sedang berbicara dengan pemain musik dan tak lama sebuah gitar telah melekat di tubuhnya. Ia duduk di kursi yang telah disediakan dan mulai menggenjreng-genjreng benda itu.
"Yo... "
Riyo tersenyum menatapku. Tangan kanannya mengelus tanganku yang mulai berkeringat.
"Tenang, sayang. Coba tarik napas pelan lalu buang". Aku pun menurutinya. Sedikit merasa baik memang tapi cuma sedikit. "Kita mainkan lagu kesukaanmu. Ok".
Tanpa aba-aba, ia memetik gitar itu lagi, berhenti lalu menatapku. Matanya bergerak saat menatapku, seolah memberi aba-aba agar aku memulai terlebih dulu. Aku pun mendekatkan mikrofon ke bibirku, menyisahkan jarak tipis di antaranya.
(Sila)
Mungkin perlu untuk bisa buktikan
Bahwa ku ingin yakin padamuLagu inilah caranya
Ungkapkan hatiku bersama dirimu
Izinkanlah diriku mencintaimu
MenyayangimuHarapanku
Ku selalu ada di samping dirimu wohooo
Mungkin aku tak sempurna untuk selalu ada di dekatmu(Riyo)
Mungkin perlu untuk bisa katakan
Bahwa dirimu bidadarikuBila memang kau cinta
Tak usahlah kau meragu
Percayalah padaku
Dengar suara hatimuHarapanku
Ku selalu ada di samping dirimu oohhh
Mungkin aku tak sempurna untuk selalu ada di dekatmuAku terus menatap Riyo yang asik bermain gitar, meski sesekali juga melirik keluargaku dan keluarga Riyo serta undangan yang datang dengan senyum yang ku paksakan.
Ku letakkan tangan kiriku di atas bahu kanan Riyo membuatnya menoleh padaku. Senyumnya sangat manis, senyum yang sangat aku sukai.
(Riyo)
Bila memang kau cinta
Tak usahlah kau meragu
oooh hoho
Percayalah padaku
Dengar suara hatimu(Sila & Riyo)
Harapanku
Ku selalu ada di samping dirimu oohhh
Mungkin aku tak sempurna untuk selalu ada di dekatmu(Riyo)
Yakin padaku hatimu untukkuLirik terakhir itu sungguh menyentuh hatiku. Tak sadar kapan dia telah berdiri dan ibu jari tangan kanannya mengelus-elus pipi kiriku sambil tersenyum.
Suara teriakan dan tepukan tangan mengiringi langkah kaki kami menuruni panggung. Meski telah selesai tapi jantungku masih berdegup kencang. Aku masih gugup. Ku rasa Riyo merasakan tanganku yang masih dingin.
Ia tak henti-hentinya memujiku dan tersenyum senang menatap yang lain. Tangannya masih setia menggenggam jemariku bahkan sampai kami bergabung dengan kumpulan orang yang kami sayang.
"Keren... "
"Kalian sweet banget... "
"Aduh... Gue harus download lagu tadi"
"Suara kalian boleh juga"
Itu beberapa kata yang keluar dari orang-orang ini. Aku duduk di salah satu kursi saat Riyo pamit untuk mengambilkan minuman untuk kami.
"Sepertinya papa dan mama akan menyiapkan acara pertunangan lagi dalam waktu dekat" celetuk salah satu kakak Riyo yang hari ini bertunangan. Nada Haryoza.
Seluruh yang mendengarkan tersenyum dan mencuri tatap padaku. Aku makin kikuk, merasa sendiri di sini. Ku pandangi sekeliling mencari Riyo. Dia kemana sih? Ngambil minum aja kok lama banget.
Hahaha... Nggak sih. Dia aja baru semenit lalu pergi. Ini terasa begitu lama karena suasana hatiku yang nggak menentu di tengah pesta. Belum lagi ledekan-ledekan yang ku dapat dari orang-orang yang ku kenal.
Saat ku menoleh lagi ke depan, sebuah tangan baru saja meletakkan segelas minuman mineral di atas meja di depanku. Aku menoleh ke samping dan tersenyum padanya.
"Nungguin aku ya? "
Tak ku tanggapi ucapannya yang menggoda itu. Segera ku ambil gelas di depanku dan meneguk isinya. Seketika aku tersedak karena ucapan bang Rendi.
"Mereka sih nggak pake tunangan, kayaknya langsung dinikahin aja"
Semua yang mendengar langsung tertawa tak terkecuali keluargaku. Mereka bahkan seolah nggak perduli padaku yang baru tersedak.
Riyo yang sigap membantuku. Mengambilkan tisu dan menepuk-nepuk pelan punggungku.
"Hati-hati dong kalau minum" bisiknya.
Kenapa dia bisa sesantai itu. Pasti karena dia nggak tahu kalau yang sedang dibicarakan itu adalah dia dan aku makanya dia bisa ikut tersenyum dengan yang lain.
"Memang siapa yang mau langsung dinikahin, bang? "
Tuh kan, dia nggak sadar.
"Ya kalian lah, Yo" jawab bang Rendi dengan diselingi tawanya. Riyo tersenyum menanggapinya.
"Memang kak Anta ikhlas kita langkahi? "Ucapan Riyo barusan pasti bagai tamparan keras untuk bang Rendi. Ha ha ha. Aku dan Riyo saling pandang sambil tersenyum senang lalu ber- high five ringan.
"Tembakan kamu tepat sasaran banget, sayang" ucap kak Nada yang diikuti tawa yang lain. Sementara kak Anta membuang muka dari tatapan bersalah bang Rendi.
"Tapi, klo beneran disuruh nikah sekarang gimana, Yo? "
Aduh... Nih calon kakak ipar Riyo kenapa ikut-ikutan godain kita sih. Kadang aku kepikiran, jangan-jangan semua keluarga Riyo ini berisi orang-orang yang senang banget godain orang lain.
"Riyo sih mau aja, bang". Aku melotot menatapnya tak percaya. Riyo malah balik nyengir padaku. "Tapi, sekarang kita kan masih sekolah, umur juga belum mencukupi untuk tercatat di KUA. Riyo nggak rela Sila mendapat cibiran dari orang lain karena menikah di usia sekolah. Riyo juga belum punya pekerjaan tetap. Riyo maunya saat Sila hidup bersama Riyo, dia tidak merasa kekurangan satu apapun. Riyo mau Sila menggantungkan seluruh hidupnya pada Riyo, bukan pada orang lain apalagi kembali kepada orang tua kami."