"Ribuan tahun lalu, muncul seorang raja bernama Lord Ruine yang mengaku dirinya sebagai Raja Kegelapan. Secara mendadak dia menantang seluruh kerajaan di seluruh dunia untuk berperang. Ia mengancam akan menggulingkan tahta para raja dan menguasai dunia. Para raja terkemuka di benua-benua besar mengabaikan deklarasi perang tersebut dan menganggap remeh Lord Ruine.
Tetapi sesuatu yang tak terduga terjadi. Pada suatu malam, terdengar bunyi sangkakala perang menggema diantara kegelapan malam. Membuat gemetar siapapun yang mendengarnya. Seketika muncul ribuan pasukan monster dari segala penjuru. Datang dari ketinggian angkasa, dari dalam perut bumi, dan dari kedalaman samudera. Memporak-porandakan semua yang terlihat. Kepanikan melanda segala penjuru dunia. Ketakutan akan kehancuran sangat dirasakan umat manusia pada masa itu.
Peperangan yang berkelanjutan menyebabkan kerugian yang amat besar. Teror dilakukan terus menerus oleh Lord Ruine menyebabkan kesengsaraan bagi umat manusia. Benar-benar kehancuran yang nyata, yang kemudian masa itu disebut sebagai Era Kehancuran. Untuk keluar dari Era Kehancuran itu, para raja pun akhirnya sepakat berperang bersama. Raja-raja yang awalnya mengisolasi diri ketika itu keluar dari persembunyiannya. Bersatu melawan Lord Ruine.
Setelah pertempuran yang panjang akhirnya Lord Ruine pun berhasil ditaklukkan. Tetapi sebelum dia dibunuh dia melepas kekuatan yang ada dalam dirinya dan ia bersumpah suatu hari ketika kekuatan itu menemukan tuan yang pantas maka ia akan menjadi penerus Lord Ruine dan akan melanjutkan usahanya menghancurkan dunia.
Sejak kematian Lord Ruine, setiap 453 tahun sekali muncul penerus Lord Ruine. Para raja pun membentuk aliansi untuk melawan sekaligus mencegah kebangkitan Lord Ruine. Semenjak aliansi terbentuk, dampak kebangkitan Lord Ruine semakin berkurang dan pada akhirnya sekitar 200 tahun terakhir yang seharusnya terjadi Era Kehancuran tetapi penerus Lord Ruine tidak bangkit lagi. Setelah itu terciptalah era tanpa raja kegelapan. Era Kedamaian."
"Tamat."
"Sebenarnya apa yang membuatmu tertarik pada cerita tua itu hingga kau membacanya dengan keras seperti kakek tua yang sedang mendongengi cucunya, atau mungkin lebih mirip kakek tua yang mencoba menakuti anak kecil di malam hari dengan dongeng tua dan meminta ongkos pada mereka untuk dongeng yang telah ia bacakan?" sebuah pertanyaan sekaligus hinaan yang mengacaukan keseruan seorang kutu buku di perpustakaan.
"Haruskah aku menjawabnya?" sambil melontarkan tatapan 'bisakah kau diam' kepada wanita itu.
"Ah kau ini, dasar membosankan!" dia menghina lagi.
Menghela nafas
"Baiklah, Apa yang kau inginkan?" kali ini Alan penasaran.
"Hey Alan, apa menurutmu cerita itu nyata?" membuka pembicaraan. "Entahlah, aku tak yakin," sekedar menjawab.
"Bagaimana menurutmu jika sang pembawa kiamat itu bangkit di Caravel?" wanita itu bertanya lagi.
"Kalau memang benar, maka biarlah Caravel hancur di tangannya," jawab Alan tidak peduli.
"Aku menyesal bertanya itu padamu," sambil memasang wajah merendahkan.
Alan hanya memalingkan pandangan. Tidak peduli. "Sebegitu bencikah kau pada negeri ini?" wanita itu penasaran.
"Tidak juga, aku hanya benci perlakuan orang-orang padaku hanya karena kemampuanku mengendalikan gravitasi. Mengucilkanku, menganggapku seolah-olah aku tak pernah lahir di dunia ini. Aku benci itu ... Dulu, hanya ibuku yang menganggapku berarti, tapi setelah ia meninggal ...", raut wajahnya menunjukkan kesedihan yang mendalam.
"Tapi kau kan masih punya guru," yang ia maksud adalah Raja Lucien.
"Yang Mulia mengangkatku menjadi murid hanya untuk mengawasi perkembangan kemampuanku, aku tahu itu," ujar Alan.
"Kalau begitu bagaimana dengan kami?"
"Apa maksudmu?" tanya Alan kembali.
"Tentu saja aku, Aira, Spiro, dan juga Theo."
"Kalau kalian sih ... Ya, biasa aja," sambil memalingkan wajahnya.
