89. Pencarian Telaga Darah

2.8K 60 0
                                    

Mendengar itu merahlah wajah Ceng Hun, "Sekali pinto meluluskan, tentu takkan menyesal. Jika engkau masih begitu banyak kecurigaan, perlu apa minta pinto meluluskan permintaanmu?"

Nona itu tertawa, "Mengapa engkau ribut-ribut! Dalam hidupku, kecuali toa-suciku yang sudah meninggal itu, aku tak pernah mempercayai orang lagi. Bukankah kita baru saja kenal? apakah engkau hendak memaksa aku supaya percaya penuh kepadamu?"

"Cret...." sekonyong konyong nona itu gerakan pedangnya memapas rambut Ceng Hun yang panjang.

Ketua Ceng-sia-pay itu menyadari bahwa nona itu sudah hampir separoh sembuh dari lukanya. Jika ia menangkis, tentu akan terbunuh. Maka ia diam saja.

Nona itu tertawa, "Sekarang tentu tiada orang yang mengenali dirimu lagi!"

Ceng Hun totiang hanya menghela napas, "Tentunya sekarang engkau mau membuka jalan darahku."

Nona itu gelengkan kepala, "Tidak, masih ada dua buah syarat lagi. Setelah engkau meluluskan barulah kubuka jalan darahmu!"

"Katakanlah!"

"Sebelum masuk ke Telaga Darah itu, jangan mengatakan hal itu kepada siapapun juga!"

Ceng Hun kerutkan dahi, sahutnya, "Baiklah, lalu yang kedua?"

"Selama dalam perjalanan, engkau harus menurut perintahku. Bersumpahlah lebih dulu bahwa engkau akan mentaati ke dua syarat itu, baru kubuka jalan darahmu!"

"Bagaimana sumpah yang harus kulakukan?"

"Masakan bersumpah saja harus perlu aku ajarkan?" Kata Ceng Hun.

"Seumur hidup, pinto selalu pegang kata. Belum pernah orang tidak percaya padaku apalagi suruh aku bersumpah."

"Kali ini engkau harus melanggar kebiasaan itu," si nona baju merah tertawa, "engkau harus bersumpah begini: Ceng Hun totiang ketua Cing Sia-pay dengan ini bersumpah akan menurut permintaan dari Bu Ang-ngo. Jika sampai melanggar, biarlah ditumpas oleh langit dan bumi."

Ceng Hun totiang merenung beberapa saat, Akhirnya ia melakukan sumpah itu juga.

Bu Ang-ngo tertawa gemerincing, "Sejak saat ini kita berdua menjadi sababat yang saling membagi suka dan duka"

"Adalah karena keadaan memaksa maka pinto melakukan hal ini. Tetapi kerja sama kita ini hanya terbatas sampai pada mencari pusaka itu. Urusan Telaga Darah sudah selesai, kita kembali kejalan masing-masing. Jika hendak memaksa pinto menyertai engkau berkecimpung dalam debu kotoran dunia, pinto lebih baik mati sekarang saja!"

Bu Ang-ngo tertawa., "Sejak dahulu kala sampai sekarang, entah berapa banyak orang gagah yang jatuh dalam lembah asmara. Aku tak percaya kalau engkau seorang manusia yang berhati baja. Jika engkau yakin takkan terpengaruh oleh kecantikanku. Setelah peristiwa Telaga Darah selesai, tentu kubebaskan engkau kembali ke asalmu lagi!"

Nada nona itu sangat yakin sekali, seolah-olah orang sudah berada didalam genggamannya. Setelah tertegun sejenak, ia turunkan pedangnya dan berkata dengan nada yang lembut, "Lekas kerahkan hawa-murni, akan kubuka jalan darahmu itu."

Dan mulailah nona itu menutuk dan mengurut jalan darah Ceng Hun yang yang tertutuk.

Ketua Ceng-sia-pay itu meramkan mata dan kerahkan peredaran darahnya. Serangkum hawa harum membaur hidungnya terus menyusup kedalam hati. Dan telinganya menangkap suara hembusan napas yang halus ......

Sejak kecil Ceng Hun sudah masuk menjadi imam. Sekalipun sudah memiliki latihan yang kuat, tetapi pada saat itu tak urung hatinya berguncang keras, untunglah buru-buru ia menyadari apa yang telah terjadi dan segera tenangkan semangatnya.

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang