13th Wound

215 28 65
                                    

Abaikan views yang jomplang banget dari part sebelum ini yaa 🤣

Soalnya ini tuh cerita unpub yang dulu lamaa banget nganggur dan ngga dilanjutin lagi, jadi yaa gitu huhuu

Anw, absen dulu yuk, Candies!

Tepat pada pukul 2 dini hari, Prana yang hendak pergi ke dapur untuk mengambil minum mendadak berhenti di depan ruangan kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tepat pada pukul 2 dini hari, Prana yang hendak pergi ke dapur untuk mengambil minum mendadak berhenti di depan ruangan kamarnya.

Pintunya terlihat terbuka sedikit, di dalam sana ada Kiya yang tertidur di kursi menghadap meja belajar milik Prana.

Dirinya lantas masuk dan menghampiri Kiya, tangannya dengan lembut membelai rambut cewek itu.

Kedua matanya dengan lekat menatap lekat wajah Kiya. "Kamu pernah bilang kalau kamu gak secantik perempuan lain."

Dirinya lalu berjongkok supaya bisa menjangkau kening Kiya untuk dikecupnya singkat.

"Kamu bohong, kamu bahkan jauh lebih cantik, Kiya," bisiknya.

"Karena cantik itu ada di dalam diri kamu."

Prana lalu berdiri sembari perlahan mengambil novel dari tangan Kiya, ia lantas mengangkat tubuh cewek itu untuk kemudian dibaringkannya di atas kasur.

Tangannya sibuk membenarkan posisi bantal Kiya supaya dia merasa nyaman, dirinya lalu duduk di sebelah cewek itu.

Bulir air mata tanpa dirasa mengalir begitu saja dari pelupuk matanya.

"Kapan aku bisa mencintai kamu?" bisik Prana dengan suara parau menahan isakannya supaya tidak keluar.

Lama dirinya terdiam sebelum akhirnya memori tentang semua yang pernah terjadi di dalam rumah itu membuat dadanya seolah bergemuruh hebat.

Tentang sikap keras Gama padanya, ibunya yang pergi meninggalkannya, serta Dea yang nyaris membuatnya gila.

Semuanya benar-benar menyakitkan.

Prana tak mampu lagi menahan sesak di dalam dadanya, tangisnya seketika pecah, suara isakan itu lolos begitu saja dari mulutnya.

"Kamu selalu bilang kalau aku kuat." Cowok itu menghapus air matanya yang semakin deras dengan bajunya.

Raut wajahnya saat ini sudah cukup jelas menggambarkan kesedihan dalam hatinya yang teramat.

"Sayangnya kamu salah, Kiya."

Cowok itu menggapai tangan Kiya lalu diusapnya dengan lembut.

"Boleh ya, sekali aja aku jujur?" tanyanya dengan suara bergetar.

Cowok itu memejamkan mata lalu mengembuskan napas panjang sebelum akhirnya kembali bersuara.

"Aku rapuh, aku lagi nggak baik-baik aja, Sayang."

Favorite WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang