Part 2 : Apple

342 6 3
                                    

*ting tong*

"Eh? Bima coba liat siapa yang datang." Tiba-tiba saja rumah kami kedatangan tamu. Kakakku segera bergegas ke depan pintu, dan mengintip melalui lubang kecil, lalu pintu pun terbuka.

"Sore kak."

"Eh, Mita. Masuk Mit, habis pulang main?"

"He he, iya kak." Kakakku mempersilakan Mita untuk masuk. Sekarang aku mengerti kenapa Kak Bima bisa menebak bahwa gadis kecil itu habis bermain. Mita datang dengan rambut yang dikuncir dua namun terlihat sedikit berantakan, baju putih dan rok biru masih ia kenakan. Tampaknya ia belum sempat mengganti baju sepulang sekolah.

"Mita? Kok gak tunggu ibu di rumah aja?" Tatapan Mita berubah seketika. Ia tampak heran dan juga takut. Kami mengikuti arah pandangan Mita.

*uhuk* sial, aku menelan permen karet. Bagaimana tidak? Kami semua terkejut melihat Bi Iin terlihat bodoh dengan jubah sulap yang ia kenakan dari tadi. Sementara Mita masih terbujur kaku layaknya patung. Yah, aku bisa memakluminya. Bahkan aku yang bukan putri dari Bi Iin mengalami shock berat. Beruntung aku tidak punya riwayat penyakit jantung.

"Ibu.. Ngapain?" Tanya Mita dengan hati-hati.

"Anu.. Nak tadi ibu habis main sama Non Jingga." Main katanya? Astaga.. Ramalan yang seperti itu dianggap permainan? Aku bahkan tidak menikmatinya walau sedetik pun! Dunia ini memang sudah tidak benar. Aku akan pindah ke Mars secepat mungkin.

"Hahaha.. Mit kerjain PR bareng yuk?" Jagad tiba-tiba bersuara. Anak ini benar-benar aneh. Jagad dan Mita sudah berteman sejak masih duduk di sekolah dasar. Namun tetap saja kalau soal pelajaran, Mita jagonya. Jadi tahu kan kenapa Jagad minta ngerjain PR bareng? Yup, nebeng ilmu.

"Hehe iya." Jawab Mita sambil membenarkan posisi tas ransel merah yang sedari tadi menggantung di pundaknya.

"Sekalian makan malam di sini juga ya Mit, bunda dah suruh ibu kamu buat bikin gulai ayam. Katanya Mita suka ya?" Bunda berjalan menghampiri Mita, lalu menarik tangannya. Mita mengikuti dari belakang.

Setibanya di ruang makan, kami menempati tempat duduk masing-masing. Seperti biasa Mita duduk di sebelah kananku. Bi Iin menyusul kami dengan keadaan sudah berganti pakaian. Bunda menyuruh Bi Iin untuk duduk di sebelah Mita. Kami pun menyantap makan malam sambil berbincang-bincang banyak hal.

"Eh, ngomong-ngomong.. Melon kemana kak?" Jagad tiba-tiba menghentikan makannya dan bertanya padaku. Melon adalah anjing peliharaan kami. Jenis anjing golden retriever. Kami memeliharanya sejak ia masih kecil. Keluarga kami menganggap pertemuan Melon dan kami bukanlah sebuah kebetulan.

"Gatau, harusnya jam segini dah pulang."

"Kak Jingga, kayaknya tadi aku liat Melon deh." Kini semua orang menatap Mita dengan serius.

"Oh ya? Mita liat dimana?"

"Di rumah orang kak, ada anjing juga di sana."

"ADA YANG PUNYA ANJING JUGA?!!" teriak kami serempak. Kecuali Bi Iin yang hanya menatap kami bingung.

"Iya, jenisnya sama."

"BETINA BUKAN?!!" Lagi-lagi kami berteriak secara bersamaan, dan Bi Iin terkejut sampai hampir melompat dari tempat duduknya. Wajar jika kami histeris, selama ini Melon hanya bermain sendiri. Namun aku tidak menyangka bahwa Melon akan cepat akrab dengan anjing lain.

"Rumah yang mana Mit? Nanti biar kak Jingga jemput Melon."

"Blok A3 nomor 5 kak."

"Yasudah, Mita lanjutin makannya aja. Habis itu kerjain PR yang bener sama Jagad ya. Kalo dia gak mau dengerin kamu, pukul aja." Aku meninggalkan ruang makan dan menuju pintu dan tidak lupa mengambil jaketku. Jakarta memang panas, namun saat malam udaranya terasa dingin.

Aku tinggal di A3 no 10, maka seharusnya rumah yang menjadi tujuanku itu tidak terletak jauh. dari sini. Segera ku kenakan sandal dan kurapatkan kancing-kancing jaketku, dan aku pun mulai berjalan menuju rumah tempat Melon berlabuh.

Hanya beberapa langkah saja untuk sampai di sana. Terlihat Melon sedang duduk bersanding dengan anjing yang diceritakan Mita sewaktu kami makan malam. Perlahan-lahan aku hampiri keberadaan Melon. Ia terlihat senang melihatku. Ekornya bergoyang-goyang. Sementara anjing yang di sebelahnya menatapku lalu mendekatiku. Aku pun berjongkok dan memegang puncak kepalanya. Ia terlihat senang. Sebagai pecinta anjing, tentu aku juga senang. Akan tetapi ada kalung penanda melingkar di lehernya.

Apple

Namanya Apple. Entah rasanya nama itu tidak terdengar asing. Aku kembali melihat Melon dan Apple. Mereka terlihat lucu saat duduk bersama. Pandanganku beralih kepada rumah tingkat dua yang tampak sepi. Aneh, pemilik rumah ini sepertinya sedang tidak ada di rumah. Kasian Apple..

Aku mengaitkan tali ke kalung Melon dan menuntunnya pulang. Melon tampak sedih dan sesekali menoleh ke belakang. Apa-apaan ini.. Aku terjebak di antara kisah cinta dua ekor anjing. Bahkan aku tidak pernah berpacaran.

"Sudahlah Melon.. Kau masih beruntung. Besok kau bisa main lagi dengan Apple. Kau senang?"

"Woof woof!!" Melon menggonggong kesenangan. Kami pun berlari melawan dinginnya malam dan pulang ke rumah.

"Bundaaaaaa.." Aku melesat masuk dan Melon mengikutiku.

"Melon ku sayang!!!!!" Teriakan kak Bima tiba-tiba terdengar. Ia berlari kegirangan lalu memeluk Melon. Adegan mengharukan campur rasa jijik.

"Hey, adek lo kan gue? Yang dipeluk cuma Melon?"

"Gak mau!! Jingga bau! Melon lebih wangi. Jingga bawel!! Kak Bima sayang sama Melon doang!!"

"Oh? Oke. Jangan pernah minta gue bikinin lo ayam goreng lagi kalo lo malem-malem laper atau lagi nonton bola. Bye!!" Aku berjalan menuju kamar dengan sedikit rasa kesal. Kakak yang tidak tahu diuntung.

*tok tok tok*

Seseorang mengetuk pintu kamarku.

"Siapa?"

"Ini gue, Bima."

"Jangan masuk! Orang kayak lo dilarang masuk!"

"Hey apa-apaan!" Bagaimana pun juga ia pasti akan memaksa masuk. Laki-laki menyebalkan.

"Ngapain sih!! Keluar sana!" Teriakku mengusir. Namun sia-sia saja. Kak Bima malah terlanjur berbaring di tempat tidurku.

"Jangan marah dong dek, kalo lu marah nanti gua mati kelaparan.."

"Bukan urusan gue!!" Aku menutup kepalaku dengan selimut.

"Eh, tadi temennya Melon namanya siapa?"

"Tanya sendiri." Jawabku kesal. Kak Bima memang suka seenaknya masuk ke kamarku. Aku yakin Jagad sudah tidur. Itu sebabnya kak Bima kesepian. Biasanya Jagad menemaninya bermain. Seharusnya kak Bima belajar untuk persiapan ujian masuk perguruan tinggi. Namun apa boleh buat? Kakakku ini memang aneh. Ia bahkan tidak meresponku.

Aku menurunkan selimutku sedikit demi sedikit dan mencoba menoleh ke arahnya.
Ia tampak bodoh..

Tatapannya memelas kepadaku seperti anak anjing yang dibuang tuannya. Dosa apa yang kulakukan hingga aku memiliki seorang kakak sepertinya.

"Kenapa lo kak?"

"Tadi gua tanya Melon tapi dia cuma gonggong doang." Mukanya sedih. Rasanya aku ingin pindah ke keluarga lain saja. Bagaimana bisa aku tinggal seatap dengannya?

"Apple namanya."

"Hah? Apple? Dih, kok sama-sama nama buah?"

"Sok tau ih! Siapa tau maksudnya Apple punya Steve Jobs?"

"Tetep aja aneh, jodoh kali ya?"

"Lo yang aneh! Udah sana gue mau tidur."

"Kejam! Jangan telat bangun, nanti gua tinggal, dan lu naik angkot ke sekolah. Bye!!" Kak Bima bangun dari tempat tidurku dan keluar dari kamar.

Hari yang melelahkan, semoga besok sekolah ku menyenangkan.
Nice to meet you Apple.

Langit JinggaWhere stories live. Discover now