Tertawa kecil. "Fufufu ... Inikah wajah malu-malu Alan si Kutu Buku."
"Diamlah!"
Lucy Evelyne. Ya, Itulah namanya. Wanita yang paling suka mengganggu dan mengusik ketenangan Alan. Tak pernah lelah dan tak pernah bosan 'menggoda' dirinya. Dia juga merupakan murid dari Raja Lucien, selain Alan dan tiga orang yang lain.
Lucy Evelyne. Murid pertama dari Raja Lucien. Ia adalah penguasa api. Lucy diangkat menjadi murid karena belum bisa mengendalikan kekuatannya.
Tetapi berkat Raja Lucien, kini bisa mengontrol kekuatannya, bahkan lebih baik. Ia bisa memadukan kemampuannya mengendalikan api dan bakatnya dalam memanah. Lucy mampu merekayasa apinya menjadi sebuah anak panah yang berfungsi sebagai peledak sehingga ia tak perlu khawatir untuk kehabisan anak panah karena ia bisa membuatnya sendiri kapanpun itu. Karena bakatnya itulah Raja Lucien membuatkannya busur panah dengan bahan khusus agar tidak terbakar dengan anak panah apinya.
Yang kedua adalah seorang lelaki bernama Spiro Wynne. Ia mampu memanipulasi tumbuhan disekitarnya. Ia dengan mudah mampu membuat hutan belantara dalam sekejap. Tak hanya itu, Spiro bisa menciptakan tumbuhan yang sifatnya aneh-aneh. Tumbuhan pemangsa, bunga dengan serbuk beracun, dan masih banyak lagi.
Murid ketiga adalah lelaki bernama Theo Audric. Kemampuannya adalah mengendalikan es. Ia tak bisa mengendalikan air tetapi dapat membekukan sesuatu dari sentuhannya.
Alan Evrard merupakan murid keempat dari Raja Lucien. Diangkat setelah ibunya meninggal dunia dan diperbolehkan tinggal di istana. Tak sedikit orang yang iri kepadanya karena keberuntungannya itu.
Tak lama setelah Alan, ada seorang gadis diangkat oleh Raja Lucien menjadi muridnya. Namanya Aira Vivienne. Ayah dan ibunya adalah seorang Healer.
Healer adalah sebutan untuk orang yang berkemampuan untuk menyembuhkan luka maupun penyakit. Separah apapun itu selalu bisa disembuhkan oleh Healer. Yang tidak bisa dilakukan oleh Healer adalah menghidupkan orang yang telah mati.
Meski orang tua Aira adalah Healer tapi kemampuannya terbilang aneh. Justru berkebalikan dengan orang tuanya. Kemampuannya adalah memperburuk luka. Ia juga mampu menyembuhkan luka, tetapi hanya berlaku pada dirinya sendiri. Tidak untuk orang lain.
Kelima murid Raja Lucien selain diasah kekuatannya, mereka juga dilatih seni bela diri. Tak heran bila kekuatan mereka setara dengan prajurit istana meski usia mereka masih remaja.
Seperti itulah keluarga Alan saat ini. Lebih baik memiliki daripada tidak sama sekali. Mereka tak seperti kebanyakan orang. Setidaknya mereka lebih menghargai Alan daripada yang lain. Alan mulai nyaman bersama mereka. Mungkin hanya mereka yang bisa Alan sebut sebagai teman.
Hari mulai gelap. Mentari hampir kehabisan sinarnya. Lenyap berganti sinar rembulan yang dingin. Bintang-bintang berdatangan, menampakkan wujudnya. Menghias angkasa sedemikian rupa sebagai bukti keagungan sang pencipta.
Puas membaca, Alan kembali ke istana. Sebenarnya ada yang masih mengganjal di hati Alan. Ia harus tahu kebenaran cerita itu seolah-olah cerita itu seperti memiliki hubungan dengannya. Segera ia pergi menghadap Raja Lucien
"Jadi, apa yang membawamu kemari?" tanya sang raja.
"Barusan aku membaca sebuah cerita dan ...,"
"Dan kau ingin bertanya perihal cerita yang baru saja kau baca," Mudah ditebak. Raja Lucien sudah terbiasa dengan perilaku Alan.
"Eh! ketahuan ya?" Alan tersenyum malu.
"Tak apa, tak perlu sungkan," senyumnya melebar.
"Jadi, langsung saja. Emm ..." berlagak malu, padahal sebenarnya tidak begitu. "Aku ingin tahu perihal Lord Ruine."
"?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Pembawa Kiamat
ActionKegelapan bangkit dikala kekacauan melanda dunia. Rahasia besar terungkap. Perasaan kecewa dan penyesalan teramat dalam. Pertumpahan darah tak dapat lagi dihindari. Kedatangan sang Pembawa Kiamat menggemparkan para penguasa dunia. Awal mula era keha...