12. Perasaan Luki

2.7K 247 31
                                    

Di dalam bus, Airi duduk di sebuah jok bagian tengah. Sementara itu Luki berdiri tak jauh darinya. Kursi penumpang penuh, jam pulang sekolah memang selalu membuat keadaan seperti itu. Apalagi di kawasan sekolah Harapan, yang kebanyakan murid diantar jemput bus terbitan sekolah. Mulai dari siswa SMP hingga siswa SMA sudah pasti akan memenuhi bus-bus tersebut.

Bus yang Airi dan Luki biasa tumpangi juga termasuk bagian dari bus sekolah Harapan. Bus yang disediakan sekolah hanya lewat pada pagi dan siang hingga sore hari divl mana anak-anak akan pulang. Sekolah sengaja menyediakan beberapa bus khusus untuk para murid karena pada peraturan awal, murid dilarang membawa kendaraan pribadi ke sekolah.

Namun seiring berjalannya waktu ada beberapa siswa yang sering nekat membawa kendaraan. Biasanya, siswa yang membawa kendaraan pribadi adalah siswa pendatang di kawasan Harapan. Untuk para murid yang sudah bersekolah di Harapan sejak SD atau mungkin SMP, mereka pasti akan terbiasa berangkat dan pulang dengan bus antar jemput sekolah. Hanya sesekali saja dari mereka yang membawa mobil atau motor.

"Airi, lo pulang sama siapa?" Mendadak seorang cewek yang duduk di belakang menyapa. Airi menoleh, mendapati seorang anak IPA di sana. Ia salah satu teman baik Sally.

"Oh, gue bareng Luki," jawab Airi segera.

"Gue baru ingat kalau Sally nggak masuk hari ini. Sori ya, gue sama Susan nggak nungguin lo tadi."

"Padahal kan Sally sudah mewanti-wanti kalau dia absen kita harus barengin lo. Sori ya," kata Susan di sebelahnya.

"Nggak apa-apa, kok. Gue juga tadi langsung keluar dari sekolah karena buru-buru. Gue pikir kalian berdua mau nongkrong-nongkrong di kafe depan dulu," ujar Airi pada mereka.

"Hari ini gue ada acara di rumah, makanya cepat pulang," ucap Susan. "Lo barusan bilang pulang bareng siapa?"

"Luki," jawab Airi sambil menunjuk cowok yang berdiri tak jauh darinya itu. Susan dan temannya memperhatikan Luki selama beberapa saat. Agaknya mereka tak begitu akrab dengan wajah cowok tersebut.

"Luki teman sekelas gue. Sejak SMP kami selalu sekelas. Kebetulan rumahnya juga satu arah sama kita. Ya nggak, Ki?" Airi sengaja menyebutnya agar Luki tidak tampak kaku. Luki yang sangat pendiam, memang tidak populer seperti Rai atau Miller yang siapa saja tahu. Airi memaklumi jika respon Susan dan temannya begitu.

Sebagai tanggapan, Luki cuma tersenyum kecil pada Airi. Seolah mengisyaratkan bahwa ia tak mau masuk ke dalam pembicaraan mereka.

"Omong-omong, Ri, lo sudah lihat teaser film The Game Of Love, belum? Itu yang main cowoknya cakep banget!" kata Susan.

"Pasti sudah, dong. Gue sama Sally juga heboh kemarin," sahut Airi.

"Gue baca sinopsisnya, ini tentang taruhan antara asrama cowok dan cewek di sebuah akademi. Nah, ketua asrama cewek itu ceritanya jutek banget. Dia juga tomboy. Kalau nggak salah, dia yang main di film Greenland itu, kan?" kata Susan lagi.

"Iya. Dia yang dulu jadi cewek psycopath di film itu," sahut Airi cepat. "Di film yang sekarang, dia kelihatan beda banget."

"Ya iyalah. Dulu dia jadi cewek misterius penyendiri yang punya dendam. Sekarang dia jadi sosok tomboy, jutek, dan suka tantangan. Tapi apapun gayanya dia tetap kelihatan cantik, sih."

"Gue setuju. Jadi nggak sabar pengen cepat nonton filmnya," ujar cewek di sebelah Susan.

"Ri, besok kalau filmnya sudah rilis kita nonton bareng, yuk! Kita sama Sally dan ajak yang lain juga biar tambah rame."

"Ayo! Gue juga nggak sabar pengen segera bulan depan. Pasti seru banget!" Airi menyambut ajakan Susan dengan senyum antusias.

"Pasti seru lah. Lo bisa ajak Violin juga kalau mau."

Flashback WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang