- 5 -

5 0 0
                                    

Maaf kalo ada typo yaaa🙏


x x x x x x x x x x x x x

Deja vu.
Hal ini yang Rena rasakan sekarang. Ia baru saja datang ke sekolah dan di tabrak oleh salah seorang murid kelas 10. Tiba-tiba Rion datang dan mengulurkan tangannya yang di sambut hangat oleh Rena.

"Eh, makasih ya," Rena tersenyum canggung.

"Ya sama-sama. Eh lutut lo luka. Ayo ke UKS. Gue obatin luka lo," tanpa aba-aba dan jawaban dari Rena, Rion dengan sigap menggendong Rena dengan gaya bridal style dan membawanya. Tanpa mereka sadari, sepasang mata menatap mereka dari jauh dengan tatapan tidak suka.

Saat sampai di UKS, Rion segera mengambil obat-obatan di kotak P3K dan mengobati luka Rena. Dengan telaten dan lembut, ia membersihkan luka Rena dengan kapas lalu meneteskan betadine. Rena pun merintih kesakitan.

"Duh maaf. Tahan bentar ya, Ren," secara refleks Rena menarik kedua ujung bibirnya. Terakhir, Rion menempelkan handsaplast di luka Rena.

"Makasih banyak ya, Yon. Btw, kok lo bisa ngobatin luka gini? Jarang loh anak cowok bisa ginian," kekeh Rena.

"hehe iya. dulu gue punya temen cewek pas masih kecil. dia tuh ceria tapi ceroboh, suka banget jatuh. dan dulu gue suka liat nyokapnya obatin lukanya,"

Rena pun manggut-manggut mendengar cerita Rion. "Yaudah, gue cabut ke kelas dulu ya. Lo hati-hati. Atau mau gue antar sampe ke kelas lo?"

"nggak usah. gue bisa jalan kok," ujar Rena sambil tersnyum. Rion pun membalas senyumnya lalu berjalan keluar dari UKS.

Kok gue kayak ngerasa Deja vu gitu ya waktu denger cerita Rion? Ah, mungkin cuman perasaan gue doang, batin Rena.

☆☆☆

Kring kringgggg . . . .

Bel istirahat berbunyi. Semua anak pun berhambur keluar kelas dan berbondong-bondong menuju kantin. Lain halnya dengan Reza, Rena, dan Vanessa. Mereka sedang enggan ke kantin. Rena dan Vanessa memang membawa bekal jadi mereka memang jarang ke kantin.

"Ren, lutut lo kenapa?" Tanya Reza yang sedari tadi memperhatikan luka di lutut Rena.

"Ohh itu. Tadi gue gak sengaja ditabrak adek kelas. Kayaknya sih dia buru-buru soalnya lari terus. Untungnya ada yang nolongin,"

"Siapa yang nolongin lo?"

"Anak baru yang kemarin, Rion,"

"What?! Serius dia yang nolongin lo?" Tanya Vanessa tak percaya. "Iya, Ness. emang kenapa?" Rena mengernyitkan dahinya.

"Ya aneh aja. Di kantin kemarin dia membisu tau nggak. Dingin banget auranya," Vanessa bergidik ngeri.

"Bentar deh. Rion?" Cela Reza. "Iya, Za. Dia anak baru, anak IPS 2. Dia yang nolongin gue. Biasanya dia bareng Vano CS," jelas Rena. "Ren, dia berandal deh kayaknya. Lo tau kan komplotan Vano CS gimana? Ada Fian disitu. mereka biangnya masalah, kan?" Cemas Reza.

"Tenang aja, Za. Rion gak keliatan jahat atau kasar sama cewek kok," Rena pun tersenyum. "Yaiyalah kan dia anak baru. Gue mau ke kantin dulu nyusul Al," cibir Reza.

"Lo kok senyam senyum mulu sih, Ren?" Vanessa menautkan kedua alisnya.

"Nggak. Heran aja sama Rion. Tiba-tiba ada pas gue jatuh. Kesan pertama gue ketemu sama dia kan juga begitu," kekeh Rena.

          

"Ya ampun, Ren. Kali aja kan dia gak sengaja lewat situ. Menurut gue nih ya, karena dia udah gabung sama Vano CS yang dikenal biang kerok masalah, dia pasti jadi nakal juga, deh,"

"Kalo mereka buat ulah, gue nggak akan segan buat ngehukum mereka," tegas Rena. "Termasuk Rion juga, Ren?"

"Kalo dia buat masalah, dia harus berani bertanggung jawab dengan masalah yang dia buat. Jadi gue bakal tetap ngehukum dia nantinya,"

☆☆☆

Di kantin suasana tampak heboh. Tak heran, Arbin dan Fian sedang membuat konser kecil-kecilan mereka. Menyanyi menggunakan gitar dengan suara yang tak cukup bagus, mengundang sejumlah gelak tawa.

Saat Reza memasuki kantin, manik matanya menatap manik mata milik Rion. Gue nggak bakal lupain lo, Yon. Mungkin Rena lupa, tapi gue nggak mungkin bisa lupa, batin Reza.

Kok Reza natap gue gitu amat ya? Apa dia gak lupa sama gue? Aish! Bodo amat deh, batin Rion. Dia kembali fokus ke Arbin dan Fian dengan konser mereka itu.

"Lo mau ambil ekskul apa, Yon?" Tanya Vano sambil mencomot biskuit di atas meja mereka.

"Basket aja. Biar sama kayak lo semua. Btw, gimana cara daftar ke ekskul itu?"

"Lo ke ruang tata usaha aja. Tanyain formulirnya. Biasanya sih ngambil di ruang OSIS. Ketua ekskulnya ramah kok. Namanya kak Fabian. Nanti gue temenin lo deh," Rion pun mengangguk-anggukan kepalanya. Ia setia memandangi pintu kantin. Namun, orang yang ditunggunya tak kunjung datang. Ada perasaan gelisah di dalam hati Rion. Perasaan Reza udah dateng deh. Kok Rena enggak? Kemana sih dia?, Rion membatin cemas.

"Van, Ka, gue ke toilet bentar yah. Nanti langsung ke kelas aja," pamit Rion ke Vano dan Raka.

"Yaudah sana," setelah mendapat persetujuan teman-temannya Rion pun melangkahkan kakinya keluar kantin. Ia bukan ke toilet. Ya, tujuannya adalah melewati kelas Rena. Mengecek apakah gadisnya itu baik-baik saja atau tidak.

Saat sampai di depan koridor kelas XI IPA 1, Rion melambatkan jalannya sesekali melirik ke arah jendela. Dilihatnya Rena sedang sibuk mencatat dengan kotak bekal di sampingnya. Rion menghela nafas lega. Rena menengok ke arah kiri. Mendapati di luar sana Rion sedang menatapnya. Mata hitam yang menatap tajam setiap orang, entah mengapa Rena merasa mata itu membawa kehangatan. 5 detik. Rion pun meneruskan jalannya. Kedua ujung bibir Rena pun tertarik membentuk senyuman.

Vanessa yang aneh melihat Rena tersenyum, lantas menepuk pundaknya. "Apaan sih, Ren? Senyam senyum mulu lo,"

"Hehe bukan apa-apa kok. Udah lanjut nyatatnya," Rena kembali terbawa ke dalam pikirannya tadi. Ia berpikir 'bagaimana bisa Rion ada di sana dan menatapnya?'

☆☆☆

"Ren, pulang sekarang?" Tanya Vanessa.

"Umm. Gue ada urusan di ruang OSIS. Lo pulang duluan aja, ya. Nanti gue nyusul. Gue nggak lama kok,"

"Oke deh. Ati-ati," Vanessa berjalan melenggang sembari melambaikan tangannya ke arah Rena.

"Iyaaaa. Lo juga ya, Nes!" Teriak Rena. Ia segera membereskan buku-bukunya dan menuju ruang OSIS.

"Loh, Ren. Nggak pulang bareng Vanes?" Tanya Reza yang kepalanya sudah nyembul di depan pintu.

"Nggak. Dia, gue suruh pulang duluan. Gue masih ada urusan bentar di ruang OSIS,"

"Yaudah gue tunggin ya?" Pinta Reza. "Gak usah, Za. Lo langsung pulang aja. Kan ntar sore lo ada latihan basket. Pulang gih. Istirahat," saran Rena. Ia tak tau, jantung Reza berpacu kencang saat mendengar kata-kata manis dari mulutnya.

DIVE [If I can't reach]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora