Cewek Tembok

5 1 0
                                    

Pagi yang indah untuk sebuah hari yang melelahkan. Bagaimana tidak, Adis dwinata harus direpotkan dengan tugas yang menumpuk dan hampir deadline, lelaki yang biasa pergi kuliah ketika matahari sudah hampir diatas kepala dan pulang dikala isya telah berlalu kini harus puas dengan paginya yang harus cepat dimulai dan malam yang harus ia habiskan didepan kotak yang berisi tombol dan layar yang terkadang membuatnya menatap jenuh kehidupannya.
Saat ini hampir mendekati ujian semester keduanya, sebenarnya ia belum ingin menjadi mahasiswa tobat. Tapi, apa boleh buat mamanya satu bulan yang lalu harus dirawat dirumah sakit dan mamanya minta ia berubah atau tidak ia akan mati dengan tidak tenang, karena anak bungsunya yang belum bisa membahagiakannya. Katakanlah konyol, tapi Adis adalah seorang yang amat mencintai mamanya walau Adis adalah orang yang cukup menyebalkan karena sikap jahilnya pada banyak orang.

"Mama udah sehat? Kalau belum, Adis bisa buat sarapan sendiri kok. Sini biar Adis aja"
Mama Adis, Rahma Nadia. Papa Adis telah meninggal dikala ia baru menginjak 17 tahun, seolah Adis ingin melindungi mamanya karena hanya ia seorang yang bisa dekat dengan mamanya saat ini dan itu juga yang membuat Adis memilih tidak menjalin hubungan spesial dengan wanita manapun. Kakaknya Ranga Nugraha, beda tiga tahun dengannya dan saat ini Ranga ditempatkan bekerja di Sydney sebagai dokter koas.
Ranga dan Adis, dua orang yang amat berbeda. Ranga tidaklah sesupel Adis, dan sebaliknya Adis tidak sepintar Ranga.

"Ma..mama yakin mau mulai lagi kebutik? Kayak biasa. Kan ada pegawai mama, mama dirumah aja deh, urus anak mama ini" ucap Adis dengan candaan sedikit.

"Mama gak pa-pa, lagi pula kamu tuh udah gede, ya masak masih mau diurusin mama. Makan, minum, terus mau dimandiin juga, gitu? Mama bosen juga dirumah, sayang" jelas mama Rahma dengan lembut. "Oh iya, Tumben pakek kacamata gitu?" Lanjut mama Rahma. Ia heran dengan wajah anaknya pagi ini yang telah bertengger sebuah kaca mata dengan bingkai hitam, dan sedikit besar. Adis terlihat sedikit seperti kutu buku.

"Mata panda Ma.." Adis bicara sembari melahap rotinya. Ia harus puas dengan ole-ole dari tugas yang ia kerjakan hingga pukul 3 pagi, untunglah ia tetap bisa bangun walau sedikit pusing dan meninggalkan jejak cinta dimatanya.

"Syukurlah anak mama udah berubah beneran" mamanya berkata sembari sibuk mengoleskan selai di rotinya, adis hanya membuatkan sarapan untuknya. Adis tersenyum hangat menatap mamanya, ia bersyukur masih bisa melihat mamanya disampingnya dengan keadaan sehat dan bahagia.

"Ma.. Adis pergi dulu ya, assalamu'alaikum" Adis pamit dan mencium pipi mamanya, lalu keluar rumah dengan sedikit buru-buru karena 30 menit lagi kelasnya akan dimulai.
Adis terkadang tidak mengerti, dulu tidak seperti ini adanya. Ia yang tidak hafal jadwal masuk atau ia yang terlalu acuh dengan pendidikannya.

"Ya Jo? Kenapa? Kangen lu?"
"..."
"OTW ni gua"
"..."
"Kenapa gak ngesot aja, eh..tapi sebenarnya lu gak punya duitkan buat naik angkot. Sok banget juga, muka kayak ampas terasi juga"
"..."
"Iya...mak...jangan kutuk malin"
"..."
"Tunggu aja!!"

Johan, sahabat Adis yang sama gilanya dengan Adis. Kadang-kadang tampannya Adis tidak dilirik wanita karena sudah terlanjur menurunnya kadar kewarasan seorang Adis. Johan pun yang berwajah Eropa seakan hanya mirip kresek yang suka digantung dibis kota dan hanya diperdulikan ketika untuk muntah penumpang.

10 menit berlalu hingga Adis sampai pada tempat bersemedinya Johan Alexander.

"Lu..dari Bandung ya dis?lama banget" keluh Johan.
"Eh..kutu air, 10 menit lama? Itungan elien lu pakek? Muka aja cakep, ni otak geser" ucap Adis menunjuk dengkul Johan.
"Otak gua pindah, disini ni" Johan menunjuk lubang hidungnya yang bersih dari Upil dan Ipil.
"Wajar aja, lu gak mikir ternyata. Bersih ni" canda Adis.
"Udah yok, on the way"
"Biasa juga capcus, sok Inggris lu"

Secret Of Love..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang