Alfa

0 0 0
                                    

" Apakah ada orang lain berkemah disini juga Bun? "
" Ada, tak perlu khawatir Yeeira.. "
" Nanti malam juga pasti akan ada banyak orang disini.." Timpal Kak Oei
Aku sedikit khawatir, memang tempat ini sangat asri nan hijau, terdapat sungai jernih disana dan lapangan rumput luas membentang, namun bagaimanapun juga pada malam hari pasti tempat ini terlihat begitu gelap.
Aku melihat sekitar, tak ada lampu jalan yang berdiri tegak di sekitar kami. Ini membuat aku semakin ragu saat malam hari tiba.
Semua orang sibuk memasang tenda, menurunkan barang, dan menggelar beberapa tikar di atas rumput kering yang hijau. Sementara aku, membantu Nenek Yunn dan Bunda menata tenda yang sudah siap.
Kami menyusun tiga tenda, satu tenda untuk Ayah dan Kakek, satu tenda untuk Bunda dan Nenek, dan satu lagi untuk Aku dan Kak Oei.
Setelah semua siap, kami berkumpul di tikar yang terbentang di tengah-tengah tenda kami. Aku teringat dengan jam kuno yang tadi aku temukan, secara diam-diam aku mengeluarkannya dari saku baju ku dan mengamatinya dengan baik, membolak-balikkan serta mengetuk layar kacanya. Jam kuno itu tak berdetik sama sekali, bahkan terlihat sangat kuno sekali.
" Tuh kan Yeei, pasti ada orang lain juga yang berkemah disini.." Ucapan Bunda mengejutkan aku yang sedang sibuk memerhatikan jam kuno itu, sontak aku langsung mendengakkan kepalaku memastikan apa yang dikatakan Bunda itu benar atau salah diikuti gerakan tanganku memasukkan jam kuno itu perlahan ke dalam saku baju ku kembali.
" Yeeira takut ma.. Ia pasti takut.." Kak Oei mulai menggoda.
" Tentu saja tidak, aku hanya memastikan lingkungan ini aman.."
" Baiklah-baiklah.. Berhenti, tidak baik bertengkar saat berkumpul keluarga.." Kakek Joi mulai memberikan pembelaan.
" Bagaimana jika kita bermain di hulu sungai itu Yeeira, Oei? " Lanjut Kakek Joi. Kami berdua mengangguk mengikuti.

Kami asyik bermain, bakar sosis, dan bersenda gurau. Saat malam tiba, kami mulai menyalakan api unggun di antara tenda-tenda kami. Kakek Joi dan Ayah sangat berpengalaman dalam berkemah, apalagi membuat api unggun seperti ini.
Tepat pukul 09.00 malam, keadaan sekitar mulai gelap sekali. Semua orang menyalakan api unggun, mereka juga membuat penerangan lain seperti lampu lentera.
Aku duduk di kursi santai yang kubawa, disampingku ada Kak Oei yang sedang memetikkan gitarnya. Sementara yang lainnya sedang mengobrol obrolan dewasa di sebelah sana.
Aku mengeluarkan jam kuno itu lagi dari saku jaketku, dan sungguh tak kusangka. Jam kuno itu terlihat bersinar saat malam hari, warna keemasannya membuat jam itu seperti baru. Aku melihat jam itu berdetik, jarum jamnya bergerak seperti pada jam lainnya.
" Bagaimana ini bisa terjadi? " Ucapku, berbisik.
" Apa ra? " Tanya Kak Oei yang berada di sampingku.
Aku hanya menggeleng, lalu kembali memerhatikan jam itu kembali.
" Apa ini jam kuno ajaib? " Tanyaku dalam hati.
Aku terus membolak-balikkan jam itu, namun tak ada keajaiban yang datang. Aku pun menyerah, tak peduli lagi dengan jam kuno itu. Aku menatap ke depan, melihat orang-orang yang sedang bersenda gurau lalu dengan sengaja mengetuk-ngetuk kaca dari jam kuno itu. Aku memejamkan mataku sebentar, namun saat ku membuka mataku, aku berada di tempat yang berbeda.
Ladang gandum yang luas, tak jauh dari tempatku ada dua bukit kecil yang sejajar. Matahari terlihat sangat terik, namun udaranya dingin dan berangin. Awan disana berbentuk seperti gelembung, dan tepat beberapa langkah di depanku ada kota kecil yang ramai oleh penduduk. Aku mulai melangkahkan kaki menuju kota itu.
" Dimana aku? Apa ini? " Aku terus bertanya-tanya sendiri sembari berjalan menelusuri kota itu.
Aku menjadi pusat perhatian, banyak yang memerhatikan aku. Bahkan mereka seperti membicarakan diriku. Namun bahasanya sama sekali tak ku mengerti.

Cuacanya semakin dingin, aku memasukkan kedua tanganku ke saku jaket yang kukenakan. Aku tak tahu harus kemana, semuanya tak ku kenal. " Bug! " Tiba-tiba seseorang menabrakku dari arah belakang. Aku terjatuh ke aspal, tabrakan itu keras sekali membuat telapak tanganku memar sedikit karena terkena aspal. Namun setelah ku jatuh, semua langsung ramai mengejar orang itu. Aku rasa, dia adalah pencuri yang sedang kabur karena ketahuan mencuri. Aku tetap meringis kesakitan, membersihkan telapak tanganku yang kotor.
" Maaf, kamu baik-baik saja? " Seseorang dengan suara sedikit berat mengulurkan tangannya kepadaku. Wajahnya tampan, rambutnya terlihat acak-acakan, terdapat luka di pipinya, dan mata yang tajam.
Aku meraih tangan itu, dan berdiri.
" ya..mm.." Jawabanku singkat karena sedikit gugup.
Ia menarik lenganku, lalu melihat luka di telapak tanganku.
" Kamu bilang baik-baik saja? Kamu terluka.." Katanya.
Aku terdiam, tak tahu harus menjawab apa.
" Mari aku obati.." Katanya yang masih menggengam tanganku. Ia mengajakku ke suatu tempat.

" Siapa itu Alfa? " Suara seorang ibu dari arah dapur.
" Ia terjatuh bu, telapak tangannya terluka.." Jawabnya sembari membuka kotak P3k.
" Aah, siapa dia? Oh! " Ibu itu terkejut setelah melihat wajahku.
" Bu.." Suara Alfa berubah menjadi sedikit lemah.
Kamu semua terdiam, termasuk aku. Sungguh, saat itu aku tak tahu harus berbuat apa.
" Selesai.." Ucap Alfa, ia mengobati luka di telapak tanganku dengan sangat baik. Aku pun mengangguk pelan lalu tersenyum. Tapi, kenapa Ibu Alfa terkejut setelah melihatku? Apa wajahku menyeramkan? Apa aku membuatnya takut? Aih, aku mempunyai banyak pertanyaan hari ini.

CLOCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang