satu

101 13 3
                                    

···

SMA Bakti Nusantara—biasa disingkat Baknus—yang terletak di Jalan Pemuda merupakan satu dari sekian banyak SMA di Jakarta yang banyak menorehkan prestasi akademik maupun nonakademik. Persaingan untuk menadapatkan kursi di sana ketat, untuk bertahan di dalamnya pun sulit. Maka belum afdhol rasanya kalau tidak mencantumkan nama SMA Bakti Nusantara sebagai SMA favorit.

Pintu gerbang besar sebagai satu-satunya akses masuk SMA Baknus biasanya hanya terbuka pada kisaran jam masuk dan pulang sekolah. Seperti saat ini, saat bel otomatis bergema ke penjuru gedung, Pak Bagus sang sekuriti sekolah sudah siap dengan kuncinya.

Belum lagi siswa di kelas siap membereskan buku-buku untuk pulang, Binara Salsabila, siswi kelas 11 IPA 1, sudah muncul di depan pintu pagar.

"Pak, cepetan buka pagarnya. Ini urgent condition," desaknya pada Pak Bagus.

"Sabar atuh, Neng. Orang sabar disayang Allah. Eneng mau ke mana memang?" tanya Pak Bagus sambilan membuka gembok pagar.

"Pulang ke rumah, Pak. Emang kemana lagi?"

"Ya siapa tahu mau nge-date sama pacarnya, jadi buru-buru." Pak Bagus nyengir menampakkan gigi kuningnya karena keseringan merokok. "Nah, udah kebuka. Silahkan.... Titi dije Neng Nara!"

"Makasih, Pak!"

Keluar dari gerbang, pangkalan ojek di depan sekolah sudah ramai oleh abang-abang ojek yang menunggu pelanggan di saat-saat pulang sekolah begini. Nara naik ke salah satu boncengan dengan terburu-buru. Nggak peduli abang ojeknya burketan, yang penting sampai ke rumah secepatnya sebelum dunia gonjang-ganjing.

"Komplek Samudera, Pak!"

Tak butuh lama untuk sampai ke Komplek Samudera yang hanya berjarak empat kilo dari Jalan Pemuda. Perumahan elit dengan tipe rumah rata-rata tingkat dua dengan pagar tinggi di setiap bangunannya. Ojek yang ditumpangi Nara berhenti di depan rumah dengan desain campuran kontemporer dan tropical yang terlihat sejuk karena halaman yang dipenuhi tanaman hias. Satu alphard hitam terparkir di garasi.

Setelah membayar ongkos, Nara bergegas masuk. Mati, mati, mati! Mama ada di rumah! batin Nara panik. Tapi dia tidak menemukan keberadaan mama sekalipun sepanjang perjalanannya ke kamar. Hal itu sedikit membuatnya lega.

Di depan pintu kamar, Bi Sum terlihat bersiap dengan alat perang ala-ala asisten rumah tangga. Sapu, pel, kemoceng, sekop, plus masker di hidung. Nara cepat mencegat sebelum Bi Sum sempat menyentuh kenop pintu.

"Bi Sum!!! Biar Nara aja yang bersihin. Suwer! Eh salah, maksudnya serius!"

"Neng Nara mau bersihin kamar?! Neng Nara sehat?! Yakin Neng?! Ndak salah makan?!" Ekspresi Bi Sum seperti baru melihat tuyul. Benar-benar tidak menyangka anak majikannya yang terkenal malas plus manja itu mau bersih-bersih. Bahkan Bi Sum ragu Nara pernah memegang sapu sebelumnya.

"Ish, Bibi kayak nggak pernah lihat orang bersih-bersih aja. Ini mah kecil. Mending Bi Sum masak yang enak buat ntar malam." Nara mendorong halus punggung Bi Sum menuju tangga. Bi Sum menurut saja.

Setelah tak tampak kehadiran siapapun di ujung tangga, boro-boro Nara masuk ke kamar. Dibongkarnya tong sampah berisi gumpalan-gumpalan kertas remoh, mengecek satu-satu demi menemukan selembar kertas hidup dan matinya.

Di mana sih? Gue ngebuang di tong sampah, malah nggak ada.

BINARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang